Jilid 31 : Membawa mayat Bouw Sin Gan

2.7K 38 0
                                    

Dalam saat pemuda ini bingung itu, ia mendengar tindakan kaki perlahan lagi mendatangi, disusul dengan ini suara panggilan.
"Adik Gin Peng"la terkejut. Buru-buru ia melihat kesekitarnya, lantas dengan memondong si nona,ia lari kekamar dalam untuk sembunyi dibelakang kelambu. Kamar itu tak ada lilinnya, gelap. dari dalam orang bisa melihat jelas keluar. Yang datang itu seorang nona baju kuning telur, ringan tindakannya. Melihat nona itu. Tiong Hoa heran-
"Bukankah dia Giok ceng sian-coe Mau Boen Eng yang aku pernah ketemukan di Koen-beng ?" kata ia dalam hatinya. "Kenapa dia berada didalam istana Pangeran Hosek?"

Nona itu heran melihat kamar sunyi, dia berkerut. Lalu ia bertindak kekamar dalam. Hati Tiong Hoa berdebar. Ia angkat tangan kirinya. "Asal dia bergerak, mesti aku hajar mampus padanya" pikirnya.
"Eh" si nona, yalah Mauw Boen Eng kata seorang diri. Kemana dia pergi? Dia benar budak bodoh Pangeran ketarik padanya, itulah untungnya yang bagus tapi dia masih bicara dari hal kehormatan, terus kesucian dirinya."

Sembari berkata itu Boen Eng sudah bertindak kedekat pembaringan- Mendadak ia mengasi dengar suara tertahan perlahan terus tubuhnya roboh kebelakang.
Tiong Hoa telah menotok. habis itu ia menyambar tubuh orang untuk ditarik kebelakang pembaringan- Kemudian ia mengawasi nona yang bernama Gin Peng itu untuk menanya perlahan: "Nona mempunyai hubungan apa dengan Mauw Boen Eng?"
Nona itu menyenderkan tubuhnya kepada tubuh si anak muda, ia menghela napas, ia menyahut perlahan berduka: "Apakah dia sudah mati? Aku dengannya terhitung saudara-saudara seperguruan. Pangeran memaksa aku menjadi gundiknya, Boen Eng membantu mendatangkan gelombang, maka pantaslah kalau dia mampus. Aku penasaran tidak dapat aku sendiri yang membunuhnya"

Tiong Hoa heran-
"Nona mengerti silat, kenapa tidak mau kau menyingkir saja?"ia tanya.
Nona itu berduka, terus ia menangis.. "Tak dapat," sahutnya. "Ayah dan ibuku terkurung disini. Sekarang aku bertemu, kongcoe, kau suka menolong aku, aku sangat bersyukur kepadamu "
Nona ini berdiri tegak. untuk memberesi rambutnya,ia mengawasi tajam si anak muka, sinar matanya menunjuki dia memohon bantuan terlebih jauh. Tiong Hoa bingung. Sukar membuka mulut menolaknya.
"Apakah nona ketahui dimana dikurung-nya ayah dan ibumu itu?" kemudian ia tanya. "Entah dimana tapi pastinya dalam istana Pangeran," sahut si nona. "Sulit "

Tiong Hoa berdiam, otaknya bekerja.
"Apakah nona tahu dimana Pangeran Ho-sek menyembunyikan dirinya?" Tanya ia kemudian sembari bersenyum.ia rupanya telah mendapat pikiran baru.
"Apakah kongcoe berniat membunuh Pangeran?" tanya dia. "itulah tak sempurna. Satu kali Pangeran mati, orang pasti akan menuduhku lalu ayah dan ibuku bakal kerembet- rembet Itu berarti ancaman bahaya mati untuk mereka. Dengan begitu juga aku bakal menyesal seumur hidupku. Kong coe baik kau cari lain daya upaya saja."

Tiong Hoa bersenyum.
"Jangan kuatir, nona," katanya. "Aku tahu apa yang aku bakal lakukan, pasti tak akan ada bahayanya."
Nona itu menghela napas,ia berpikir sebentar, lantas ia keluar. Habis memadamkan lilin,ia menggape kepada si anak muda. Tiong Hoa menghampirkan, ia mendampingi nona itu.
Si nona menunjuk keluar jendela, kesebuah lauwteng tinggi terpisah jauh dari kamar itu.
"Pangeran Hosek berada di lauwteng itu," katanya perlahan- "Penjagaan disana keras dan kuat, mungkin sukar untuk kongcoe memasukinya."

Tiong Hoa mengawasi. Lauwteng itu tinggi dikitarkan pohon-pohon jie, karena rembulan terang sekali, walaupun jauh nampak tegas.
"Tak apa," sahutnya. "Nona kau she apa? Sudikah kau memberitahukan aku?" "Lim." sahut nona itu.
"Terima kasih Sekarang nona boleh tunggu disini."
Tanpa menanti jawaban, Tiong Hoa berlompat keluar. Diterangnya rembulan,la nampak bagaikan kampret terbang. Habis itu, lenyap dia diantara pepohonan-

Tiba diluar lauwteng tinggi itu, Tiong Hoa sembunyi diatas pohon-ia memasang mata tajam. Makala melihat disetiap ujung lauwteng ada yang jaga. Tak mudah melihat beberapa pengawal itu, yang menempatkan diri dengan baik. syukur dia bermata jeli dalam jarak sepuluh tombak lebih,ia dapat melihatnya, Sekarang ia jadi berpikir.
"Tanpa menggunai kepandaian Ie Hoa-ciat Bok tak dapat aku masuk kedalam lauw teng itu," katanya dalam hati. Memang selama yang belakangan ini ia telah melatih sempurna ilmu itu, ilmu Memindahkan bunga menyambut pohon-

Bujukan Gambar Lukisan - Wu Lin Qiao ZiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang