titik #2

179 4 0
                                    

Awalnya aku ingin membalas hadiah yang kau berikan kepadaku kala hari kelahiran ku.

Ku beli buku kosong untuk kelak nanti kau isi dengan cerita mu.

Aku tahu, kelak jarak dan waktu akan menjadi musuh kita bersama, sehingga aku menulis di buku itu seolah ku di depan mu agar kau tak perlu takut sepi kala tiada ku.

Ditambah surat-surat yang menggambarkan perasaan ku padamu.

Namun harap tak sesuai dengan nyata. Buruk menimpa kita. Kelam berlarut yang berhujung pilu satu sama lain. Hingga tak ada arti antara angka, cerita, dan makna. Hanya ego tercipta, menuntut setiap sisi untuk bahagia sendiri.

Buku itu masih di meja ku. Suratnya sudah di tempat sampah. Debu sudah menyelimutinya. Sebulan cerita yang kubuat kusus untuk menemani sebulannya kamu, tinggal menjadi sebuah prosa tanpa makna.

Ingin rasanya ku buang buku itu, tapi tak bisa.
Ingin ku bakar buku itu, tapi diri ini tak terima.
Ingin ku baca kembali apa yang tersurat di buku itu, tapi aku terlalu lemah untuk bisa melakukannya.

Ku biarkan saja dia tetap disitu. Di ujung kamar di dalam lemari buku ku. Sama seperti perasaan ku, ku sembunyikan ditempat yang sama. Agar kamu tak tahu, agar dia tak tahu, agar mereka tak tahu. Agar aku tak malu.

Biar berdebu tak apa, tapi takan hilang entah kemana. Palingan juga aku akan lupa kalau pernah punya buku itu.

Bandung, 30 Oktober 2016

Secangkir Senja untuk Sore muWhere stories live. Discover now