Tidak jauh darinya memang betul terdapat lima orang yang sedang bicara. Hanya saja karena keanehannya pepohonan di situ sehingga memisahkan mereka.
Di antara lima orang ini, salah satu di antaranya yang memegang pipa dan berpakaian kasar telah berkata:
"Jika kita masih tidak dapat keluar juga, ambil saja api dan bakar semua rimba sialan ini biar menjadi rata dengan tanah."
Di sebelahnya seorang yang berhidung betet tertawa dingin:
"Enak betul kau goyang lidah. Sebelum rimba terbakar rata, apa kita tidak akan menjadi sate terlebih dahulu?"
Seorang lagi yang tinggi besar seperti tuan tanah sudah membentak:
"Hei, kalian buat apa ribut di sini? Apa kalian sudah tidak percaya kepadaku Houw Sam Ya kita dapat menerjang keluar?"
Koo San Djie menjadi kaget juga mendengar orang ini mengaku dirinya sebagai Houw Sam Ya. Dalam hatinya berkata:
"Mengapa Houw Sam Ya ini dapat datang kemari juga?"
Yang mengaku Houw Sam Ya ini adalah seorang, dato di sebelah Barat daya, pada umur mudanya dengan mengandalkan sepasang kepalan belum pernah ia menemui tandingan. Entah buat urusan apa sehingga ia sampai datang juga ke dalam Lembah Merpati?
Sewaktu ia sedang memikir, di antara kegelapan seperti ada orang yang telah menggapaikan ke arahnya, tapi karena gerakannya orang itu sangat cepat, sehingga sukar untuknya mengenali siapa adanya orang itu.
Dalam keadaan sulit demikian, tidak ada waktu buat ia banyak pikir, maka badannya segera digerakkan dan mengikuti arahnya bayangan tadi.
Orang di depan itu seperti memang sengaja mengunjuk jalan kepadanya, ia hanya terpisah tidak jauh dari Koo San Djie, dan anak muda kita mengikuti sekian lama dengan menempuh jalan yang berliku-liku.
Orang itu sangat apal sekali dengan jalanan di sini, dengan tidak usah mencari tanda-tanda lagi ia sudah berhasil membawa Koo San Djie keluar dari dalam rimba dan kemudian ia lenyap kembali.
Koo San Djie mulai bernapas lega, ia telah sampai juga di ujung lainnya dari hutan belantara ini, di hadapannya kini terlihat suatu pemandangan yang luas.
Di depannya kelihatan menjulang tinggi batu tanjakan yang terbuat rapi sekali, di sekitarnya jalan tanjakan ini penuh dengan tebing-tebing curam yang saling susun di sana.
Baginya kini hanya jalan maju ini yang masih ada harapan dan dengan memberanikan diri ia berjalan mendaki batu tanjakan yang seperti mau menembus awan.
Kini di atas kepalanya hanya terdapat gumpalan awan yang berseleweran dan ia sendiri juga telah terbungkus oleh kabut yang mengambang luas. Entah kemana menujunya jalan yang menjulang ke atas ini, ia seperti berada dalam cerita khayalan menuju ke arahnya sorga yang penuh dengan dewi-dewi yang sudah menunggunya di sana.
Setelah sampai di puncak, dari kejauhan sudah terdengar lolongan anjing dan berkokoknya ayam. Ia mengarahkan pandangannya ke bawah, di sana, jauh berada di depannya terdapatlah suatu lembah yang sukar didapati orang.
Coraknya lembah yang tersembunyi ini ada seperti satu hiolow saja, Lembah Luar kecil dan lembah dalam besar, satu jalanan kecil menghubungkan dua lembah yang hampir terpisah.
Di sana terdapat sawah ladang yang luas dan penuh dengan bermacam-macam tanaman, di antaranya terdapat juga rombongan hewan dan gembala-gembalanya. Inilah Lembah Merpati!
Hati Koo San Djie menjadi berdebar-debar, melihat lembah yang sudah berada di bawah kakinya ini, ia segera tengkurap dan memperhatikan lembah kecil yang berada di sebelah depan.
Keadaan di dalam Lembah Luar, berbeda dengan Lembah dalam. Semua orang di sini tentu ada membawa senjata, tidak terdapat satu orang biasa di situ. Rumah-rumah mereka juga berbeda dengan rumah biasa yang terpisah-pisah. Rumah-rumah di sini didirikan di lereng-lereng gunung seperti satu pesanggrahan.
Jalan masuk ke dalam Lembah Merpati yang misteri ini hanya satu-satunya yang terdapat di mulut hio-low tadi. Di kedua sisinya terdapat tebing-tebing tinggi yang licin, sampaipun burung, juga sukar untuk hinggap di sana. Jalan ini bagaikan sebilah pisau besar saja yang telah membelah tebing ini menjadi dua.
Jika melihat keadaan tempat yang sebagus ini, sukarlah Koo San Djie menerjang masuk, hanya seorang saja yang menjaga sudah cukup kuat untuk dapat menahan ratusan tentara. Apa lagi hanya ia seorang diri saja, lebih mudah lagi untuk menahannya.
Waktu itu, hari masih terang benderang, tidak mungkin untuk ia pergi ke sana. Kecuali pada malam hari, masih ada harapan besar baginya yang mempunyai kegesitan yang luar biasa.
Maka, ia terduduk di sana menunggu sehingga matahari mulai condong ke Barat. Dikeluarkan makanan keringaya dan dikunyah perlahan-lahan.
Tetapi ia makan tidak lama, karena pada waktu itu, kupingnya yang tajam telah dapat mendengar siulan tanda bahaya dari Lembah Merpati.
Ia kaget dan terbangun dari duduknya, ia ingin tahu siapakah yang berani menerjang Lembah Merpati?
Dilihatnya bayangan orang simpang siur ke luar dari pesanggrahan Lembah Merpati, semua orang menuju ke arah Lembah Luar karena kejadian terbit di tempat Lembah Luar.
Setelah membiarkan orang-orang ini lenyap semua di antara pepohonan yang lebat, baru Koo San Djie mengarahkan pandangannya ke tempat jalan sempit.
Di situ hanya ada seorang saja yang menjaga. Betul-betul ia bernyali besar, ia terbang turun dari atas tebing tinggi tadi.
Lembah Merpati yang letaknya tersembunyi ini jarang sekali kedatangan orang, dan lagi gerakannya Koo San Djie juga sama dengan gerakan yang mereka gunakan. Maka si penjaga tidak begitu memperhatikannya, sehingga sampai bergerak dekat sekali baru ia berteriak:
"Berhenti! Siapa di sana?"
Tapi teriakannya sudah telat, jalan darahnya telah tertotok oleh angin santer.
Setelah Koo San Djie dapat menyelesaikan si penjaga jalan, dengan mudah dilemparkannya ke arah tumpukan batu, langsung menuju ke arah belakang pesanggrahan mereka.
Memang ia berani menerjang bahaya, sengaja ia mendatangkan ke arah tempat yang terlampau terang.
Di tengah-tengah ruangan yang besar, yang ternyata adalah tempat persidangan, telah penuh sesak dengan orang yang duduk di sana, mereka seperti sedang berdebat merundingkan sesuatu soal.
Yang duduk di meja ketua adalah seorang setengah umur berkulit putih dan mempunyai raut muka persegi, di sisinya berdiri seorang wanita yang cantik.
Lam Keng Liu dan Sui Yun Nio masing-masing duduk di kiri dan kanan depannya, di sekitarnya orang-orang ini terdapat juga Pek-hoat Sian-tong dan banyak orang berbaju merah.
Terdengar Lam Keng Liu dengan suara menghormat berkata ke arahnya si putih bermuka persegi tadi:
"Kau telah memerintahkan kami memancing masuk beberapa orang ini ke dalam Lembah Merpati, apakah maksud yang sebenarnya."
Si muka persegi tertawa kejam:
"Apa kalian tidak mengingini kepandaian asli Lembah Merpati?"
Sui Yun Nio sudah mendahului berkata: