14 :: Tentang Perasaan

89.5K 7.8K 603
                                    


You make me glow. But I cover up, won't let it show. So I'm putting my defenses up. Cause I don't wanna fall in love. If I ever did that. I think I'd have a heart attack. - Demi Lovato

***

Davin menatap canggung ke arah perempuan yang duduk di depannya: terhalang meja makan. Kedua bola matanya menatap setiap pergerakkan perempuan itu. Bagaimana Selly mengunyah makanan, bagaimana Selly mengobrol dengan Radit dan Dewi, bagaimana bibir Selly melengkung membentuk senyum yang entah mengapa terlihat sangat manis.

Davin menelan ludahnya, jantungnya tiba-tiba berdegub kencang. Kalimat yang terucap semalam dari bibir Selly seakan terngiang dalam benaknya, walau ia tahu Selly mengucapkan itu semua dalam keadaan tidak sadar.

Namun, satu hal yang Davin tahu. Bukankah hal yang terucap dalam keadaan tidak sadar selalu benar?

Menghela napas pelan, Davin kembali memakan rotinya dengan pandangan tetap pada perempuan itu. Semuanya terasa sulit ia percaya. Bagaimana mungkin selama ini ia tidak pernah menyadari gerak-gerik yang Selly tunjukkan menyangkut soal perasaan.

''Dav.''

Panggilan itu menyadarkan Davin dari lamunan kemudian matanya beralih menatap ibunya yang sedang balik menatap dengan tatapan bingung.

''Dari tadi Mama liatin kok kamu kayaknya perhatiin Selly terus?''

Selly yang sedang meminum susu hampir saja tersedak ketika mendengar kalimat itu. Perempuan itu menyimpan gelas yang masih berisi setengah susu, kemudian kedua bola mata madunya menatap canggung ke arah Davin.

''Eh, Mama. Siapa juga yang perhatiin Selly,'' elak Davin keki.

''Papa juga liat kali, Dav.'' Radit terkekeh geli.

Davin menggaruk pelipisnya salah tingkah. ''Orang nggak kok,'' elaknya seraya beranjak dari tempat. ''Davin berangkat dulu ya.''

''Nggak bareng Selly?'' Dewi tersenyum penuh arti.

''Ng--nggak, Tante,'' tolak Selly cepat membuat mereka menoleh ke arahnya. Ia tersenyum canggung. ''Maksud Selly, nggak usah. Selly bisa berangkat sendiri,'' jelasnya.

Davin terdiam tampak menimbang-nimbang. Dipikir-pikir kasihan juga kalau Selly berangkat sendiri menggunakan bus.

''Selly bareng Davin kok, Pah.''

Ucapan Davin membuat semua menoleh ke arahnya. Radit dan Dewi saling pandang kemudian tersenyum penuh arti, sementara Selly terdiam kaku dengan jantung yang sudah seperti ingin lompat dari tempatnya.

Berangkat bersama Davin ke sekolah adalah hal yang sangat ia harapkan sejak dulu.

''Ya udah, gih sana kalian berangkat entar terlambat loh,'' ujar Dewi dengan bibir yang masih melengkungkan senyum.

Selly mengangguk, kemudian beranjak dari tempatnya dan menyalami kedua orangtua itu. Diikuti dengan Davin melakukan hal yang sama.

Selly dan Davin berjalan memasuki kelas bersamaan. Kedua bola mata perempuan itu melirik ke tiga sahabatnya yang sudah berada di bangku masing-masing dengan senyum penuh arti yang tercetak pada wajah cantik mereka.

Selly menggigit bibir bawahnya menahan senyum, kemudian tanpa sengaja kedua bola matanya menangkap Irul yang duduk di bangkunya-- di pojok kelas. Wajah cowok itu datar tidak seperti biasanya. Biasanya cowok itu akan tersenyum lebar kala melihat Selly masuk kelas, namun tidak untuk sekarang.

''Cie … ekhem …''

''Berangkat bareng, hm.''

Godaan yang berasal dari Nafa dan Geby membuat Selly tidak tahan menahan senyumnya. Gadis itu duduk di bangkunya-- di samping Geby.

HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang