Cinta?

1.6K 158 15
                                    


Dua Bulan Kemudian.


"Lihat aku" Naomi memejamkan mata menarik napas dalam lalu dihembuskan perlahan. Ia kembali membuka mata, memfokuskan pandangannya pada lima tumpukan batu bata yang berada dihadapannya.

Veranda sedikit meringis ngeri, ia mundur satu langkah menutup kedua telingannya dengan tangan. Tidak ingin mendengar jeritan Naomi yang sepertinya akan sangat keras. Namun diluar dugaannya, bukan teriakan Naomi yang ia dengar namun suara retakan bata yang hancur terbelah. Ia menurunkan kedua tangan menatap Naomi tidak percaya, "Kenapa bisa?"

"Sekarang giliranmu" Naomi berjongkok mengambil tiga buah batu bata lalu disimpan diantara dua batu yang ia simpan. Setelah itu, ia memutar bahunya menatap Veranda yang masih terlihat ketakutan, "Kau akan lulus jika bisa memecahkan ini"

"Tidak, aku takut. Aku tidak bisa"

Naomi mengembuskan napas berat kemudian menarik tangan Veranda yang semakin menjauh. Ia berjalan satu langkah dibelakang Veranda sambil menepuk kuat kedua bahunya, "Konsentrasi"

Veranda mengangguk dan langsung memukul bata itu, "Aaaargh" Erangnya merasakan sakit dibuku-buku jari. Ia mengibas-ngibaskan tangan kanannya, "Sakit"

Naomi sedikit terkejut, segera ia membalikan tubuh Veranda kemudian menggenggam tangannya. "Konsentrasi!" Bentak Naomi mengusap lembut tangan Veranda, "Jika kau tidak bisa menghancurkan bata, bagaimana bisa kau menghancurkan semua musuhmu?"

Naomi menuntun Veranda kembali pada batu bata itu, kemudian berdiri tepat dihadapan Veranda. Ia mengambil jarak dibelakang batu bata, "Pejamkan matamu dan berkonsentrasi lah"

Veranda mengangguk kecil, memejamkan mata dan mulai mengumpulkan semua konsentrasimu.

"Anggap batu bata ini penderitaan yang harus kau hancurkan, anggap batu bata ini musuh yang selama ini memberikanmu banyak penderitaan. Hancurkan bata ini tanpa nafsu, kendalikan diri, fokuskan semua kekuatanmu pada telepak tangan dan kedua kaki yang menopang berat tubuhmu. Yang terpenting, hilangkan semua ketakutanmu. Aku sudah mengatakan, bukan? Ketakutan hanya akan melemahkan kekuatanmu. Bersiaplah"

Veranda menarik napas dalam lalu dihembuskan kuat-kuat. Ia membuka mata, tangan kanannya ia kepalkan erat-erat. Sekilas ia mengangkat wajah menatap Naomi, ia mengerjap lalu kembali menunduk. Memfokuskan semua perhatiannya pada batu bata, mengumpulkan semua keberanian dan kekuatan yang sebelumnya nyaris hilang. Ia menahan napasnya diperut dan langsung memukul kuat bata itu.

PRAAAK

Naomi tersenyum senang sekaligus bangga melihat Veranda yang sudah mampu mengendalikan dirinya sendiri. "Kau bisa, Jessica"

Veranda mengangguk senang kemudian menubrukan tubuhnya pada Naomi. Ia meloncat-loncatkan kakinya beberapa kali dalam pelukan Naomi karena saking senangnya, "Aku bisa, Shinta"

"Jangan memanggilku Shinta!"

"Jangan memanggilku Jessica!"

Naomi tersenyum tipis, perlahan tangannya terangkat untuk membalas pelukan Veranda. Sudah tiga bulan lebih ia mengenal sosok Veranda dan ini pertama kalinya ia melihat Veranda bahagia. Selama ini, ia hanya bisa melihat kegetiran terlukis diraut wajah Veranda, bahkan senyum yang selalu tersungging dibibir Veranda, tidak sama dengan sorotan matanya yang memancarkan banyak kesedihan.

Jika sudah seperti ini, Naomi berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia akan mengumpulkan kembali kebahagiaan Veranda yang sempat hancur. Meski kebahagiaan yang akan ia berikan, terlukis dalam warna yang berbeda, dalam keadaan yang berbeda dan dalam kondisi yang berbeda pula, namun sekuat tenaga ia akan menggapai kebahagiaan itu. Untuk Veranda.

Waktu (END)Where stories live. Discover now