BAB 3

7.5K 187 2
                                    

BAB 3

Dengan langkah lunglai, Alia melangkahkan kakinya ke kamar mandi. Rasa sakit dibagian kewanitaannya membuat dia mengernyit pedih. Sesekali wanita  itu juga meringis. Riza benar-benar sukses menyakitinya. Pria itu memperlakukan Alia begitu kejam, bukan hanya luka fisik yang  ditorehkan namun juga luka batin yang amat dalam.

Aldi begitu terenyuh melihat sang kakak kesakitan. Ingin rasanya dia langsung membunuh pria itu, namun lagi-lagi Alia menahannya untuk memuntahkan amarah. Alia smpai saat ini belum mengetahui apa sebenarnya yang membuat Riza berbuat kasar. Maka dari itu, meskipun dia sudah tersakiti pasti ada sesuatu dari dirinya yang juga menjadi menyebab suaminya seperti itu.

Ada sebab pasti juga ada akibat....

Alia pasrah, jika memang sudah jalannya seperti ini.

Dengan tangan gemetar, Alia membuka semua kain penutup dirinya. Tubuh polosnya terlihat penuh luka, banyak bercak-bercak biru di kulit putihnya. Dan yang paling membuat dia tidak bisa menahan tangisnya adalah bagian kewanitaannya yang mengeluarkan darah. Ini sungguh menjijikkan. Dia diperkosa oleh suaminya sendiri! Ini sangat kejam.

Memutar kran air hangat dan membiarkan titik-titik air membasahi tubuhnya, Alia ingin menenangkan diri. Air mata di pipinya terus mengalir, namun kali ini tanpa emosi. Alia sudah lelah... sangat lelah.

Tapi, apakah hatinya bisa merelakan pernikahan ini berakhir?

Anggaplah dia wanita yang terlampau bodoh, namun begitulah cinta... Sangat buta! Tapi apakah semua itu hanya tentang cinta? Sebuah pernikahan itu terlalu suci untuk dinodai, dan Alia akan berusaha untuk membuatnya kembali putih. Meskipun harus dengan cara yang membuat hatinya berdarah-darah dan tubuhnya penuh luka.

Mungkin akan seperti itu saja....

Selagi rasa sanggup masih tersisa...

***

"Mbak tinggal sama aku aja ya...," pinta Aldi, nada suaranya terdengar sangat tenang. Meraih secangkir teh hangat yang tadi dibuatnya, lalu menyerahkannya ke tangan Alia.

"Mbak nggak apa-apa kok, Dek. Kamu tenang saja," gumamnya seraya menyesap teh hangat.

Aldi mendengus kesal. "Baik-baik aja bagaimana, Mbak? Apa Mbak nggak liat tubuh Mbak biru-biru begitu?" ucapnya terpekik.

"Aldi... Mbak mohon jangan seperti itu. Pasti ada alasannya, mengapa Mas Riza berlaku seperti itu," jelas Alia menenangkan.

"Mbak sudah dibutakan oleh cinta ternyata," ujar Aldi sakartis.

"Ya sudahlah, Mbak. Mbak yang paling mengerti harus bagaimana." Aldi beranjak. "Tapi, kalau Mas Riza melakukan sesuatu lagi sama Mbak. Mbak harus cepat-cepat telepon aku, oke..."

Aldi mencium puncak kepala Alia yang tertutup phasmina hitam.

Alia ersenyum hangat. "Terima kasih, dek.."

***

Asisten rumah tangga yang sehari-hari membantu Alia, mengeryit heran saat melihat wanita itu meringis. Alia yang saat ini sedang memasak makan malam, sesekali duduk karena kakinya terasa lemas. Ditambah dengan kewanitaannya yang masih terasa sakit.

Untung saja pendarahannya sudah berhenti. Alia sempat panik dan takut jika pendarahannya semakin hebat dan tidak berhenti karena mau tidak mau dia harus memeriksakannya ke rumah sakit.

"Bu... Ibu kenapa?" Mbok Mi menghampiri Alia yang tiba-tiba limbung. Untung saja tubuhnya dekat dengan kursi. Dia pun langsung duduk.

"Saya nggak apa-apa, Mbok... Mbok tenang aja," jawabnya seraya meringis kecil. Wanita tua itu tahu, Alia tengah berbohong. Mbok Mi menghela napas pelan, dia tahu telah terjadi sesuatu dengan majikannya.

The Broken WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang