4. FIRST QUARTER

113K 11.8K 1.5K
                                    

Kegaduhan pagi hari ini disponsori oleh kelas Albi yang memang cukup mengundang siswa dari kelas lain untuk berbondong-bondong datang ke sana. Aku baru saja datang, dan melihat koridor di depan kelas Albi begitu ramai. Kelasku dan Albi hanya berjeda tiga kelas, jadi aku bisa melihat jelas bagaimana ramainya keadaan di sana.

Ribka tiba-tiba saja muncul, kehadirannya tak kuduga datang dari arah kerumuhan itu. Sepertinya dia habis melihat. Saat kusadari Ribka akan menghampiriku, aku segera membelokkan badan menuju ke kelas tetapi dia lebih cekatan untuk menahan lenganku.

"Eh-eh, Lun tunggu dulu!"

Aku mencoba melepaskan. "Apa lagi, sih, Rib?"

"Ish, juteknya dikurang-kurangin dong. Emang kamu nggak penasaran sama yang lagi heboh?"

Sebenarnya, iya.

"Enggak," jawabku datar, mencoba untuk masuk lagi tapi Ribka masih menahan lenganku.

"Albi dikerjain tauk."

Aku terdiam sejenak, seharusnya aku sudah bisa menebak. Tapi, aku tetap mengerutkan kening, reaksi spontan dari rasa penasaranku tentang detail eksekusinya. "Di kerjain gimana?"

"Ada yang masukin cumi-cumi ke lacinya, terus baut-baut yang ada di kursinya dibuat kendor gitu deh. Jadi, pas Albi duduk sempet jatuh. Lucu tapi kasian." Ribka tampak membayangkan, aku yakin ia tidak melihat kejadian itu, dia hanya mendengar cerita dari beberapa saksi mata.

Oh, jadi ini yang dilakukan Ara semalam.

Aku tak banyak bereaksi. "Yaudah, sih. Nggak penting juga," ucapku sembari melangkah lagi menuju kelas.

Tetapi, sialnya Ribka masih menahan lenganku. Aku baru berbalik, berniat untuk protes ketika tiba-tiba saja mataku tak sengaja menangkap mata hitam gelap milik Albi. Dia awalnya sedang ingin berjalan melewatiku tapi entah mengapa ia berhenti. Aku bisa melihat jelas napas Albi naik turun, dia tampak begitu kacau, marah, kesal dan saat kami bertemu pandang, bibirnya seperti ingin mencoba mengatakan sesuatu, rahangnya mengereas, tapi pada akhirnya ia mengalihkan pandangan lebih dulu. Lalu, kemudian melanjutkan langkahnya.

Aku mengerutkan kening samar, heran sekaligus bingung. Kenapa tatapannya seperti itu? Seperti ada yang begitu ia ingin ucapkan padaku, seperti ada yang ingin ia lampiaskan. Tapi apa?

"Lun," Ribka sedikit menyenggolku, suaranya terdengar seperti bisikan.

Aku menoleh. "Apa?"

"Fix. Dia masih ada rasa ke kamu."

Dan, entah mengapa hatiku kecilku seperti membenarkan kalimat itu.

Tidak mungkin!

*****

Aku bukanlah murid yang terlampau pintar, tapi aku beruntung karena selalu masuk peringkat 5 besar, jadi aku bisa mendapat kesempatan untuk ikut seleksi beasiswa yang memang sudah diadakan sejak kelas XI, karena sekolahku merupakan sekolah swasta, jadi mereka punya perencanaan sendiri untuk siswa-siswa yang berprestasi. Dan jika aku lolos, maka saat kelas XII nanti, aku akan dipindahkan ke kelas khusus untuk persiapan yang lebih matang.

Sekolahku bekerja sama dengan beberapa negara terbaik di Asia selama beberapa tahun terakhir. Suatu keuntungan bagi tahun angkatanku karena jumlah calon penerima sedikit diperbanyak, dan aku sangat menginginkan bisa kuliah di luar negeri. Lebih tepatnya, karena aku sangat ingin menginggalkan rumah.

Hanya ini satu-satunya jalan untuk pergi menjauh dari keadaan rumah yang sudah tak sehangat dulu lagi. Jadi, aku akan lebih keras pada diriku sendiri dalam hal akademik.

SOUTHERN ECLIPSEWhere stories live. Discover now