DIP 1 [ Revisi ]

2.4K 74 5
                                    

Waktu istirahat adalah saat dimana tempat bernama kantin menjadi titik temu dari berbagai dunia yang disebut kelas. Tak perlu menggunakan teropong untuk melihat seberapa padat lalu lintas di kantin. Hal yang terjadi akibat kepadatan lalu lintas adalah pelanggaran antrian. Namun, percayalah ini sudah dianggap lumrah walaupun peraturan sudah tertulis jelas.

Selain makanan yang menggoda kantin selalu dilengkapi fasilitas umum berupa tempat duduk. Tak perlu risau karena tempat  duduk yang disediakan ada di indoor maupun outdoor.

Sebenarnya salah satu penyebab kepadatan kantin adalah berakhirnya UAS tepat pada hari ini. Bagi para kaum pemikir sederhana, seminggu terakhir adalah hari yang berat. Hingga akhirnya hari ini menjadi hari pembebasan bagi mereka.

Tak jauh berbeda dengan tempat duduk lain, salah satu meja outdoor dilengkapi peneduh berupa payung biru yang diisi 3 orang murid.

" Lo ngerasa nggak kalo SMP Bina Bangsa kita ini terlalu hijau? " pertanyaan yang tak ada sangkut pautnya dengan UAS yang baru berakhirpun meluncur dengan indah dari bibir Nita. Ya, namanya Nita lebih tepatnya Nita Dianasari. Seorang murid biasa dari kelas 9D dengan ciri khas berupa rambut ekor kuda sepunggung miliknya. Ah, dia juga ramah jika masih sadar di sekelilingnya ada orang.

" Ya namanya sekolah Adiwiyata sama UKS pasti ijo lah Nit. " Pertanyaan retoris Nita pun terjawab oleh Dini. Nama lengkapnya Dini Primadwi. Murid dari kelas 9B yang dikenal sebagai kelas putri. Bukan karena sikap mereka yang anggun bagaikan putri hanya saja kelas itu mayoritas berisikan murid perempuan. Dengan kulit sawo matangnya, gigi gingsul di sebelah kanan, tubuh mungil serta suara khasnya menjadi ciri dari seorang Dini.

" Kan ada manfaatnya juga. Sekolah kita bisa jadi paru-paru kecil untuk kota, kan kita bawa taneman hampir tiap bulan juga nggak rugi 100%. " Pernyataan positif terdengar mengalun pelan di tengah keramaian kantin. Suara itu milik Dinda, nama lengkapnya Nadinda Fatih. Seorang pendiam yang suaranya terlalu kecil saat berbicara namun keras saat tertawa. Walaupun demikian, kedua gigi gingsul miliknya tampak selalu mengintip setiap kali dia membuka bibirnya. Dia berasal dari kelas 9D yang dikenal sebagai kelas pojok.

Percakapan mereka segera terhenti saat 2 orang yang tampak familiar tertangkap indra penglihatan mereka. Salah satu kedua orang itu tampak tengah mengalami suasana hati yang buruk karena ekspresi datar di wajahnya.

" Muka lo lecek amat Riz. Ada masalah sama uang kas kelas? " Dini bertanya pada sahabatnya itu yang juga berstatus sebagai bendahara kelasnya.

" Si Gina pinjem uang kas tapi cuma dibalikin setengah. Giliran ditanya sama Bu Hafi dia bilang malah nggak tau apa-apa. Mentang-mentang jadi bendahara 1 aja seenaknya. Jadi murid aja udah korupsi apalagi nanti kalo jadi pejabat. Mau jadi apa negara ini kalo bibitnya aja udah busuk? " Rizka, nama lengkapnya Rizka Widya. Teman sekelas Dini sekaligus bendahara 2 dari kelas 9B. Wajahnya yang acuh terhadap sekitar menjadi ciri khas dari dirinya. Selain itu, lidahnya yang tajam sering kali membuat orang menjadi salah paham.

" Lha? Emang lo nggak pernah dikasih hak buat audit kas kelas?" Dini hanya heran dengan teman sekelasnya ini. Jarang sekali Rizka tak melakukan tugasnya dengan maksimal.

" Soalnya kita udah sepakat kalo soal pembukuan itu dia sedangkan soal narikin sumbangan sama lain-lain itu gue. Awalnya gue kira dia orang bertanggung jawab makanya gue lepas tangan, nggak tau kek gini. Untung nggak gue banting tuh anak." Rizka terlalu emosi meremat biskuit bungkusan yang ada di depannya sampai timbul kusut pada plastik pembungkusnya.

" Yah jajan gue, Riz itu jajan gue jangan di ancurin. Masak iya gue makan serbuk ya? " Tak rela melihat cemilannya hancur ditangan Rizka, Nita hanya bisa meratap.

" Udah nanti aja ceritanya, Rizka biar dingin dulu. Kalo dia marah bisa-bisa lo dibanting lagi kek kemaren Nit. Jadi pelampiasan nggak enak tau. " Dengan bijak Lita mengingatkan konsekuensi atas kemarahan Rizka. Dari mereka berlima hanya Lita lah yang paling kalem. Lita, nama lengkapnya Lita Anandasari. Teman sebangku Nita sekaligus sahabatnya. Dengan mata kecil yang menjerumus sipit, pipi tembam, hidung yang mungil menjadi ciri pada dirinya. Suara memang lirih saat berada di lingkungan asing namun ketika bersama keempat sahabatnya maka dia akan berubah 180°.

" Iya, iya gue inget. Punggung gue aja masih rada sakit. " Nita hanya bisa mengalah saat diingatkan tentang kejadian bahwa dia dibanting Rizka. Hanya karena dia terlalu meributkan sesuatu yang tidak penting dengan Rizka. Secara kebetulan Rizka saat itu tengah emosi dan berakhirlah Nita terbaring ditanah selama 30 menit dengan wajah kesakitan.

" Oh ya Lit, lo kok bisa barengan sama Rizka keluar dari ruang guru?" Dinda hanya penasaran ketika mereka berdua muncul disaat bersamaan.

" Oh kebetulan gue dipanggil sama Bu Salma. Bu Salma titip uang buat bayar goreng ke kantin."

" Ish udah, udah, bahas topik lain napa? Suntuk gue denger itu mulu. " Oh Rizka sudah mulai bertanduk

" Ya udah, berhubung kita udah selesai UAS nya kenapa kita nggak main? Entar sore di kedai biasa, gimana? " Nita yang paham situasi segera mengalihkan pembicaraan.

" Boleh, boleh, lagian udah lama nggak ke kedai. Nanti sore jam 4 ya?" Dini yang suka makanan manis langsung menyetujui saran Nita.

" Oke, udah diputusin kalo nanti sore di kumpul di kedai biasa jam 4." Dinda yang memang selalu bertugas sebagai pihak pemasti tujuan mereka akhirnya mencoba menkonfirmasi.

" Kan 10 menit lagi pulang, mending kita balik ke kelas. Siapa tau ada barang yang belum diberesin. " Lita paham bahwa jam pulang semakin dekat karena kantin mulai terisi dengan murid-murid yang membawa tas mereka.

" Bubar, bubar. Balik kelas. Nanti sore jangan lupa pokoknya. " Dini dengan semangat mengingatkan untuk berkumpul di tempat yang sudah dijanjikan.

Percakapan berakhir saat mereka beranjak dari tempat duduk menuju kelas masing-masing.

o0o

Nah ini dia revisi untuk chapter 1. Beda jauh sama yang pertama kan?

Oh iya ada yang lupa, cerita ini Sylan persembahan buat temen pipo dulu. Iya pipo, remaja labil mah bebas.

Sekian dari sylan, jangan lupa tunggu revisian buat chapter lainnya dan jangan lupa votmen yang membangun biar season 2 nya cepet publish.

Terimakasih.

Detektif IPWhere stories live. Discover now