Reuni SMA

103 9 1
                                    

"Rana!!!" Seru Sofi memanggilku. "Gue kira nggak bakal datang," lanjutnya.

Aku mengendikkan bahu malas. "Demi lo nih!"

Sofi tertawa renyah. "Ya gimana dong, cuman reuni ini gue bisa ketemu sama pengusaha cake and dessert yang terenak, Kirana Anggelia."

"Gue beneran sibuk. Ini aja gue jadi ninggalin karyawan buat ngedekor kue pengantin. Semoga semuanya sesuai kehendak gue."

"Duh, si bos ini perfeksionis banget sih. Enjoy with the party, Girl!"

"Nggak ada yang gue kenal."

"Sok banget deh lu. Banyak kok teman sekelas kita dulu. Meskipun ini reuni akbar yah. Kali aja ada jodoh lu di sini. Sono keliling!"

"Malu gue," belaku pada Sofi.

"Ngekorin gue aja dah," seru Sofi lagi.

Akhirnya aku beneran ngekorin dia kemana-mana, termasuk toilet dimana sekarang kami berada karena Sofi sedang memperbaiki dandanannya.

"Lo ingat Akmal nggak?"

"Ingat, si ketua OSIS, anak IPA 5. Kenapa? Kangen sama dia?"

Sofi menggeleng cepat. "Dia datang. Tumbenan banget. Kayak lo gitu. Nggak ada angin, nggak ada hujan tiba-tiba muncul ikutan reuni."

"Mungkin pas lagi nggak sibuk."

"Tapi kan lo tadi bilang kalau lo sibuk."

"Maksud gue, si Akmal. Lo jangan gila deh!"

Sofi hanya ber-oh-ria.

"Kita datangin Pangestu yah," ajaknya sambil menarik tanganku.

Pangestu adalah nama belakang dari suami Sofi, Anjar Pangestu, yang merupakan ketua dari acara reuni kali ini. Mereka menikah dua tahun lalu dan belum punya anak, kata Sofi dia menunda sampai kuliah S3 kelar. Nggak bosan kuliah kayaknya.

"Sayang, masih ingat sama Rana?"

"Masih lah. Kan sahabat kamu yang sudah meluangkan waktunya jadi tukang dekor kue tart pas kita nikah," jelas Anjar.

Sofi tertawa. "Hai, Ran. Apa kabar?" Anjar menyalamiku.

"Seperti yang lo lihat."

"Makin cantik dan sukses." Godanya.

Aku tertawa. "Gue aminin doa baik lo."

"Jadi kapan rencana nikah nih bos kue?" Tembaknya to the point. Sofi langsung melototi Anjar, sementara Anjar tertawa iseng. Pertanyaan yang sudah biasa kudengar, namun tetap kutanggapi biasa.

"Belum dapat yang berani langsung ketemu Mama nih. Lo ada stok teman nggak?"

"Gini nih kalau kebanyakan hias kue, laki-laki sudah kayak tepung di rak aja bahasanya."

Aku tertawa. Anjar, Sofi, dan aku memang cukup dekat semenjak SMA. Bahkan saat mereka menikah, aku termasuk jadi panitianya, selain jadi tukang dekor kue seperti yang dibilang Anjar tadi. Suasana jadi semakin ramai dengan datangnya anak-anak sekelas kami. Sibuk bercerita, lalu berfoto bersama dan setelah berbincang lama, aku memilih menepi untuk sekedar membeli makanan dan ingin mencari tempat nyaman sendiri. Oh, aku lelah berdiri.

"Rana kan?" Sapa seorang lelaki yang tadi namanya sempat disebut Sofi.

"Iyah, Akmal Ali Mustofa."

Dia tersenyum. "Boleh aku duduk di sini? Nggak ada yang marah kan?"

Aku menggeleng. "Duduk aja."

"Thanks".

Lalu kami sibuk dengan makanan dan minuman masing-masing. Tidak ada percakapan lain. Kulirik Akmal membawa sekotak takoyaki dengan katsuobushi double dan segelas es cokelat. Sementara aku, asyik memakan okonomiyaki dan tadi sempat membeli jus buah sirsak favorit jaman SMA. Sebenarnya aku dan Akmal tidak pernah sekelas, bahkan tidak pernah berbicara saat sekolah dulu. Agak aneh aja sekarang kami jadi duduk berdua seperti ini.

"Aku sudah selesai makan nih. Rana juga kan?" Tanya Akmal.

Aku mengangguk lalu membereskan makanan sisa yang akan kubuang ke tempat sampah nanti.

"Rana, mau langsung pulang?" Lagi, Akmal bertanya.

"Sepertinya begitu karena ada beberapa pesanan yang harus aku selesaikan." Berbicara dengan Akmal membuat aku ikut menggunakan aku-kamu.

"Laris manis yah, Rana."

"Terima kasih. Kamu juga lancar kerjanya yah."

Lalu aku melangkah meninggalkan Akmal sendiri.

"Rana, aku telepon nanti malam boleh?"

***

Tepat pukul 11 malam, Akmal selesai menelepon. Bukan, kami tidak berbicara lama. Tapi aku saja yang baru ada waktu untuk mengangkat teleponnya. Dan kami hanya berbicara sekitar tiga puluh menit. Bukan tidak tertarik, tapi sungguh aku lelah sekali karena mengerjakan orderan kue tart dan juga beberapa dessert untuk mengisi showcase di rumah kue milikku. Beruntungnya Akmal mengerti dari suaraku yang mulai serak. Dan sebelum mematikan telepon, Akmal sempat mengajakku untuk bertemu minggu depan. Apa Akmal tertarik padaku? Rasanya tidak mungkin, mengingat betapa sangat jauh sekali perbedaan diantara kami berdua.

Akmal itu selama sekolah tidak pernah terdengar memiliki pacar, the real laki-laki baik-baik, ketua OSIS, anak ROHIS, meskipun pintar dan cenderung kutu buku, tapi Akmal terkenal karena parasnya. He looks good. Seriously! Cuman memang kami berdua tidak pernah ada interaksi sekalipun.

Kalau dia mendekatiku, rasanya tidak mungkin. Aku bukan tipe dia banget sepertinya. Eh, memang aku tau tipenya Akmal seperti apa? Oke, aku mulai ngelindur. Waktunya tidur.

***

Seminggu kemudian

"Sudah lama, Rana?" Akmal mengagetkanku dengan langsung duduk tepat di hadapanku.

"Baru aja kok. Minuman pesananku juga belum datang."

Akmal mengangguk. "Aku ganggu Rana?"

Aku menggeleng. "Ganggu kenapa?"

"Karena Rana sibuk bikin orderan tapi malah aku ajak ke kafe."

Oh, Tuhan. Seret Akmal ke KUA sekarang boleh nggak sih? Dia idaman banget.

"Orderan sudah dihandle sama karyawan kok. Amanlah."

Akmal mengangguk lagi. Dia terlihat kikuk, entahlah, atau cuman perasaanku saja.

"Gimana kabar Mama Rana dan adik-adik?"

"Alhamdulillah, Mama sehat. Adik-adik juga. Keluargamu gimana?"

Aku nggak pernah tau tentang Akmal sebelumnya dan kali ini aku bersikap sok tau.

"Orang tua aku sudah dua tahun lalu meninggal dan aku punya dua orang adik perempuan. Alhamdulillah keduanya sudah bekerja juga."

Aku jadi tak enak hati. "Sorry yah. Turut berdukacita."

"Nggak papa. Rana nggak salah. Kan Rana belum tau tentang aku."

Aku tersenyum. Bisakah aku percaya ada laki-laki baik di dunia ini?

Lalu cerita kami mengalir begitu saja hingga senja menampakkan dirinya.

"Langitnya bagus. Rana suka senja?"

Aku mengangguk. "Aku suka senja, awan, langit, dan pelangi."

"Aku juga suka, sama Rana."

Eh???

***

Karena Because Selalu AlwaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang