1. Awalnya

428 31 0
                                    

"Lo pada kenal Raihan gak sih?"

"Hah? Raihan yang mana?"

"Raihan anak 10 IPS 3 itu loh."

"Oh iya, tau gue. Ganteng anjir, tapi sayang doi nakal."

"Nakal gimana?"

Bisikan-bisikan itu terdengar sangat jelas, hingga terdengar seantero kelas.

Untuk anak yang tergolong introvert dan tidak terlalu memiliki banyak teman, Sabrina merasa tidak perlu berkecimpung di pembicaraan semacam itu.

Pembicaraan yang hanya dimengerti oleh tipe-tipe anak populer yang pastinya bukan dia.

Miranda Aulia Sabrina.

Entah kenapa semua orang memanggilnya Sabrina, bukan nama depannya. Tapi dia tak masalah, selama hal itu tidak merugikannya.

Bisikan-bisikan itu semakin terdengar jelas, tatkala yang sedang dibicarakan masuk kedalam kelasnya.

"Anjir, anjir! Dia ngapain kesini?!" ucap teman kelasnya histeris.

Sontak seluruh temannya menoleh ke arah pintu.

"Ganteng anjirrrrr!" ucap yang lain histeris.

Sabrina hanya diam sembari membaca novel romansa yang baru saja dibelinya kemarin sore. Dia tidak -belum- tertarik dengan hal-hal berbau laki-laki dan sejenisnya. Baginya, cowok yang sempurna hanya ada di dalam novel dan tidak akan pernah ada di dunia nyata.

"Assalamualaikum! Pisang lumernya kak dek bu pak sekalian, Tiga ribu satu, lima ribu dua." ucap anak laki-laki yang baru masuk di kelasnya.

Mereka yang sedaritadi membicarakan Raihan pun berkumpul dan memborong habis pisang lumernya. Hal yang sangat tidak biasa karena jarang sekali teman-temannya memborong dagangan yang datang ke kelas.

"Wanjay, lain kali kalo gue jualan disini di borong lagi ya, cewek-cewek. Terima kasih atas perhatiannya, kurang lebihnya mohon maaf, wassalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh." ucapnya sebelum akhirnya pergi dari kelas X IPA 6.

Sabrina tidak tau wajah cowok itu seperti apa, tapi mendengar bagaimana banyolnya ucapannya tersebut, tidak heran banyak yang menyukainya.

"Dia lucu juga ya?" ucapnya pelan.

Dyah, teman sebangkunya yang baru selesai membayar pismer mendengar ucapannya, "hah? Siapa yang lucu? Raihan? Lo bilang cowok lucu? Akhirnya Sabrina!"

Sabrina yang sedang membolak-balikkan halaman novelnya sontak panik, "hah? Apaan? Enggak kok, ini karakter di novel gue."

Dyah yang tadinya bersemangat pun menggelengkan kepalanya heran, "Sabrina, Sabrina. Lo harus mulai fokus sama sekitar lo, Sab. Kita tuh udah SMA! Masa putih abu-abu yang orang bilang masa paling indah. Masa yang gak bakal bisa kita ulang lagi. Jangan fokus sama karakter fiksi terus! Gimana lo mau dapet cowok kalo gini?" Dyah menyahut gemas.

Sabrina pun menutup novelnya dan menatap sahabatnya, "gini ya, Dy, kita kan masih kelas sepuluh. Masih dua tahun lagi disini. Nikmatin aja dulu semuanya. Lagian, menurut kebanyakan novel yang gue baca, pacaran itu banyakan bikin sakit hatinya daripada bahagianya." balas Sabrina dengan sabar.

Dyah terdiam, lalu akhirnya membalas, "ya iya juga sih. Tapi lo harus rasain sensasinya. Gimana rasanya lo di deketin sama cowok, gimana rasanya lo ditembak, gimana rasanya jadian, gimana rasanya lo seneng karena cowok lo. Pokoknya pacaran tuh gak terus-terusan bikin sakit hati kali, lo aja yang nethink terus."

Sabrina menggeleng, "Gue bakal tetep suka sama novel romance, bakal tetep suka sama karakter bad boy di novel, bakal tetep suka sama jalan cerita orang yang lagi pacaran. Tapi buat ngerasain sendiri, kayaknya enggak dulu deh." tolaknya halus.

Dyah menepuk pundak Sabrina pelan, "lo cantik, Sab. Cantik banget. Gue yakin kalo lo membuka diri sedikit aja, lo bakal masuk jajaran cewek populer di sekolah kita." lanjutnya dengan semangat.

"Gue lebih nyaman gini, Dy. Gue gak masalah punya temen lo doang. Kalau lo ngejauh dari gue tuh baru masalah."

Dyah menghela napas seraya menepuk pundak Sabrina, "ya terserah lah.  Mau gimana pun lo, gue tetep bakal jadi temen lo yang nomor satu."

Sabrina sontak tersenyum, "makasih, Dy. Gue gak tau gimana jadinya kehidupan SMA gue kalo gak ada lo."

Entah karena terlalu banyak membaca fiksi remaja, atau karena lingkungannya, Sabrina merasa bahwa pacaran dan mengenal cowok adalah hal ke sekian yang akan dia lakukan dalam hidupnya.

Teman Sabrina memang tidak banyak, tetapi mereka selalu saling berkomunikasi. Dari teman-temannya itulah dia tau bahwa pacaran memang benar seburuk itu.

Awalnya para cowok akan mendekati, membuat kita merasa spesial, menjadikan kita satu-satunya. Tapi setelah itu? Kita ditinggalkan, lalu mereka akan mencari seseorang yang baru.

Siklusnya akan selalu seperti itu.

Buang-buang waktu saja, menurutnya.
Saat sedang memikirkan semua hal merumitkan itu, tiba-tiba saja perut Sabrina terasa melilit. Tanpa buang-buang waktu, Sabrina segera meninggalkan novelnya dan menuju ke kamar mandi.

Dyah terkejut, "Sab mau kemana?"

"Toilet!" ucapnya buru-buru.

Saat keluar kelas tanpa sengaja matanya menangkap sosok seorang cowok yang sedang berjualan pisang coklat.

Ganteng.

Ramah.

Agak berantakan, but not bad.

Tipe tipe bad boy kesukaan cewek-cewek.

Ya gak heran sih banyak yang suka.

Tanpa berpikiran lebih jauh, ia segera bergegas menuju toilet.

Selesai menyelesaikan urusannya, Sabrina lekas keluar dari toilet dan menuju kelas.

Tiba di depan kelas, dua orang anak laki-laki menghadangnya. Yang satunya membawa kotak yang berisi piscok, yang lainnya membawa sesuatu yang terlihat seperti dompet.

"Sorry nih ganggu. Mau beli pismernya gak? Sayang nih tinggal satu." tanya seseorang yang memegang kotak itu. Sabrina mengangkat kepalanya dan menatap tepat dimatanya.

Entah sejak kapan, kata-kata yang baru saja diucapkannya pada Dyah hilang begitu saja.

Dia memang harus lebih memperhatikan sekitar.

Dia tidak boleh menyia-nyiakan masa SMA nya yang berharga ini.

"Hai? Halo? Kok lo bengong?" tanyanya lagi.

"E-eh iya maaf. Boleh, tapi gue gak bawa duit sekarang." ujar Sabrina kaku.

Si cowok pembawa kotak nampak berpikir, "yaudah lo ngutang dulu aja. Bayarnya nanti."

Sabrina menolak, "eh gak usah. Gue gak mau ngutang."

Tetapi si cowok bersikeras memberikan pismernya kepada Sabrina, "gapapa, itung-itung penglaris. Kalo lo mau bayar nanti langsung ke kelas gue aja ya. Nih." dengan berat hati Sabrina menerima pismer tersebut.

"Thank you ya!" ucapnya sambil berlalu.

Sabrina masih terdiam di tempatnya, masih sulit bergerak. Entah kenapa jantungnya berdegup kencang. Dia merasa keringat bercucuran di wajah dan punggungnya.

"Oh iya gue lupa,"

Sabrina pun menoleh ke arah suara, "kalo mau bayar, dateng aja ke kelas X IPS 3 terus tanya aja yang namanya Raihan. Tenang aja, yang namanya Raihan cuma gue jadi gak bakal ketuker." setelah itu dia pergi.

Dyah, kayaknya gue suka sama orang deh...

|•|•|•|

Next?

Liefde in Stilte [New Version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang