Alasan Vanno

185 33 2
                                    

"Kak Vanny, ada kak Vanno tuh di depan," kata Inka masuk ke kamarku.

"Tunggu sebentar."

"Hai Vann."

"Umm... hai Vanno. Ada apa ya? Kalo lo mau bahas soal mentorin gue, gue udah terlanjur nyaman dimentorin Arman."

"Oh gitu ya, gue gak punya alesan buat bisa ke sini lagi dong," Katanya.

"Ha? Maksud lo?"

Mimik wajahnya menjadi serius, matanya cokelatnya menatapku, "Gue mau jelasin semuanya Vann, tentang Windi, tentang gue sama Arman yang se rumah, tentang mentorin lo, juga tentang perasaan gue.

"Tapi sebelum itu gue boleh minta minum dulu gak? Tenggerokkan gue seret, nih" Katanya memegang leher. Kampret. Udah serius padahal.

"Yaelah, kirain udah dapet minum."

"Lah, belom."

Sebelum aku pergi ke dapur, Bi Enah menghampiri kami sambil membawa dua gelas jus jeruk.

"Maaf Non, minumannya baru siap, Bibi teh tadi teleponan dulu sama keluarga di kampung."

"Iya Bi, gak pa-pa." Setelah itu Bi Enah meninggalkan ruang tamu.

"Gue mau jelasin. Jadi gini..."

*****

Aku masih mengingat penjelasan Vanno tadi sore. Ternyata Windi hanya bahan taruhan antara Vanno dan Arman. Jahat memang. Tentang ia serumah dengan Arman karena mereka se Ayah beda Ibu. Aku tidak percaya, karena Vanno dan Arman tidak punya kemiripan, bahkan di sekolah mereka tidak pernah bertegur sapa.

Alasannya, "Di rumah kita sudah Amikal. Di sekolah ngapain juga harus amikal?" Dan aku tidak mau ambil pusing lagi.

Dan yang paling tidak percaya, ia juga ingin mementoriku karena itu adalah alasan agar aku dan dia bisa berkomunikasi. Perasaannya, aku merasa senang karena perasaanku terbalaskan. Vanno, laki-laki yang aku puja selama ini, ia juga menyukai ku.

#31DaysWritingChallenge

28 Desember 2016

31 Days Writing Challenge #1 ✓Where stories live. Discover now