Sembilan

74K 1.4K 101
                                    

Maaf aku jarang sekali update. Maaf juga ini pendek. Makasih pokoknya yang selalu support Slut hehe. Ly

















"Jadi, kau juga tidak tau dimana Fanny?" Tanya Zeline pada Arfa yang malah fokus pada pekerjaannya.
"Aku sudah menjawabnya tadi, aku tidak tau." Arfa menutup laptopnya, kemudian mendongak. Wajah tampannya pun kini terlihat, dihiasi kacamata hitam yang justru menambah karisma Arfa.

Zeline tersenyum, "Apa kau tidak berminat mencarinya? Bukankah kau menyukai Fanny?" Tanya Zeline sambil melangkah mendekati meja kerja Arfa.

Arfa berdiri, ia balas senyum. Tipis.

"Aku tidak pernah mengejar orang yang tak mencintaiku.. Itu buang buang waktu," Ucapnya pelan. Ntah kenapa, Zeline terganggu oleh kalimat Arfa barusan.

"Kau menyindirku?" Tanya Zeline. Arfa mengedikkan bahu. Zeline berdecak,"Lalu aku harus berhenti? Tapi Oliver sudah terlalu jauh.."

"Terserah, aku tidak peduli,"

"Arfa.."

"Zeline, aku ada meeting,"

Arfa tersenyum tipis, Zeline berdecak kemudian keluar dari ruangan Arfa dengan perasaan kalut.

-

"Tunggu, apa maksudnya ini? Kenapa kau membawa Fanny?" Derrel terus bertanya seraya mengikuti Oliver yang menarik Fanny keluar dari rumah. Fanny sendiri diam, tak tau harus melakukan apa.

Oliver membukakan pintu mobil, lalu menyuruh Fanny masuk. Fanny diam, ia menatap Derrel dengan rasa bersalah. Tapi akhirnya, ia memilih masuk. Oliver menutup pintu mobil.

"Kau mau membawa Fanny kemana?" Tanya Derrel. Oliver senyum sinis, "Fanny milikku. Terimakasih sudah menjaganya dengan baik, adikku." Oliver menepuk bahu Derrel kemudian masuk ke dalam mobil, lalu menyalakan mesin dan melajukan mobilnya tanpa pamit.

Derrel diam. Memikirkan semuanya.

-

"Untuk apa kau membawaku? Kau seharusnya sudah bahagia dengan Zeline," Fanny menoleh pada Oliver yang sedang menyetir. Tatapannya tajam seolah ingin menelan Oliver hidup-hidup.

Tapi Oliver tak menggubrisnya, ia tetap fokus menyetir hingga akhirnya mereka sampai dirumah Oliver.

Fanny turun lebih dulu, menunggu Oliver. Lalu pria itu turun dan menarik tangan Fanny, membawanya masuk kedalam rumah.

"Oliver, aku tidak mengerti.. Sama sekali.." Lirih Fanny begitu keduanya sampai di kamar Oliver.

"Justru kau Fanny, kenapa kau tidak bilang kau bersama Derrel?" Oliver mendekat. Fanny mundur.

"Kau tau, aku mencarimu setiap hari,"

Fanny mundur lagi.

"Aku bahkan tak jadi menikahi Zeline karena.."

Oliver makin mendekat, Fanny mundur hingga akhirnya mentok ke tembok. Oliver menyentuh pipi Fanny.

"Karena aku sadar kalau aku mencintaimu, dan bukan Zeline." Oliver mengusap pipi Fanny dengan ibu jarinya. Ia tersenyum, ia merindukan Fanny sungguh.

"Omong kosong!" Bentak Fanny. Oliver terperanjat, ia tak pernah mendengar Fanny bicara sekeras itu.

"Dulu, kau berkata kau mencintaiku.. Tapi kau membiarkan aku jadi bahan taruhanmu. Lalu, aku pergi, tapi kau terus mencariku, kita bertemu lagi dan kau mengatakan hal sama, kau mencintaiku.. Tapi apa? Kau menghamili gadis lain dan kau memilih untuk menikahinya... Dan aku lagi-lagi memilih pergi.." Fanny menitikkan air matanya. Ia mengambil nafas panjang. Lalu menatap Oliver tajam. Sorot matanya penuh kebencian.

Love In Lust (PROSES REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang