menjadi tameng ketika panas

249 19 4
                                    

Hari senin, menjadi awal yang cukup menyebalkan. Banyak sekali anak sekolah yang benci hari senin, termasuk aku salah satunya.

Panas terik matahari di pagi hari begitu menyengat, aku membasuh keringatku yang ada di dahi. Sudah dua jam, dan kepala sekolahku memang terkenal sangat menyebalkan. Seharusnya aku sudah berada di kelas, tapi saat ini masih berada di lapangan karena dia terlalu lama memberikan amanat pada saat upacara.

"Kalian seharusnya sadar, sudah badannya besar, masa berdirinya di depan, seharusnya berdirinya di belakang jangan di depan." Aku langsung berdiri tegak saat mendengar ucapannya, aku menengok ke kiri dan kanan, yang berbadan besar dan diri paling depan hanyalah aku, oke, ini benar-benar! Dia pasti sedang menyinggungku. Dan setelah itu aku hanya berpura-pura tidak tau bahwa dia menyindirku. Yang aku lakukan hanya memasang wajah tanpa dosa.

*

Setelah mendengar ucapan Bu kepsek tadi pagi, sekarang aku hanya bisa menunduk malu saat berjalan di koridor kelas 12 A, kelasku masih jauh dari koridor ini, karena kelasku adalah 12 D, kelas 12 terakhir yang ada di sekolah ini. Kelasnya para murid terbuang dan paling bodoh. Dan lebih sadisnya aku termasuk murid terbuang di sekolah ini, sungguh menyedihkan.

"Woy lo! anak kelas D." Aku hafal suara ini, suara mantan ketos (ketua osis).

Aku menoleh, ternyata benar. Dia ada di sana, di depan kelasnya: kelas 12 A. Radit berdiri dengan tegak sambil tersenyum, senyumannya manis, seperti gula merah asli dari jawa.

Aku menengok ke arahnya, bahkan aku mengangkat tanganku sangat tinggi, agar dia tau bahwa aku mendengar dia memanggil diriku.

Dia tersenyum lagi, bahkan kali ini dia berjalan ke arahku. Aku memasang senyum yang sangat lebar. Namun dia malah melewatiku begitu saja. Saat aku menengok ke belakangku ternyata ada Diana, teman sekelasku. Aku lupa bahwa masih ada Diana, perempuan paling cantik di kelas D. Entah kenapa Diana bisa masuk ke kelasku, karena setauku hanya dia perempuan paling cantik dan benar di kelasku. Seharusnya dia masuk kelas A, entah kesalahan siapa sampai dia masuk ke kelas D.

"Lo, anak kelas D kan? Bu Mini nyuruh gue bilangin ke anak kelas D kalo mereka disuruh nyiapin pensi (pentas seni), kalo bisa secepatnya soalnya pensi sebentar lagi. Dan gue harap lo bisa diandalkan," aku mendengar Radit berkata seperti itu ke Diana, dan yang bodohnya lagi tanganku masih terangkat sangat tinggi,  aku malu! Aku menurunkan tanganku secepatnya lalu meninggalkan mereka berdua.

*

Saat memasuki kelas, aku dibuat kesal lagi oleh kelakuan teman sekaligus musuhku. Dia Lana,  perempuan mungil pembuat masalah di kelas dan dia paling suka menyusahkan aku. Percayalah dia manusia terunik yang pernah menjadi temanku.

"Gue minta maaf, gue nggak bakal minta lo berdiri di depan lagi ketika upacara," yap! Memang Lana yang memintaku untuk berdiri di depan ketika upacara, dia mempunyai asma dan kadang suka kambuh kalau lagi upacara, jadi aku harus berada di depan menggantikan dirinya yang berada di urutan belakang,  karena jika dia pingsan ketika upacara,  petugas pmr (palang merah remaja)  tidak susah membawanya ke uks.
"Lo boleh minta maaf ke gue,  tapi nggak pake ginian juga kali!" aku membuang bunga tujuh rupa yang Lana susun berbentuk love di atas mejaku. Dia hanya nyengir, dan itu membuatku semakin kesal dengan Lana.

Dia memang unik, tapi ini berlebihan, sumpah! Lana itu keterlaluan. Bagaimana bisa dia meminta maaf dengan bunga tujuh rupa yang dia bentuk love di atas mejaku, dia ingin meminta maaf atau ingin menyantetku?

"Sorry Bel, gue nyesel udah naroh bunga di atas meja lo, tadinya gue mau beli bunga mawar, tapi karena bunga mawar mahal jadinya gue beli bunga tujuh rupa, gapapa sih bel bunga tujuh rupa juga warnanya merah kayak mawar."

"Woy gendut, sekarang gue yang piket! Kenapa lo naburin bunga di lantai begini, bersihin nggak! Kalo nggak gue bilangin Bu Mini kalo lo yang suka nyampah di kelas, lo cukup gendut aja, nggak usah ngeselin!" selain Lana, ada lagi satu pengrusuh yang selalu bikin masalah, dia Dita, perempuan kerempeng dan bawel. Dan aku tidak akan membuat masalah dengannya, karena aku benci mendengar kebawelannya.

"Iya, gue piketin lagi nih, lo nggak usah banyak bacot, minggir lo," aku mengambil sapu yang berada di pojokan kelas, lalu menyapu semua bunga yang berserakan di bawah lantai, sampai akhirnya semua bunga itu telah masuk ke dalam tong sampah.

***

Maaf banget ya kalo dikit partnya dan juga telat nge-postnya. Jangan lupa like dan komentar, dan terimakasih 700 pengikutnya.

I'm very happy, yeay!!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 21, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Fat? ProblemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang