Shelter #1

5.6K 417 8
                                    

Uap udara keluar dari mulut Kuroko Tetsuya ketika jendela kamar dibuka. Suhu udara mulai mendingin di pertengahan bulan November. Mungkin akan mencapai minus nol derajat celsius saat malam Natal nanti. Ia menutup jendela lalu berjalan pelan menuju kasur king size yang terlihat ada gu ndukan cukup besar di balik selimut.

Pemuda itu memilih duduk di pinggir kasur. Tangan kanannya perlahan menyentuh wajah seseorang yang tertidur lelap dengan wajah menghadap ke arahnya. Ibu jarinya mengusap pipi dari wajah tampan itu.

Tiba-tiba ia merasa sebuah tangan memeluk daerah pinggang hingga tubuhnya kehilangan keseimbangan. “U-um, Sei-kun, apa aku membangunkanmu?” tanya Tetsuya sambil mengangkat sedikit wajahnya untuk melihat wajah lawan bicara.

“Hm, tidak juga. Ayo tidur lagi. Masih tengah malam, kan?” ajak pemuda lain bernama lengkap Akashi Seijuurou tanpa membuka mata.

Tetsuya tersenyum. Ia mencium ujung hidung Seijuurou. “Lepaskan tanganmu, aku tak bisa bergerak,” pintanya.

Hai, hai.” Tangan Seijuurou pun melepas pelukannya seraya mengikuti Tetsuya yang ingin berbaring di sisi kirinya sehingga mereka saling berhadapan. Kedua matanya terbuka perlahan. Memperlihatkan iris mata seindah batu mulia ruby. Pemuda itu menempelkan dahinya pada dahi Tetsuya. “Jangan tidur di sofa lagi. Aku tidak suka,” ucapnya dengan nada menyesal.

Pandangan Tetsuya mulai tidak fokus. Dirinya tahu kalau air mata mulai menggenangi kedua matanya. Daripada membuat Seijuurou makin merasa bersalah, ia memilih menyembunyikan wajah di dada kekasih yang sudah dikencaninya selama kurang lebih empat tahun.

Ya. Sore ini sekitar jam tujuh, mereka sempat bertengkar. Walau hanya Seijuurou yang marah-marah (baca: membentak) dan Tetsuya tidak melawan sama sekali.

Tetsuya paham, alasan kenapa Seijuurou membentaknya. Mungkin karena kelelahan atau ada masalah di tempat kerja part time-nya aka perusahaan keluarganya sendiri, yaitu Akashi Corporation. Namun pertengkaran sore ini adalah pertengkaran terburuk yang pernah mereka alami.

Jujur saja Tetsuya sangat sakit hati ketika teh susu buatannya malah berakhir di atas lantai. Disampar hingga cangkir dan piring kecilnya tak berbentuk sama sekali. Padahal Tetsuya hanya ingin menenangkan Seijuurou seperti biasanya. Namun yang ia dapat justru membuatnya ingin kembali ke rumah orang tuanya dan menyudahi hubungan mereka. Demi menyelamatkan dirinya sendiri, baik tubuh maupun mental yang semakin lama semakin hancur.

Memang Seijuurou belum pernah melakukan tindak kekerasan. Tapi Tetsuya tidak bisa tahan jika terus dibentak, dimarahi, disalahkan. Meskipun ingin menyerah, dirinya justru tak bisa meninggalkan Seijuurou sendirian. Jauh dalam lubuk hatinya, Tetsuya masih berharap hubungan mereka kembali menghangat seperti dulu.

Dengan berat hati, Tetsuya berniat untuk tidur di sofa saja malam ini. Ia tak ingin kekasihnya itu berucap keputusan yang buruk dan menyesalinya kelak. Satu jam kemudian, Seijuurou yang pikirannya mulai mendingin pun meminta maaf. Bahkan dirinya sampai mengeluarkan air mata. Tetsuya luluh dan menurut sehingga mereka bisa tidur di satu kasur seperti sekarang.

Oyasumi, Tetsuya,” ucap Seijuurou lirih.

Oyasumi, Sei-kun.” Tetsuya menutup mata ditemani harum clean winds dari tubuh sang kekasih. “Ii no nioi...”

To Be Continued

Bye Bye, My ShelterWhere stories live. Discover now