4. Kiss and Confession

32 1 3
                                    


Wajahku dan Jeno hanya terpaut beberapa inci saja, sebelum kami terbawa suasana dan otomatis memejamkan mata...

Ia menciumku. Tepat di bibir. Tidak memerlukan waktu yang cukup lama, karena aku lah yang melepaskannya. Aku menatapnya kaget.

"Jeno?!" Seruku sambil tetap berada dalam posisi semula. "Mengapa? Apa maksud dari... Itu...?"

Jeno tersenyum, "Yah, aku menyatakan sesuatu hal dalam adegan tadi."

A... Adegan, katamu?!

"Apa?"

"I love you, Namhee-ya." Ia menggeleng sambil tersenyum dan dengan mukanya yang masih berada persis di depanku. "Maksudku, saranghae."

Mukaku memerah. Aku tidak tahu harus menjawab apa. Mulutku terbuka perlahan untuk bertanya, "Um... Sebagai sahabat?"

"Tidak. Aku seperti sudah tidak menganggapmu sahabat lagi."

Hatiku hancur mendengarnya mengucapkan kata-kata itu. Hah, lalu apa?

"Yah, aku cinta kamu. Namhee. Tetapi, sebagai orang yang paling kusayang. Lebih dari teman, dan lebih dari persahabatan sejati kita.

"Kau tahu? Salah satu wish-list seumur hidupku adalah untuk pergi ke suatu tempat yang kusuka bersamamu! Iya, orang yang amat kucintai."

Aku ternganga, "Aah... Begitu pula denganku, Jeno. Aku, kan, sudah mengatakannya kepadamu waktu itu."

Hening beberapa menit. Jeno pun berpindah posisi dan duduk di sebelahku, di bagian lain tempat tidurnya.

"Jeno-ya."

"Mwo?"

"Tolong... Jelaskan kepadaku siapa Heejin itu. Kalau kau memang tulus dengan perasaanmu."

Jeno menjelaskan kepadaku bahwa Heejin yang tadi adalah anak dari teman dekat ibunya Jeno. Memang, aku belum pernah diceritakan olehnya. Ia tidak menceritakan karena ia tidak mau hubungan kami hancur, karena masalah kecemburuan. Dan ternyata, Jeno tidak menunjukkan perasaan suka atau tertarik, atau bahkan menyukai Heejin itu. Tetapi sebaliknya, Heejin-lah yang memulai segalanya duluan. Seperti dengan sengaja berskin-ship dengan Jeno atau apalah. Memang dasarnya orang Barat atau orang keturunan Barat ada agresif-agresifnya, sih.

Jeno menganggapnya hanya teman, tetapi Heejin menginginkan lebih. Kurang lebih seperti itu. Dan tadi, bukan berarti Jeno membuatku cemburu dengan sengaja. Akan tetapi, sebenarnya, ketika awal Jeno dikenalkan dengan Heejin, saking bingungnya ia harus bagaimana menghadapi perempuan macam ini, maka ia tetap bersikap baik kepadanya, karena sekalinya Heejin tidak mendapatkan apa yang ia inginkan, maka ia akan berteriak dan mengadu ke ibunya. Maka menurutku, itulah skenario terburuk apabila Jeno tidak mengindahkan apa yang gadis Barat itu inginkan. Agak seram dan terdengar gila, memang.

Usai mendengarkan penjelasannya, aku terbatuk, dan pusing mulai hinggap di kepalaku.

"Ekhm! Ekhm! Aduh.... Sakit...," lirihku sambil berusaha berbaring kembali.

"Kepalamu sakit, ya?" Tanya Jeno khawatir. Aku mengangguk lemah.

"Sial, kita tidak punya obat!" Dengus Jeno, kemudian ia berbaring di sebelahku dan memakaikanku jaketnya.

"Namhee... Maaf, obatnya tidak ada. Kau tahu, apotek di daerah sini yang terdekat sangatlah jauh. Aku juga tidak tahu mengapa. Ah, salahku juga.... Maaf, Namhee. Untuk pengganti obatnya, kau boleh tidur dalam dekapanku."

"S-serius?"

"Iya..."

Aku pun mendekatkan badanku ke badannya, dan ia merengkuhku dengan lengannya. Ia memelukku. Walau masih sakit, tetapi setidaknya aku merasakan suatu kehangatan yang amat spesial.

Aku membisikkan sesuatu ke Jeno, masih dalam kondisi mata terpejam, "Jeno-ya.. Sebenarnya, kalau dalam hukum... Untuk umur 16 tahun seperti kita tidaklah wajar untuk tidur seperti ini.."

Jeno mengangguk pelan dan menjawab, "Iya, aku tahu. Tetapi, keadaanmu sedang seperti ini dan aku tidak rela melihatmu menderita begitu. Yah, walau hanya pusing sedikit, tetapi kau, kan, sungguh lemah kalau sudah terjangkit penyakit apapun. Lagipula... Orangtua kita sudah percaya, kok. Masa, kau lupa? Aku juga berjanji tidak akan melakukan hal-hal yang aneh kepadamu sebelum 'waktunya'."

"Waktunya? Mak... Maksudmu? Ah, ya, dan kau... Kau telah mencuri first-kiss ku, Jeno. Bukan di pipi dan di dahi lagi. Tetapi di bibir! Betapa malunya aku... Dan tentunya itu termasuk salah satu dari 'hal-hal aneh' itu, kan?"

Aku merasakan Jeno yang menggeleng. Ia berkata, "Bukan. Hal aneh itu... Contohnya... Hm, apa perlu aku sebutkan? Baiklah, contohnya itu seperti mandi bersama, melakukan 'itu' denganmu, atau apapun yang berhubungan dengan fisik dan intim. Tetapi, Namhee. Untuk membayangkannya saja aku tidak bisa, apalagi melakukannya. Walaupun hormon ku sedang tinggi-tingginya, tetapi aku tetap bisa menjaga diri dan nafsu. Karena aku tahu, ada hal lain yang lebih penting dari itu."

"Hmm? Apa?"

"...kamu."

--

(( uwohhh kok kayaknya chapter ini agak lame ya... Yasudahlah. Want to fill ur heart with banyak hal yg bisa bikin baper<3 ))

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 21, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

I LOVE YOU -Lee Jeno fanfic-Where stories live. Discover now