"Bagaimana, kau mau menjadi pembantuku, Sin Hauw? Kau mau bekerja untuk istana dan negara?"
Sin Hauw menggigit bibir. Keesokan harinya dia sadar dan Coa-ongya sudah ada di depannya, dia ditanya namun belum menjawab. Dan ketika sang pangeran mengulang lagi dan Sin Hauw mengerutkan kening maka pemuda itu menjawab, membalas pertanyaan dengan pertanyaan pula,
"Kenapa aku tak dibunuh? Mana senjataku?""Ah," sang pangeran tertawa. "Aku tak berniat membunuhmu, Sin Hauw. Justeru ingin mengambilmu sebagai pembantu."
"Tapi golokku kau rampas. Dan kau curang!"
"Nanti dulu! Curang bagaimana, Sin Hauw? Bukankah baik-baik aku menawanmu sini? Lihat, kau segar-bugar. Kau mendapat makan minum cukup dan kami tak melukaimu!"
"Hm, tapi sikapmu melukai perasaanku, pangeran. Kau melindungi dan membela Kwi-goanswe!"
"Tentu saja. Dia pembantuku, Sin Hauw. Siapapun harus kuljndungi kalau ia pembantuku! Sekarang jawab pertanyaanku maukah kau bekerja disini dan menjadi pembantuku!"
"Disini ada Kwi-goanswe!" Sin Hauw tak senang. "Kau tak dapat mencampur dua seteru, pangeran. Dia harus kubunuh karena berhutang dua jiwa!"
"Hm, persoalanmu sudah kuketahui," sang pangeran mengangguk-angguk. "Urusan itu sebuah kesalah-pahaman, Sin Hauw. Kau tak dapat menuntut Kwi-goanswe karena sesungguhnya ia tak bersalah!"
"Bagus, membunuh jiwa orang tak bersalah, pangeran? Melenyapkan nyawa orang kau anggap benar?"
"Aku tahu," sang pangeran tersenyum. "Masalah ibumu telah kudengar, Sin Hauw. Dan sesungguhnya masalah itu telah diselesaikan. Ibumu bukan dibunuh Kwi-goanswe melainkan secara tak sengaja terbunuh oleh pengawalnya. Aku telah mendengar itu, dan Kwi-goanswe juga telah membunuh pengawalnya!"
"Bukan hanya ibuku!" Sin Hauw mengetrukkan gigi. "Enciku juga dibawanya, pangeran. Dan mungkin telah dibunuhnya!"
"Ha-ha, Hwa Kin?" sang pangeran tertawa bergelak. "Lagi-lagi kau salah, Sin Hauw. Encimu masih hidup dan tidak diapa-apakan!"
Sin Hauw terkejut.
"Kau tidak percaya?"
Pemuda ini bersinar-sinar. "Kau barangkali benar, pangeran. Tapi juga barangkali menipuku. Aku jadi ragu atas pernyataanmu ini!"
"Ha-ha, kalau begitu boleh kubuktikan. Tapi bagaimana kalau betul? Bagaimana kalau aku tidak bohong? Maukah kau menjadi pembantuku dan bekerja disini?"
Sin Hauw ragu.
"Lihat, aku telah bersikap jujur, Sin Hauw. Tinggal kau dapat mengimbangi atau tidak. Aku jamin bahwa encimu masih hidup dan selamat hingga saat ini!"
Sin Hauw tergetar. Kalau sang pangeran sudah berkata seperti itu dan dia dapat membuktikan bahwa encinya masih hidup tentu saja dia girang. Berarti dendamnya berkurang dan dia sedikit terhibur. Tapi bagaimana dengan ibunya? Haruskah dia diam saja karena betapapun ibunya telah terbunuh? Dan disitu ada Kwi-goanswe. Dia akan berkumpul dengan orang yang tidak disenangi ini dan Kwi-goanswe adalah orang yang telah menyebabkan ayahnya terbunuh. Jadi soal itu akan merepotkannya karena betapapun dia harus menuntut baias, meminta tanggung jawab, Dan ketika Sin Hauw tertegun dan juga ragu atas penawaran ini maka pangeran yang tampaknya dapat membaca pikirannya itu berkata, lagi-lagi membujuk,
"Apa yang kau pikirkan aku tahu, Sin Hauw. Sungguh sayang bahwa kau masih membawa-bawa persoalan ayahmu. Kwi-goanswe tak membunuh ayahmu itu, justeru dia diculik dan akhirnya dibawa teman-temannya sendiri!"
"Teman-temannya siapa?"
"Siapa lagi kalau bukan pengikut Chu Wen yang bodoh itu? Memang ayahmu dibawa ke kota raja, Sin Hauw. Tapi di tengah jalan diculik dan dibawa lari teman-temannya sendiri!"

YOU ARE READING
Golok Maut - Batara
General FictionGIAM-TO (Golok Maut) dikenal orang pada jamannya Lima Dinasti. Waktu itu Tiongkok Utara kacau, kerajaan Tang baru saja tumbang. Dan ketika kekalutan serta pertikaian masih mendominasi suasana maka daerah ini seakan neraka bagi kebanyakan orang. Li K...