4

46.4K 6.7K 1K
                                    

Meski semuanya telah berubah, masa lalu tetap akan seperti itu.

***AQUA WORLD***

Jikalau logikaku tergerak untuk memikirkan kenyataan ini sebelum kejadian ini berlangsung, mungkin hal yang kupikirkan adalah...

Bodoh, jumlah air di bumi tidak sebanyak itu. Bahkan jika seluruh es di kutub mencair menjadi air. Tidak akan mungkin bisa menenggelamkan seluruh dataran yang ada di bumi ini.

Tapi, kenyataan begitu pahit.

Air menenggelamkan seluruh kota, seluruhnya. Bahkan aku yang berada di lantai 70 sekalipun. Air sudah mulai naik menggenangi atap apartemen, masih semata kakiku, dan akan terus naik. Aku memprediksikan waktu sekitar 30 detik sebelum tempat ini tenggelam sepenuhnya.

Mungkin aku bisa mengapung untuk sementara waktu, tapi aku tahu..., akan ada masanya dimana aku kelelahan dan tenggelam.

Tidak ada apapun yang kulihat dari atas atap apartemen selain lautan yang membentang tanpa ujung, refleksi awan-awan yang bergumpalan dari atas dan sebagian bangunan tinggi yang tenggelam di bawah sana (hanya terlihat sedikit karena jernih, dan tidak terlihat karena matahari ditutup oleh awan). Memang, apartemen yang kami tinggali adalah bangunan tertinggi di kota ini.

Tidak ada lagi tempat perlarian, tidak ada lagi tempat untuk bertahan.

Aku harus melakukan sesuatu.

Aku harus...melakukan sesuatu.

Aku merongoh sakuku, mencari-cari benda yang mungkin bisa kugunakan.

Pemantik, pil kenyang... hanya itu?

Gelisah melihat air yang sudah naik hingga betisku, pandanganku menelusuri atap. Semoga saja ada kayu atau apapun yang berguna di sini.

Aku memekik bahagia saat mengeluarkan kantong kecil berwarna kuning yang diikat tambang, mengapung terombang-ambing di tengah atap. Kantong itu lebih besar dari smartphone zaman dulu (pernah menjadi topik heboh karena munculnya issue geniousphone-sebuah situs mempopulerkan istilah ini untuk candaan belaka).

Kantong itu adalah Rescue Rubber Boat, yang jika dibuka, maka kantong akan menarik udara di sekitarnya dan membuatnya menjadi sampan karet darurat. Satu-satunya hal yang membuat ukuran kantong itu besar adalah tambang sepanjang 1,5 meter yang diikat diluar kantong. Hanya perlu melepaskan tambang itu untuk membuatnya bekerja.

Aku langsung membukanya begitu mengingat bagaimana cara membuka alat itu. Butuh waktu 10 hingga 15 detik agar udara benar-benar terisi penuh. Setidaknya waktuku cukup sebelum bangunan apartemen berlantai 70 ini benar-benar tenggelam sepenuhnya.

Takut sampan karet itu terhempas air, aku buru-buru memegangi tali tambang (yang biasanya digunakan untuk diikat di parkiran atau diikat di kuda nil, juga tambang yang tadi kulepaskan agar alat ini bekerja). Saat air sudah sampai seperut, aku buru-buru naik di atas sampan.

Air naik dan semakin naik, aku bisa merasakan itu ketika naik di atas sampan. Aku memperhatikan semuanya, bagaimana air itu menenggelamkan bangunan terakhir yang terlihat di kota.

Tidak ada apapun yang terlihat, selain bentangan laut yang luas di depanku.

Aku terus mengamati dasar 'laut baru' yang ada di bawah sana. Aku bisa melihat dasar meskipun samar-samar. Apalagi batu putih yang tersusun memanjang di bawah sana yang biasanya menjadi tempat penanda bahwa jalan akan mulai menurun.

Aku bisa melihat bagaimana pohon buatan itu tenggelam (sebenarnya mengapung, tapi ditahan oleh ikatan tali) oksigen-oksigen dilepaskan di dalam air dan membuatnya bergelembung, bagaimana semua kendaraan yang diikat, mengapung tenang di bawah sana.

AQUA WorldΌπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα