tak mungkin

1.5K 75 0
                                    

Mendengar ucapan itu, aku menengok ke belakang dan mendapati kakak yang sedang memasang muka tidak suka. Sungguh, aku tak pernah melihat muka itu.

"Sudahlah Kuba! Jangan ungkit masa lalumu!" Seru nenek keras. Aku bingung sekali. Ada apa?

Bruk!

Pintu rumah terbuka lebar. menampilkan dua orang yang pernah ku temui waktu itu.

"Gawat! Orang itu.. Orang itu sudah akan memulai besok! Setidaknya kita bergegas!" Pria Berambut Merah, sebutan yang bagus untuknya. Semua terbelalak kaget. Aku biasa saja karna instingku sudah memberitahuku lebih dulu.

"Kalau begitu kau harus izin tidak masuk Kana!" Suruh nenek. Aku mengangguk. Aku berteleportasi dari rumah ke sekolah dengan air. Kazaki pernah mengajariku.

Di sekolah, aku langsung ke ruang kepala sekolah.

Tok! Tok! Tok!

Setelah ada seruan dari dalam, aku masuk. Pak Steven menyuruhku duduk.

"Ada urusan apa kemari?"

"Maaf pak. Mungkin ini berita buruk yang kecil dan besar. Yang kecil, aku tak bisa sekolah selama beberapa hari, entah kapan aku bisa sekolah lagi. Yang besar, aku tidak bisa sekolah karna perang akan dilaksanakan besok," ucapku tegas.

"Sudah kuduga. Kau akan kuliburkan. Seluruh murid akan dikerahkan untuk perang. Malam ini kau akan belajar denganku bersama yang lain. Nara, Kaeba, dan Kanbu akan ikut latihan bersama mu," suruh pak Steven. Aku mengangguk cepat. Tak lama ada suara pengumuman, setelah itu datang Nara, Kaeba, dan Kanbu. Aku mengantar mereka ke rumah.

Sesampai dirumah, kami langsung latihan bersama kakak dan Kashi yang ikut berlatih.

"Sekarang kita membagi tugas! Sino! Kau ajarkan Nara! Chikuma! Kau ajarkan Kanbu! Fuchida! Kau ajarkan Kashi! Kuba! Kau ajarkan Kashi! Aku akan melatih Kana! Cepat!" Seru Kazaki lantang. Mereka mulai membagi tempat berlatih. Aku harus fokus pada latihanku.

"Kana. Sekarang coba kau latih lagi kekuatanmu itu menggunakan pikiranmu," seru Kazaki. Aku mengangguk lalu mengambil daun dan ditaruh di depanku. Aku duduk.

Konsentrasi. Jangan gegabah. Kosongkan fikiran. Fokus pada titik inti. Alirkan ke pikiran. Jangan tegang. Pusatkan di pikiran. 

Aku melakukan hal yang sering aku lakukan. Mata ku masih tertutup. Semua berjalan lancar. Aku tak pusing lagi.

"Bagus. Sekarang untuk ke level berikutnya kau harus memberikan tanda,"

"Tanda?" Tanyaku bingung. Aku tidak mengerti sama sekali

Kazaki mengeluarkan sebuah gulungan kertas yang muncul setelah ada pusaran air ditangannya. Aku sudah tau itu. Itu diajarkan di sekolah.

"Gulungan ini adalah salah satu syarat untuk bisa mencapai level tiga. Disini tertera sembilan nama orang yang telah mencapai level tiga. Kau adalah yang ke sepuluh. Dimana setiap angka yang berakhir nol akan menjadi pangeran atau putri pengendali campuran. Giliranmu menulis namamu disini sebagai putri pengendali campuran pertama," jelas Kazaki. Aku mengangguk.

"Untuk menulisnya, kau harus menggunakan darahmu sendiri untuk menulis," aku mengangguk lagi.

Aku menggigit ibu jari ku. Dengan begitu, darah akan keluar. Setelah keluar, aku langsung menulis namaku.

"Jika kau sudah menulis namamu secara vertikal, beri garis lurus dari sejajar dengan namamu seperti pendahulumu itu," aku mengangguk dan langsung ku lakukan. Setelah selesai, gulungan itu berubah menjadi air dan masuk ke tangan Kazaki. Aku masih duduk.

"Sekarang coba kau rasakan energi alam. Pejamkan matamu. Rasakan energi alam. Kosongkan pikiranmu. Maka kau bisa bekerja sama dengan alam," Kazaki menjelaskan dengan singkat. Sebelum aku memulainya, aku melihat yang lain sedang bersusah payah latihan.

Aku mulai memejamkan mata.

Kosongkan fikiran. Rasakan apa yang ada di sekitarmu.

Aku terus fokus. Aku merasakan ada sesuatu yang menanyaiku. Seperti sedang bertanya namaku. Aku menjawab dalam hati. Kana Otsura Mizu.

Setelah menjawab, aku merasakan sesuatu masuk ke dalam diriku. Kekuatanku bertambah. Tiba tiba saja aku pusing dan merasa seperti ada yang menolak energi alam itu.

"Ka-za-ki. I-ini b-be-gitu s-sakit," ucapku terbata-bata sambil menahan sakit yang luar biasa ini.

"Sepertinya Mizo tak menerimanya. Sekarang tahan dan keluarkan lagi energi itu sebelum kau pingsan selama dua hari," seru Kazaki. Aku mengangguk.

Ku keluarkan energi alam dari diriku. Rasa sakitnya berkurang, tapi masih sakit.

Lalu, aku jatuh pingsan.

Aku membuka mataku. Disini diruangan yang gelap sekali. Aku mencari cahaya terang.

Setelah melihat ada cahaya terang, aku berlari menuju cahaya itu. Semakin dekat, semakin ada perasaan tidak enak. Entah pertunjukan apa lagi ini.

Setelah sampai, aku melihat sebuah sel raksasa. Di dalamnya ada serigala raksasa yang terbentuk dari air sedang dirantai.

"Aaauurrrggghh," teriaknya.

"Siapa kau?" Tanyaku.

"Aku? Seharusnya kau sudah tau," jawabnya dengan suara kasar.

"Apa kau Mizo?"

"Yah, begitulah,"

"Aku sudah mendengar tentang mu,"

"Kalau begitu, bebaskan aku, maka kau akan kuat,"

"Tidak! Dan tidak akan pernah sampai aku memerlukanmu!"

"Di saat perang?"

"Entahlah,"

"Kau harus,"

"Kenapa?"

"Aku memiliki dendam dengan kepala keluarga Ni itu. Dia lebih dari kata benci di hatiku. Masa lalunya denganku begitu buruk,"

"Bisa kau ceritakan?"

***
Bersambung...
Maaf kalo lama update-nya.
Maaf juga kalo banyak typo..

Empat Kekuatan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang