Mizo

1.5K 76 0
                                    

"Mungkin kau pernah melihat kejadian itu di mimpi,"

"Ya,"

"Sebenarnya, setelah hal itu, ketua Keluarga Ni sekarang mencoba mengeluarkanku dengan apinya itu. Kamu dicuri olehnya. Lalu ia mencoba membuka segel kakaknya. Aku hampir keluar. Setelah setengahnya keluar, dia senang sekali. Saat itu pula, dia menyerangku. Mencoba membunuhku. Aku akan membalas perbuatannya yang telah merusak ekor yang bagus ini," cerita Mizo sambil memperlihatkan ekor birunya.

Ekornya hangus dan banyak bekas goresan luka yang belum hilang. Keterlaluan sekali orang itu. Hanya karena kakaknya meninggal ulahnya sampai menyeramkan begitu. Alasan yang bagus. Tapi,

"Bukankah ia sudah meninggal?"

"Memang. Tapi, anaknya juga tak terima,"

Aku mengangguk.

Aku terbangun.

Aku sudah ada di kamarku. Aku segera duduk.

"Kana! Kau sudah bangun?" Tanya Nara.

"Hmm,"

"Apa yang sakit?" Tanya nenek.

"Hanya pusing,"

"Sepertinya itu akibat Mizo memanggilmu. Apa kau sudah bertemu dengannya?" Tanya Kazaki.

"Ya. Dia memberitahukan padaku sesuatu,"

"Apa itu?" Tanya Kazaki.

"Mungkin aku akan menunggu waktu yang tepat," jawabku sambil menunduk.

"Kami menunggu," balas Kazaki. Aku mengangguk.

Aku dan yang lain berjalan ke luar.

Aku berlatih lagi setelah makan. Aku terus memikirkan tentang mimpi tadi. Kenyataan yang, entahlah. Aku tidak tau yang pasti.

'anak muda, coba kau lakukan lagi seperti saat kau latihan. Aku akan menerima energi itu,' itu suara Mizo.

Aku mengangguk.

"Kazaki, aku akan mencoba yang tadi. Mizo sudah mau menerimanya," seru ku. Kazaki mengangguk.

Aku duduk di atas rumput. Aku memejamkan mataku.

Kosongkan fikiran. Konsentrasi. Rasakan apa yang ada di sekitarmu.

Ku rasakan energi yang sejuk masuk ke dalam diriku. Sejuk sekali. Aku yakin kalau sekarang bajuku tengah tertiup angin lembut dari segala arah.

Aku membuka mataku.

"Pukul lah batu ini," seru Kazaki sambil menunjuk batu besar yang tiba tiba muncul itu.

Aku fokuskan kekuatanku di tangan. Lalu, aku pukul batu itu. Batu itu sepertinya sama besarnya dengan pohon beringin pendek. Setelah bertemu dengan tanganku, batu itu pecah berkeping keping lalu menghilang.

"Sudah?" Tanyaku.

"K-kau?! Begitu mudahnya menghancurkan batu keras ini?! Bahkan aku harus menggunakan kekuatan lebih untuk membuat batu itu seperti sekarang," seru Kazaki.

"Aku hanya melakukan apa yang harus aku lakukan,"

Kazaki langsung menghilang. Kemana dia?

Aku merasa ada seseorang yang hendak menyerangku dari belakang. Spontan, aku menangkis serangan cepat kilat itu. Tapi serangan itu seperti lamban. Sama seperti saat di rumah Kanbu waktu itu.

"Refleks yang bagus," seru Kazaki.

"Gerakanmu lamban," seruku.

"Itu menurutmu yang melihatnya dengan matamu itu. Sedangkan yang lain mungkin mengira ini adalah serangan tercepat. Ini adalah serangan paling cepat milik ku," jelas Kazaki. Aku tak peduli dia bicara apa, sekarang, aku sedang melihat ke arah kakak yang sedang istirahat bersama Kashi.

Apa sebenarnya yang ia sembunyikan dariku? Kenapa ia menyembunyikannya? Argh! Sudahlah. Aku pusing.

Aku tak menyadari kalau Kazaki memanggilku terus. Aku menengok melihatnya.

"Apa?"

"Kita istirahat dulu,"

"Kalau begitu, aku pergi dulu," jawabku sambil membuat sayap.

Setelah sayapnya jadi, aku langsung terbang. Tak peduli Kashi yang meneriakiku ingin ikut.

Waspada Kashi ikut, aku terbang dengan kecepatan tinggi. Jauh dari yang lain. Aku naik ke atas, menembus awan.

Matahari terik sekali. Tapi, aku tak merasa panas. Aku terbang bebas. Kulepaskan semua beban hidupku.

Aku turun ke bawah menuju lapangan rumput di bukit yang pemandangannya adalah hamparan desa ku.

Aku sampai, sejuk sekali disini. Angin sepoi sepoi datang menghampiri. Di depan mata ku, aku bisa melihat desa ku. Indah. Itulah yang sedang aku pikirkan. Sayapku menghilang. Aku yang menghilangkannya.

"Kana?" Ada orang lain disini. Aku menoleh ke belakang.

"Kakak?"

"Apa yang kau lakukan di sini?" Tanya kakak.

"Menenangkan diri," jawabku sambil kembali menoleh ke pemandangan itu.

"Apa kau sedang istirahat?"

"Ya," jawabku.

"Dari mana kau tau tempat ini?"

"Sudah lama,"

"Sejak kapan?"

"Saat kau menghilang,"

Aku dapat memastikan kalau kakak sedang setengah terkejut. Dia duduk di sebelahku yang sedang duduk.

"Artinya, kau yang duluan menemukan ini?" Tanya kakak.

"Apa maksud kakak?"

"Aku menemukan tempat ini saat melatihmu pertama kali setelah aku kembali dari menghilang,"

"Aku menemukan tempat ini. Tempat terindah dalam sejarahku. Dan sekarang sudah di temui oleh seorang yang menjadi kakak. Kakak yang menyimpan sesuatu dari adiknya," ujarku dingin.

"Apa maksudmu?"

"Kejadian tadi pagi,"

"Jangan bicarakan itu lagi! Aku tak ingin hal itu! Aku kesini untuk menenangkan diri! Bukan untuk menambah bebanku!" Bentaknya.

Aku berdiri. Membelakangi pemandangan indah itu sambil membentuk sayap.

"Ku harap kau mau menceritakannya. Ternyata tidak. Untuk pertama kalinya, aku tak menyukaimu lagi, kakak,"

***
Bersambung...
Maaf kl banyak typo.

Empat Kekuatan [END]Where stories live. Discover now