12 - Putus

3.8K 291 35
                                    

Setelah selesai dari kamar mandi, Anin langsung menuju kelasnya. Ia memasuki kelas dengan lesu, bahkan matanya terlihat jelas bahwa ia habis menangis. Anin segera duduk di bangkunya.

"Nin, lo kenapa? Kok kayak abis nangis gitu?" ucap Feby khawatir.

"Iya, Nin. Cerita dong sama kita-kita," ucap Felly tak kalah khawatirnya dengan Feby.

"Gak papa. Tadi mata gue kemasukan debu, terus gue kucek."

"Seriously? Kalau ada apa-apa bilang sama kita. Kapanpun lo mau cerita, kita pasti siap dengerin."

"Iya, thank's banget kalian selalu ada buat gue."

"You're welcome, Nin."

Tiba-tiba, handphone Felly bunyi. Ia segera membukanya. Ada pesan Line masuk, Felly langsung membalasnya.

Fellycia Auryn : Gak tau juga Anin kenapa. Kata dia sih baik2 aja. Lo tau gak dia kenapa?

"Siapa Fel?" tanya Feby saat Felly sedang asyik membalas pesan Line-nya itu.

"A-ah? Nggak, bukan siapa-siapa." Felly langsung memasukkan handphone-nya ke dalam saku seragamnya.

"Anin!" panggil seseorang yang sepertinya disebelah bangku Anin, dan Anin sudah bisa mengetahui siapa yang memanggilnya kini. Tidak lain tidak bukan adalah kekasihnya. Raihan.

"Hm? Kenapa, Rai?"

Raihan mendekati Anin di bangkunya.

"Pulang sekolah saya mau ngajak kamu ngobrol di kafe, sebentar saja."

"Oke. Di Cafe Heaven aja ya, biar gak jauh dari rumah gue."

"Ok!" Raihan kembali ke bangkunya.

"Hm, ada yang mau nge-date, nih!"

"Ngobrol bentaran doang, Fel, elah."

"Lama-lama juga gak papa."

"Apaan sih, Feb. Kalian tuh ya, ngegodain gue mulu ah!"

"Haha, uuu tayang Aninnn." Feby mencubit kedua pipi tembem Anin.

"Aw, Feb. Lepas!"

"Lucu banget siii pipi lo kayak squishy tao gak."

"Gue emang lucu dari sononya."

"Yeuh, jadi kepedean deh, kalau dipuji."

_____

Bel pulang sudah berdering sejak 1 menit yang lalu. Kini Anin sedang berjalan bersama Raihan menuju parkiran sekolah.

Sejak tadi, Anin merasa ada yang berbeda dari Raihan. Biasanya Raihan akan membicarakan apapun saat bersama Anin. Tapi kali ini, Raihan hanya diam dan pandangannya lurus ke depan.

'Raihan kenapa? Perasaan dia gak moody-an deh orangnya.' batin Anin.

Sesampainya di tempat motornya Raihan berada, Raihan memberikan helm untuk dipakai Anin, tanpa mengucapkan apapun.

"Rai, ke Cafe Heaven jadi kan? Gue udah laper, nih." Anin mencoba memecah keheningan diantara mereka.

"Jadi," jawab Raihan singkat. Padahal kalau Anin sudah seperti itu, Raihan akan mencubit pipi Anin sambil berkata 'Laper mulu, makin tembem tuh pipi.'

Setelah itu Anin hanya diam, tak menjawab apa-apa lagi. 'Mungkin Raihan sedang ada masalah di OSIS atau di rumahnya' pikir Anin.

Nothing Special Where stories live. Discover now