Hujan 7

11 2 0
                                    

😊

Hari ini Gilang datang lebih cepat dari biasanya. Tadi malam juga Gilang tidak keluar rumah, walau sudah diajak oleh Denis dan Bintang. Dia terlalu sibuk memikirkan Tiva dan cara agar bisa dekat dengan Tiva. Setidaknya untuk berteman dulu. Nanti? Siapa yang tau. Pikirnya.

Selesai memarkirkan motor ninja kesayangannya, Gilang melihat Tiva yang baru datang. Tapi ada yang aneh, Tiva tidak membawa sepedanya.

"Sepeda lo mana?" Tiva yang sedang berjalan terkejut melihat Gilang yang tiba-tiba jalan di sampingnya.

"Nyapanya biasa aja bisa kali, kak." Tiva mengeratkan cardigan abu-abu yang dipakainya.

"Perasaan biasa aja deh, udah. Gak penting. Tumben gak bawa sepeda, kenapa?" Gilang melipat kedua tangannya dan berjalan bersisian dengan Tiva.

"Rusak." Balas Tiva cuek.

"Kok bisa? Kemaren gue lihat anteng aja sepeda lo."

Tiva memutar bola matanya malas. "Itu kan kemaren, beda lagi lah sekarang."

"Tuh, kan. Udah gue bilangin kemaren juga. Bareng gue aja, malah gak mau." Gilang bertanya lagi.

Langkah Tiva terhenti dan Gilang yang sadar juga menghentikan langkahnya. Bingung kenapa Tiva tiba-tiba berhenti.

"Gini ya, kak. Sepeda gue itu rusaknya tadi pagi, bukan kemaren. Jadi gak ada hubungannya sama gue nolak pulang bareng lo kemaren. Ngerti?" Tiva segera pergi meninggalkan Gilang yang masih bingung, atau lebih tepatnya malu. Mungkin.

Kenapa gue gak inget?

~~~~

"Tiva, tadi ada kakak kelas nitip pesan ke gue suruh bilangin ke lo,"

"Apa?"

"Nanti ke tempat biasa gak? Gue tunggu ya. Bilangnya gitu tadi."

"Okedeh, makasih ya."

Tempat biasa? Dimana emang? Gue kan seringnya ke... rooftop! Tapi siapa? Jangan bilang si rese? Huh, gak bakalan datang gue. Tungguin aja sana. Rasain.

Tapi, kan gue pengen kesana juga. Kenapa tu orang ngikut gue mulu sih?

"Eh, Tiva. Lo tau gak?"

Tiva yang sedang tidak fokus hanya diam, tidak sadar kalau ada orang yang mengajaknya bicara.

"Tiva, woi Tiva!" Panggil Nada lagi.

"Eh, iya ya kenapa?"

"Kenapa lo? Pagi udah ngelamun aja."

"Gak, gue tadi lagi mikir aja. Udah ah, kenapa Nad?" Tiva mengubah posisi duduknya jadi menghadap Nada.

"Gue mau cerita, lo tau gak? Ada kakak kelas kece lo, tipe-tipe badboy gitu tapi anaknya pinter. Satu tahun di atas kita. Anak orang kaya juga. Gue pengen deh kenalan sama kakak itu, namanya Gilang kalo gak salah inget." Ucap Nada panjang lebar.

Gilang? Gilang yang sering gangguin gue itu?

"Woi, kok lo malah ngelamun lagi sih? Lo dengerin gue cerita gak?" Nada melipat kedua tangannya dan menatap Tiva tajam.

"Maaf, gue gak ngelamun kok. Kayaknya gue pernah denger nama Gilang deh."

"Serius lo? Kok bisa?"

"Yaa, waktu gue ke rooftop. Inget gak lo? Nah, disitu gue ketemu sama dia. Orangnya rese tau. Bikin kesel juga." Tiva bercerita sambil memutar bola matanya malas.

"Lo udah kenalan? Demi? Beruntung banget sih, lo. Tapi, dia rese gimana emang?" Nada semakin antusias mendengar cerita Tiva.

"Pokoknya rese, males gue cerita. Gak mood." Tiva membetulkan posisi duduknya seperti semula.

Love And RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang