CY

2.5K 273 168
                                    


CHANYEOL

Malam minggu gini, menjelang tanggal 27, gue malah asik nongkrong di balkon kamar kost gue. Awalnya sempat ada yang ngajak main ke Lapangan Utama, ikut bantu-bantu persiapan Festival Jazz Kampus besok, tapi berhubung gue lebih dibikin pusing sama urusan skripsi jadilah gue memilih untuk nggak ikut.

Lagian, gue aja masih belum pasti besok dateng atau nggak.

Sejak jam setengah sepuluh tadi hujan turun mengguyur. Gue memutuskan untuk membuka pintu balkon dan menikmati dinginnya malam minggu ini sendirian. Cielah, dangdut abis. Tapi setelah gue pikir-pikir, kayaknya baru kali ini menjelang tanggal 27 malah hujan turun. Biasanya semesta ikut bahagia merayakan hari ulang tahun gue.

Mungkin kali ini dunia tahu kalau gue udah nggak lagi punya pacar.

Bukan bermaksud sombong, tapi emang gue gak pernah ngerayain ulang tahun tanpa pacar.

Dan sejujurnya, sosok Seulgi lebih dari seorang pacar.

Gue nggak tahu, apakah rasa yang hampa di dalam diri ini karena gue menyadari gue telah kehilangan Egi. Gue juga nggak mau mengakui, sejujur-jujurnya, gue kangen Egi.

Mungkin kangen bukan kata yang tepat.

Rindu.

Rindu seorang Kang Seulgi yang selalu penuh dengan kejutan setiap harinya, sama kelakuan dia yang kadang mau banget disayang, lalu bisa besoknya menghilang karena sibuk ngurusin ini itu. Seulgi pernah pergi ke Jepang untuk urusan MUN dia, jadi delegasi, dan selama berhari-hari itu juga gue gak ada kabar sama sekali dari dia. Kadang gue mikir, kenapa dia bisa sanggup bertahan tanpa dengar suara gue atau sekedar balas chat gue.

Tapi bukan seorang Seulgi namanya, kalau begitu dia sampai di Jakarta langsung nyamperin ke rumah dan minta dipeluk seharian. Dan selama satu hari itu juga, dia bercerita dengan perasaan membuncah-buncah. Bahkan dengan pede-nya dia pamer ngomong bahasa Jepang, walaupun cuma sekedar perkenalan diri dan kalimat-kalimat formal lainnya.

Itulah Seulgi, seseorang yang gue tahu dia bukan hanya pacar gue. Dia kakak, adik, sahabat, partner berantem, bahkan partner bikin dosa gue.

Hehe. Yang terakhir diabaikan aja, cukup gue sendiri yang menikmati memori-memori itu.

Begitu gue menengok ke dalam kamar untuk meriksa jam, it turned out almost twelve. Entah kenapa gue memutuskan untuk masuk, membawa gitar yang sejak tadi di pelukan bersama gue dan naik ke atas kasur.

Ponsel gue tergeletak begitu aja di atas kasur, dekat laptop yang sejak tadi dalam mode sleep. Dan begitu gue swap layarnya, nggak ada notifikasi apa-apa.

Brengsek. Bukannya gue berharap orang-orang bakal inget ulang tahun gue, bukan. Cuma- SERIUSAN INI GAK ADA YANG NGUCAPIN? PADA LUPA?

"Jadi sedih gini aing."


DUG DUG.

"EANJING." Kaget, masa bisa pas banget gue mengeluh sedih terus langsung ada yang ngetok pintu kamar?!

DUG DUG DUG.

"SIAPE?" Anjir, ga lucu kalo ada yang gangguin gini.

Nggak lama ada suara ketawa khas kedengeran dari luar.

"Jongin, elah. Mang siapa lagi sih temen lu, Yeol."

Oh, si kutu.

"Ngapain dah tibatiba dateng, lu juga kapan masuk dari gerbang?"

Dan ngapain juga gue nanyain ginian tanpa membuka pintu. Luar biasa kurang ajarnya.

"Ya buat nemenin ultah kamu lah beb, bukain dong."

NovemberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang