MARIPAH

42 5 155
                                    

Kenalkan namaku Maripah. Seorang wanita yang hobi memandang hujan seperti yang kulakukan sekarang. Memandang hujan dijendela kamarku yang kayunya sudah lapuk dimakan rayap.

Karena hujan mengingatkanku padanya.

Iya padanya.

Bukan kamu.

Seseorang yang sudah tanpa permisi mengacaukan fikiranku. Seseorang yang telah berhasil mencuri hatiku. Tapi sampai sekarang aku belum tahu namanya. Aku hanya berani melirik dirinya dari sudut kacamataku.

Flashback

"Pah...Maripah"

Aku menoleh ke sumber suara yang kukenali sebagai suara sumbang Rizqa. Ku lihat dia berlari menghampiriku dan aku masih tetap berdiri terpaku ditempat.

"Kok...kamu...pulang duluan sih?" tanyanya dengan nafas tersengal-sengal.

"Kamu kan gak bilang kalau mau barengan pulangnya." jawabku sambil membenarkan letak kacamataku dan menilai penampilan Rizqa yang terlihat acak-acakan.

Peluh membasahi dahinya yang putih menimbulkan efek mengkilap seperti iklan semir sepatu. Dadanya naik turun mencoba untuk menetralkan nafasnya. Mulutnya mengerucut, para lelaki pasti gemas melihatnya gemas untuk segera mengikatnya dengan karet gelang.

"Woy...nglamun aja Pah...nglamun jorok ya?" godanya yang membuatku kaget dan mengenyahkan segala pikiranku untuk mengikatnya.

Berubah jadi ingin menyobek-nyobek mulutnya.

"Hust...aku bukan kamu Riz...yang baper dikit langsung minta si abang pulang minta dikawinin. Inget Riz nikah dulu baru kawin" sangkalku yang mendapat jitakan dikepalaku.

Aku mengusap kepalaku yang mungkin sebentar lagi bakal benjol. Gimana gak benjol itu jari pakai cincin bermahkotakan batu Bacan oleh-oleh dari pacarnya yang ada di Kalimantan. Katanya sih DP untuk tanda jadi.

Kalau kalian bertanya tanda jadi untuk apa kalian bisa tanya langsung ke Rizqa. Nomer teleponnya dibawah ini 👇👇👇. Kalau nomernya gak ada mungkin sudah jatuh dan terbang terbawa angin.

"Halah...jomblo kayak kamu mana tau  galaunya pengen kebelet kawin Pah, hahahaha..." katanya tak mau kalah. Suara tawanya yang sumbang menggelegar disepanjang koridor membuat setiap orang yang lewat menoleh kearah kami.

Ku tundukkan kepalaku, menghindari tatapan-tatapan orang yang melihat kearah kami. Dan saat itulah mataku terpaku pada suatu benda yang berkilau indah tepat disamping sepatu Rizqa.

Uang Koin.

Iya uang.

1000 rupiah.

Kupanjatkan do'a pada Sang Kuasa, berterima kasih atas keberuntunganku hari ini.

Kuambil koin itu dan segera memasukkannya kedalam saku rok yang kupakai hari ini. Sebelum Rizqa menyadari kalau aku sudah menemukan uang koin itu.

"Kamu pulang duluan gih Riz...aku masih ada tambahan mata kuliah Prof. Vee." kataku yang dibalas cengiran olehnya. Menampilkan gigi-giginya yang sedikit menguning dan terselip cabe disana.

"Boleh pinjem duit gak Pah? Buat ongkos naik angkot...aku lagi bokek nih duit kiriman dari nyokap belum sampe."

"Lha aku duit darimana Riz? Ini aja ntar aku harus pulang jalan kaki. Bareng Mirjah aja sono, gretongan...lumayan daripada lumanyun, hahahaha" kataku tak mau kalah.

"Ogah ah...takut ntar dilabrak ceweknya" katanya bergidik ngeri membayangkan Aria sang primadona kampus sekaligus pacar Mirjah membullynya di kamar mandi.

TRUCE MEWhere stories live. Discover now