DUA PULUH EMPAT

1.6K 207 9
                                    

Chapter 24

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Chapter 24

Kalila memperhatikan Jingga yang sibuk menyuap sarapanya sambil mengulang pelajaranya. Ini adalah hari kedua Ujian Nasional dan sejak tiga hari lalu Kalila hampir tidak dapat mengobrol dengan bebas karena Jingga lebih sering menyibukkan dirinya untuk mengulang materi. Padahal Kalila yakin tanpa harus mengulang materi pun Jingga bisa melalui Ujian hari ini dengan baik, apalagi mata pelajaran yang diujikan adalah Bahasa Indonesia.

"Kamu pasti bisa ngerjain ujian ini Jing, ini cuman bahasa," tukas Kalila sambil memberesi piring Jingga. "Selama ini kamu kan kamu ngomong pake bahasa Indonesia."

Tanpa mengalihkan perhatianya dan tak peduli pada Kalila yang saat ini duduk di sebelahnya, Jingga masih terus saja membaca. "Justru bahasa Indonesia itu kelemahan aku, apalagi kalau urusan majas."

Maria mengalihkan perhatinya pada Jingga dan Kalila sekilas sembari melipat koran yang sebelumnya sibuk dibaca. "Kal kamu jangan gangguin Jingga dulu dong."

"Siapa yang gangguin Jingga sih bu," balas Kalila cepat dengan nada merajuk. Akhir-akhir Kalila sering bertanya-tanya sebenarnya siapa yang anak kandung Maria, karena Maria lebih sering membela Jingga dibanding dirinya.

"Ayo Jingga kalau udah selesai Tante anter ke sekolah."

Jingga tersenyum ke arah Maria, kemarin ia memang di antar oleh Maria. Tapi hari ini Mika datang menjemput, Jingga menggeleng ke arah Maria sembari menutup buku catatanya dan menarik tas ranselnya dari kursi.

"Enggak Tan, aku bareng Mika. Dia udah nungguin di depan komplek, katanya males masuk ke dalam komplek."

"Oh... yaudah kalau begitu. Sukses ya, jangan lupa berdoa sebelum ngerjain ujianya," nasihat Maria saat Jingga menyalami tangan wanita yang kini membelai kepalanya lembut itu.

Jingga merasakan perasaan tenang mengalir begitu saja saat tangan Maria menyisir rambutnya yang lebat. Jingga menegakkan tubuhnya, menatap sosok yang kini berdiri di hadapanya. Senyumanya begitu lembut, khas seorang Ibu. Ada emosi bahagia bercampur cemas di balik senyuman itu, seolah Jingga adalah anak kandung wanita itu. Hanya karena Tante Maria lah, Jingga bisa berdamai dengan Ibunya. Jika bukan karena kebaikanya selama ini, Jingga tak mungkin akan berdamai dengan Ibunya.

Jingga hanya tidak ingin membenani pikiran Maria. Jingga tak ingin melihat Maria mengusap wajahnya lagi dengan begitu frustasi karena memikirkan Jingga.

"Makasih ya Tan."

Maria tampak mengerutkan dahinya. "Untuk apa?"

"Buat semuanya," ucap Jingga seraya tersenyum jenaka dan langsung berjalan meningalkan Maria.

Kalila menyandarkan tubuhnya saat Jingga melewatinya, tatapan mereka saling bertemu untuk beberapa saat. Dalam satu detik, Kalila bisa melihat senyuman di wajah Jingga yang ditujukan ke arahnya, Kalila menarik tangan Jingga sekilas setelah memastikan bahwa Maria kembali sibuk dengan koran pagi harinya.

TWF 1 - BLOOD SWEET TEAR LOVE (TAMAT)Where stories live. Discover now