chapter 11

16.7K 568 19
                                    

Sejak aku beranjak remaja, pernah beberapa kali menyukai seseorang tapi aku selalu takut. tidak mau seperti teman-temanku yang dengan sadarnya menumpahkan air mata demi makhluk adam.

Hal yang dulu aku takutkan, kini terjadi. Aku menangis karnanya. Seorang makhluk adam bernama putra leksmana.

"Na, kasihan matamu sudah hampir 2 jam terus-terusan nangis. Mungkin bisa-bisa samudera hindia kering, apa nggak kasihan kapal bakal mogok jalan pastinya nambah angka pengangguran" bujuk tanti yang berusaha menghiburku dengan candanya.

"Nggak lucu tan, aku benci aku menangis seperti ini tapi aku nggak ngerti. dia sulit kupahami"

Tanganku meraba wadah tissu yang ternyata sudah kosong, tanti mengerti apa yang kubutuhkan lalu dia mengambil isi ulang tissu di laci mejaku.

Tanti menekan sisi atas kemasan tissu sampai robek sepanjang jalur putus-putus, "berhenti ya... cup. Cup.cup" bujuknya lagi. "ingat besok kamu masih PKL. Malu dong mata bengkak"katanya lagi.

Dia duduk di kursi depan meja samping ranjang kecilku lalu beralih duduk di atas kasur.

"Tadi putra sangat bingung dan kacau, menurutku dia pria dewasa yang baik dan pasti ada alasan kenapa dia melarangmu sampai membentakmu. Sebelum pulang tadi dia menitipkanmu padaku, dia sangat khawatir denganmu. Matanya menyorotkan cinta yang besar setiap mengucap namamu" ucapnya lagi.

Putra mengejarku mencoba menemuiku tapi aku enggan bertemu.

Cinta? Putra beberapa kali mengatakan 5 huruf itu, tapi kenapa hanya hal sepele dia membentakku?! Apa masalahnya dengan biang lala, banyak pasangan lain mengantri tiket lalu menaikinya.

Sejujurnya aku belum tahu perasaanku terhadapnya. Yang kutahu dia berkomitmen denganku dan aku menyetujuinya, apalagi hubungan jauh ini berawal dari perbuatan jauh. Ini memang gila.

Aku membutuhkannya, aku aman nyaman di dekatnya dan seluruh sel-sel sendi dalam tubuhku memujanya menginginkanya.

Apakah itu sudah dikategorikan aku cinta putra leksmana?

"Na, nangisnya reda malah melamun. Aku mau ke kamar mau tidur. Lebih baik kamu sekarang cuci muka terus rebahan sama meremin mata, tidur!" ucapnya yang lebih tepat perintahnya sambil melangkahkan kaki meninggalkanku yang masih duduk dengan otak penuh pertanyaan tidak jelas.

Malas tapi kulakukan saja perintah tanti tadi. Percikan air yang membasahi kulit muka membuat otakku lebih segar.

"Ya ampun mataku bengkak sekali, alasan apa yang akan kukatakan pada orang kantor jika besok pagi belum kempes." gerutuku di depan cermin. "Wajahku sangat kusam juga" gerutuku lagi.

Mata bengkak, wajah kusam dan tanggal tua makin membuatku frustasi saja selain masalahku dengan putra.

--

Bersyukur tidak bersyukur, dari pagi aku tidak melihat batang hidung putra. Sama sekali. Kepalaku penuh pertanyaan kemana gerangan dirinya? Bisa saja aku bertanya pada mba susi pasti dijawab tapi tidak ah... males bahas putra.

"Na, kenapa sih dari pagi murung nggak ada semangatnya sama sekali" tanya mba susi yang akan menyendokan soto ke dalam mulutnya.

"Biasalah mba tanggal tua hawanya galau nggak karuan" jawabku asal.

"Kirain lagi ribut sama pacar, eh udin pinter yah milih sotonya ini enak"

Sebenarnya inginku jawab 'ya marah sama pacarku si pak bos, jelas udin pinter aku yang ngasih tahu dimana yang enak kan dia biasa beliin' dan akhirnya aku tidak mengatakan sepatah katapun, aku meludeskan isi mangkok sampai kuah tidak tersisa setetespun.

I Love U BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang