° t h r e e

1.5K 218 78
                                    

JIKA SARA ADALAH ORANG yang kau anggap normal, maka aku adalah Brad Pitt.

Di sini aku terduduk, mencoba menemukan letak memar di kepala Sara. Sesuatu pasti terjadi sebelum aku bertemu dengannya pagi ini. Terbentur, mungkin? Atau ia terlalu lama menghirup aroma kotoran hewan di kebun binatang itu? Kegelapan yang menyelimuti kami tidak membiarkanku melihat wajahnya dengan jelas. Hanya ada sedikit cahaya dari televisi yang menyinari wajahnya sesekali.

"Apa kau pernah berciuman?" ulangnya.

Pertanyaan itu dipilih Sara di antara banyaknya-bahkan miliyaran-pertanyaan normal lain yang mungkin diucapkan seseorang pada pria asing.

"Pernah, banyak kali," jawabku singkat.

Sara meringkuk, matanya menatap layar televisi, namun kutahu bukan Lloyd Christmas yang ada di dalam benaknya. "Bagaimana rasanya?"

"Sara, sara. Mengapa bersusah payah bertanya jika kau bisa merasakannya. Sekarang," candaku, memperoleh tatapan darinya.

Ia bisa langsung memintaku jika ia menginginkannya. Aku lebih menyukai cara itu. Membicarakannya terasa lebih vulgar ketimbang melakukannya. Kepura-puraan gadis ini bertingkah polos mulai membuatku bosan.

"Aku hanya ingin mengetahui apa yang kau rasakan saat melakukannya, Spencer," ia berlanjut dengan mengabaikan ucapanku tadi.

Aku tertawa. "Kau tidak ingin tahu," kataku, bagaimanapun juga. "Terlalu banyak rasa untuk kuingat." Mhmm, benar, sayang, pikirkan Spencer yang nakal dan berlarilah! Aku mengusap daguku. "Tapi, satu yang bisa kupastikan adalah ... semua itu tergantung pada apa yang kau makan sebelum melakukannya. Kau akan mendapat ciuman rasa asin manis jika makan siangmu omelet."

Ia terkekeh, tampak tidak mengerti. "Maksudku, bagaimana perasaanmu saat itu. Umm, apa kau akan merasakan seperti ada kembang api yang meledak-ledak di dalam dadamu atau seperti mesin cuci yang berputar di dalam perutmu?"

"Whoa! Kau pikir semua film atau buku-buku itu mengatakan yang sebenarnya? Semua itu tergantung," balasku sambil menggaruk kepala, "dengan siapa kau berciuman dan seberapa ahli, bibir dan lidahnya, di bidang itu."

Jangan salahkan aku yang tidak menyampaikan pengetahuan ini dengan baik dan benar. Aku tidak pernah mendiskusikannya. Aku mempraktikkannya.

Sara terdiam. Ia lalu menghela napas dan bangkit. "Aku belum pernah merasakannya."

"Apa? Ciuman?"

"Yeah."

"Itu bukan hal yang perlu kau lakukan secepatnya, kau tahu itu, 'kan? Seseorang yang tepat akan memberinya untukmu nanti," tuturku. Kurasa Dumbledore yang bijak sedang merasukiku.

"Mungkin."

"Sekarang tidurlah, Sara."

Akhirnya, Sara pun mengalah, meninggalkan topik ini dan menutup rapat bibirnya. Wajahnya kaku tanpa senyuman yang menempel seperti biasa. Aneh, ia terlihat murung atau ini hanya Spencer yang berlebihan? Aku pasti kelelahan hingga berhalusinasi jika wajahnya terlihat seperti menginginkanku.

Itu tidak mungkin.

Aku membuang tatapanku jauh-jauh sementara Sara kembali merebah. Hari ini harus berakhir segera. Aku tidak menginginkan percakapan apapun lagi dengannya.

Lupakan, Spencer. Lupakan.

***

Aku terlelap tanpa sadar!

Pagi ini, aku bangun dan menemukan diriku tertidur di atas sofa. Fúck. Aku pasti kelelahan dan tanpa sengaja tertidur saat jeda iklan semalam. Leherku berdenyut, bahuku sekaku batang kayu. Tertidur di sofa adalah penyesalan pertama di pagi ini. Namun, sesuatu yang lebih penting muncul tiba-tiba. Sara!

Save Me A Kiss, Spencer | ✔Where stories live. Discover now