enam; yang refleks itu dari hati

2.6K 368 5
                                    

"Ali tidak sadar. Perilakunya yang lembut pada Prilly itu memiliki arti tersendiri. Pernah dengar kalimat berupa; yang refleks itu datang dari hati? Ketahuilah bahwa itu benar. Dan itu yang sedang Ali alami, namun tidak di sadari."

***

Lelaki itu kembali berjalan setelah perempuan di depannya masuk ke dalam rumah dan langsung melemparkan tubuhnya sendiri ke sofa. Ali mendengus geli melihat Prilly yang merenggangkan otot tangannya dengan berlebihan. Ali kemudian berjalan ke arah dapur, dan menyimpan kantung belanjaannya di pantry.

Ali kemudian mengeluarkan bahan-bahan yang tadi sudah di belinya. Melihat betapa sedikitnya hari ini Ali berbelanja, ia mendengus sebal. "Prill! Hari ini, kita makan udang terigu goreng aja, ya?" serunya, berharap Prilly yang ada di sofa mendengar seruan Ali.

Namun, sudah 10 detik tidak ada balasan dari Prilly.

Ali mengedikan bahu, tidak peduli. Ali yang masak ini. Ya sudahlah, ya. Terserah Ali mau memasak makan malam dengan menu apa.

Ya, makan malam. Karena mereka tidak sempat makan siang dan hanya makan dessert dan minuman di Kafe tempat Yuni berkerja, jadilah sore ini Ali memasak langsung untuk nanti makan malam.

Ah, ngomong-ngomong soal Yuni, Ali dan Prilly tidak menemukan perempuan itu sesaat setelah mereka memesan. Ali jadi heran. Apakah Yuni bersembunyi di WC atau lain sebagainya? Mengapa anti sekali untuk bertemu Ali?.

"Ini buat makan malem aja?"

Suara itu sukses membuat Ali yang sedang mengupas kulit udang berjengit kaget. Ali menoleh, dan matanya melihat Prilly yang penampilannya sudah berubah. Hanya memakai kaos santai, hotpans, dan jangan lupakan rambutnya yang di gelung ke atas.

"Tadi siang kan gak makan. Langsung buat makan malem aja?" Prilly kembali bersuara. Perempuan itu kini sudah berada di samping Ali sambil menatap bahan-bahan yang akan di buat.

"Lo dateng kayak setan banget, anjir. Kaget, tau gak?" Ali menggerutu sebentar, lalu berdecak. Kepalanya kemudian mengangguk untuk menjawab pertanyaan Prilly barusan. "Ya, soalnya udah kepalang juga."

Prilly manyun. Ia menoleh pada Ali dan bahan makanan yang terdapat di atas pantry bergantian. "Tapi gue pengen ke Haikal ntar malem, Li."

Ali mendelik, lalu mendengus. "Ya trus gimana? Masa gak makan, sih? Lo dari pagi cuma makan roti, trus abis itu dessert sama minuman kafe aja. Gue gak mau, ya, jadi suami yang gak bertanggung jawab dan bikin istrinya kebaperan."

"Kelaperan!" Prilly berseru. Ia mengkoreksi kata yang berada dalam akhir kalimat Ali. Melihat lelaki itu hanya nyengir lebar dan meneruskan aktifitasnya, Prilly mendengus. "Gini ya rasanya kalo nikah sama sahabat. Awal-awal aja kata-kata yang keluar dari mulut lo itu manis, Li. Eh, akhirnya malah bikin gue pengen lempar lo, deh."

Ali tidak peduli. Ia terus melanjutkan aktifitasnya tanpa mengindahkan ucapan demi ucapan yang Prilly ungkapkan untuk menghina Ali habis-habisan. Sampai, satu pertanyaan berupa, "Li, kita ena-ena, yuk?" membuat Ali menghentikan aktifitasnya dengan tiba-tiba.

Ia menoleh cepat pada Prilly yang mengedip genit ke arah Ali, lalu menaik turunkan alisnya. Sebuah senyum jahil menghiasi wajah Prilly, membuat Ali mendengus sebal. "Lo kan lagi gak boleh sholat."

"Yah, ketahuan," Prilly berujar kecewa. Ia menatap lesu pada wajah Ali. "Gue tadinya mau bikin adek lo ngenceng, trus bilang kalo gue lagi gak boleh ena-ena. Eh, tapi, ternyata ketahuan. Lo kok bisa tau gitu, sih? Cenayang, ya? Sejak kapan?"

Ali mendengus geli sambil menggelengkan kepalanya. Ia lalu melemparkan udang-udang yang sudah di kupas itu ke baskom yang berisi terigu. Ia mengaduk udang itu sebentar, lalu menangkup pipi Prilly.

Prilly yang masih mengoceh akhirnya diam setelah berjengit beberapa detik sebelumnya. Kepalanya terangkat, lalu menatap Ali yang wajahnya sudah berada dekat dengan Prilly. Mata perempuan itu terbelalak. Prilly lalu mengerjapkan matanya. "L-lo mau ngapain?"

Ali tersenyum. Ia memiringkan kepalanya, lalu mengecup bibir Prilly dengan lembut dan dalam. Mata Ali terpejam, menikmati bibir mungil yang sedang di kulum bibirnya. Setelah beberapa detik berlalu, Ali menjauhkan wajahnya, lalu tersenyum pada Prilly yang sedang membuka matanya perlahan.

Prilly terlihat menelan ludahnya. Matanya lalu menyimpit curiga. "Lo kok aneh? Abis nonton bokep, ya?"

Ali tertawa. Ia lalu mengusap wajah Prilly dengan kasar, menghilangkan ekspresi curiga dari perempuan itu. "Noh! Gue abis nontonin ondel-ondel."

Mulut Prilly terbuka setengah, sedangkan matanya melotot tidak percaya. Iya, Prilly memang tidak sedang berkaca. Tapi, dari wajahnya yang cengo maksimal, pasti Prilly menyadari jika wajahnya putih-putih akibat terigu yang berada di tangan Ali. Dan wajahnya yang berubah murka, membuat Ali tertawa dan langsung kabur dari dapur.

"ALI!! SIALAN EMANG LO YA!" Prilly berteriak bersamaan dengan suara langkah kaki yang berlari di belakang Ali.

Ali berbalik. Ia menjerit kecil saat Prilly sudah dekat dengannya. Ali merentangkan tangannya ke arah Prilly sambil tertawa. "Ampun, Prill! Ampun!"

"Gak ada!" seru Prilly sambil meloncat ke arah tubuh Ali. Dengan sigap, Ali menangkap tubuh Prilly agar keduanya tidak terjungkal ke belakang. Dan, disanalah kesempatan Prilly untuk membuat wajah Ali cemong. Ia mengusap-usap kedua pipinya ke pipi Ali.

Ali mencoba membuang muka. Namun, posisi Prilly yang berada di gendongan Ali membuat Ali susah bergerak bebas. Apalagi kedua kaki Prilly melingkar di pinggang Ali, membuat Ali terkurung dan tak bisa kemana-mana. "Udah, Prill! Udah!" serunya, lalu tertawa karena Prilly malah makin ganas mengusap pipinya yang penuh terigu ke pipi Ali.

"Gak! Rasakan kekuatan seorang istri yang dilecehkan suami!"

Ali tertawa kencang. Ia terus memutar kepalanya untuk menghindari pipi Prilly yang penuh terigu. Tak tahan dengan sikap menggemaskan Prilly, Ali melepaskan tangan kanannya dari pinggang perempuan itu, lalu berpindah untuk mencengkram kedua pipi Prilly.

Tanpa melihat reaksi Prilly, Ali langsung menempelkan bibirnya pada bibir Prilly, lalu melumat pelan dan hati-hati. Prilly awalnya diam. Sampai saat Ali memiringkan kepalanya, dan memperdalam ciumannya, Prilly balas mencium Ali. Menghisap bibir atas dan bibir bawah, lalu melumat seluruhnya.

Ali menggeram. Ia melangkah tanpa melepaskan ciumannya dari Prilly. Tangannya yang tadi mencengkram pipi Prilly kini berpindah untuk menekan tengkuk Prilly agar ciuman keduanya semakin dalam.

Napas Ali memburu. Sesuatu dalam dirinya bergejolak dan memanas. Ia membuka pintu kamar dengan kakinya. Ciuman mereka menjadi terburu. Ali menggigit bibir bawah Prilly, membuat mulut perempuan itu terbuka. Ciuman mereka berganti menjadi french kiss.

Sampai di kasur, Ali menidurkan tubuh Prilly tanpa melepaskan ciumannya. Tangan mereka bertaut dengan Ali yang kini berada di atas tubuh Prilly.

Ciuman Ali lalu berpindah ke leher Prilly, lalu turun ke bahu Prilly. Ciuman Ali kembali naik ke leher Prilly, lalu menghisap kuat-kuat disana.

"Ouch!"

Gerakan Ali terhenti. Genggaman tangannya pada Prilly menguat. Mata Ali terbuka, sadar akan sesuatu. Napas Ali memburu kasar. Ia menjauhkan wajahnya di leher Prilly, lalu menatap wajah Prilly yang sayu dan napasnya yang terengah.

Ali menelan ludah melihat wajah pasrah Prilly. Perlahan, Ali bangun dan menjauhkan tubuhnya dari Prilly.

Ali membuang napasnya yang masih agak memburu. "Sampe sini aja, ya? Untung gue gak napsu sama lo."

Mata Prilly yang sayu kini melotot. Sebelum mendapatkan semprotan dari Prilly, Ali lari terbirit-birit ke kamar mandi. "ALI!! AWAS LO YA! ABIS GUE SELESAI MENS, GUE GAK AKAN KASIH LO JATAH!!"

Dalam kamar mandi, Ali meringis. Ia mengerenyit merasakan sesuatu yang nyeri di bawah perutnya. Ali lalu membuang napasnya. "Untung gue inget lo lagi mens, Prill," bisiknya, lebih kepada diri sendiri. Ali lalu berdecak sambil menatap ke arah sesuatu yang berada di bawah perutnya. "Gue kayaknya harus mandi air dingin."

Instagram: nrshf.mara.s
Blogger: nurshifasf.blogspot.com
Yt channel: sf ling

The Other Side [Wedding Story]Where stories live. Discover now