BAB 14 : FRIENDZONE

2.3K 95 0
                                    

Leah POV

Hari ini disekolah seperti biasa aku disuruh pergi ke ruang guru untuk mengembalikan lembar soal. Sesampainnya disana, aku pergi ke tempat duduk guru di dekat jendela. Tempat duduk milik Mrs. Clavinsky.

"Yo. Leah, kan?" Seseorang menepuk pundakku membuatku terkejut dan membalikkan badan.

"Eh, Kiki kan?" Ucapku sambil menunjuk-nunjuk wajahnya.

"Iya santai juga kali. Nggak usah pake nunjuk-nunjuk segala." Ucapnya dengan wajah datar. Aku hanya bisa tertawa karena tingkahku sendiri.

"Jadi kalian- maksud gue lo ama Guy. Gimana hubungan kalian? Soal ya umm-waktu itu. Yang waktu gue mau buat dia cemburu itu." Lanjutnya.

"Oo enggak papa. Kita biasa aja kok habis gitu." Jawabku santai.

"Ooiya. Hari ini lo ada acara nggak?" Tanyanya.
"Uum-mungkin enggak. Kenapa?" Jawabku sambil kembali bertanya dengan wajah berkerut.

"Nggak papa." Jawab Kiki santai. Aneh. Itulah yang ada dipikiranku sekarang.

"Yaudah gue balik dulu. Bye Kiki." Ucapku sambil melambaikan tanganku.
"Bye." Balasnya juga melambaikan tangannya padaku.

Aku berjalan menyusuri koridor. Tiba-tiba aku kebelet ke toilet. Jadilah aku sekarang di toilet. Setelah itu aku pergi ke wastafel untuk mencuci tangan.

Byur.

Yah, kejadian terulang. Gerombolan Alia datang untuk mem-bully ku lagi.

"HEH CEWEK NGGAK TAU DIRI!! Lo itu udah punya Guy. Sekarang udah bosen sama dia terus cari target baru ke Kiki gitu. Dasar cewek sialan!!" Ucap Alia sambik menjambaki rambutku.

Kali ini yang bisa kuharapkan hanyalah kedatangan pahlawan kesiangan. Guy dulu yang menolongku. Apa sekarang dia bisa menolongku lagi di jam pelajaran seperti ini. Aku hanya bisa diam saja.

"Memangnya lo tahu apa hubungan gue sama Leah?" Suara ini suara yang kukenal. Tidak, bukan Guy tapi orang lain. Kiki.

"Ki-kiki." Ucap Alia gagap. Rasain deh. Batinku tertawa dalam hati. Kejam ya.

"Lo itu yang nggak tahu apa-apa cuman bisa njambakin perempuan yang lebih rendah dari lo. Kalo bisa itu maennya sekali-kali sama cowok dong. Ama gue aja biar bisa gue tonjok wajah yang lo banggain itu." Ucap Kiki dengan kasar. Selama ini, aku belum pernah melihat sisi gelap si Kiki.

Menurut informasi yang aku tahu, Kiki jago bela diri. Dia sudah banyak mengalahkan geng-geng sekokah yang banyak ditakuti hanya dengan satu hujaman saja. Menurut informasi lho ya.

"Bisa lepasin nggak? Dia itu cewenya sahabat gue."

Sahabat? Memangnya Kiki sama Guy sahabatan? Perasaan baru kenal deh. Batinku. Nanti aja deh kalo sudah bisa lepas dari genggaman nenek sihir aku bisa tanya sama Kiki.

"Ih kamu itu, cewe kayak gini masih aja dibelain. Tahu ah." Ucap Alia dengan nada yang- tidak bisa kujelaskan. Selanjutnya dia melepaskan jambakannya dan pergi keluar toilet.

"Le, lo nggak papa?" Ucap Kiki khawatir. Tidak terlalu panik, sih. Tapi aku bisa ekspresinya bisa dilihat. Tapi sedetik kemudian langsung berubah merah. Eh anak ini kenapa lagi?. Pikirku.

Tanpa berpikir dia melepas kaos seragamnya dan memakaikannya di pundakku.

"Dipake. Daleman baju lo kelihatan." Ucap Kiki sambil melihat kearah lain.

Aku segera memakainya di pundakku.

"Nanti kita ke UKS dulu. Gue ada tambahan baju ganti. Lo pake itu aja." Ucap Kiki dan kami langsung pergi menuju UKS.

Kami tidak tahu kalau ada yang melihat kami sedari tadi.

"Makasih ya, Ki." Ucapku pada Kiki setelah mengganti bajuku.
"No problem."

"Oiya. Waktu itu lo bilang kalo lo sahabatan sama Guy padahal kalian baru aja ketemu kemarin." Kiki mengangkat satu alisnya. Apa aku salah bicara. Pikirku.

"Gimana ya ngomongnya. Gue sama Guy itu udah temenan dari SD,SMP gue pindah waktu mau naik kelas 3, terus kita akhirnya ketemu lagi di SMA ini." Jawabnya panjang.
Aku hanya membentuk huruf O di mulutku.

"Sebenarnya dia sikapnya dingin sama gue soalnya dia merasa bersalah sama gue karena ditinggal pacar gue." Lanjutnya. Aku bisa melihat raut wajahnya berubah jadi sedih.

"Pacar?" Tanyaku setelah menyadari.
"Iya. Gue dulu punya pacar. Namanya Via. Gue sayaaang banget nget sama Via lebih dari siapapun. Tapi semakin lama dia malah makin deket sama Guy. Ternyata dia nggak pernah suka sama gue. Dia cuman manfaatin gue biar deket sama Guy. Tapi jangan salah paham dengan maksud gue "manfaatin".

Dia orangnya baik, pengertian. Dia tahu kalo gue satu-satunya orang yang deket sama Guy. Jadi waktu kita putus, dia ngomongnya baik-baik kok. Kami sepakat untuk berpisah dan bukan keputusan sepihak." Jawabnya. Aku merasa menyesal sudah bertanya.

"Sorry ya, jadi nggak enak." Ucapku merasa bersalah.
"Nggak papa. Itu udah lama kok. Waktu gue dan Guy masih kelas 2 SMP."

"Le."
"Iya?" Aku bertanya.
"Gue suka sama lo." Aku kaget.
"Tapi kita baru ketemu kemarin."
"Believe in "love at first sight"?" Tanyanya.
"Itu yang gue rasain." Lanjutnya.
"Sorry." Jawabku.
"Nggak papa. Gue tahu lo nggak bakal nerima. Gue cuman pengen ngasi tahu lo kalo gue ada kalo lo butuh gue. I'll support your relationship with Guy." Jelasnya.

"Even it'll hurts?" Bukan aku yang bertanya itu. Kami mencari orang yang memiliki suara itu. Guy keluar dari persembunyiannya. Dia mendengarkan kami dari tadi.

"Even it'll hurts." Jawab Kiki yang tidak kuduga.
"Ki. Gue udah anggep lo kaya kakak gue sendiri. Gue juga bakalan sayang sama lo. Jadi.." aku menjeda perkataanku.

"When you're hurt, we'll always be with you. Me and Guy." Ucapku dengan lembut dan hati-hati. Kiki yang kulihat ini terlihat rapuh. Aku mengelus pipinya sebentar.

"Ki, gue denger percakapaan lo sama Leah tentang Via. Gue udah mulai bisa maafin diri gue sendiri jadi lo nggak perlu khawatir dan dielus sama Leah aja udah merah tuh pipi lo. Jadi iri gue." Ucap Guy dan dia menjawail pipi Kiki yang memerah.

"I feel better now." Ucap Kiki membuatku lega.
"You bet." Jawabku.

Kami bertiga tertawa bersama.

**************

Guy mengantarku pulang seperti biasa.

"Thanks for the ride." Ucapku sebelum kekuar dari mobil.
"You're always welcome." Balas Guy. Setiap ucapannya seakan membuatku belum percaya kalau aku pacarnya.

"Oiya. Kamu sama Kiki nggak lebih dari temen kan?" Tanyanya yang membuatku bingung. Aku mengangkat sebelah alisku.
"Ha?"
"Maksudku kalian nggak ada hububgan lain kan?" Tanyanya lagi.

"Of course I do." Aku menjawab. Matanya sekarang melihatku tajam. Aku tersenyum jahil.

"I treat him as my own brother." Lanjutku membuat mata hitam tadi berubah menjadi lebih rileks.
"Aku pikir ada yang lain." Ucapnya sambil menyenderkan kepalanya di kursi mobil.

"Udah jangan mikir ya aneh aneh deh." Ucapku sambil keluar dari mobil. Sebelum aku menutup pintu aku mengucapkan kata yang harusnya tidak kuucapkan. "Love you."

Matanya langsung melebar karena kaget. Mungkin karena aku mengucapkannya mendadak.
"Hei kalo kamu ngomong gitu. Aku jadi nggak bisa nahan diri." Aku menatap bingung sebelum akhirnya dia langsung mencium pipiku kilat. Aku langsung membelakkan mataku.

"I love you more." Jawabnya di dekat telingaku. Aku tersenyum mendengarnya.

Aku masuk ke rumah dan Guy langaung menancapkan mobilnya.

*************

Don't forget to Vomment!!!
Thank you very much and I'll see you around next time.

Xoxo





MENGEJAR COWOK DINGIN[COMPLETED]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora