SIAL!!!

43 7 0
                                    

Aku menyetir dengan tegang. Seluruh tubuhku rasanya seperti disetrum. Tubuhku rasanya kesemutan. Aku takut! Aku khawatir! Aku tak tenang jika terus diteror seperti ini. Dalam sehari sudah ada 3 teror mengancam diriku. Aku tak bisa terus begini.
"Sayang, nyetirnya nyantai donk. Aku yang udah jadi hantu aja takut. Ntar kalo kita kecelakaan gimana?" Racau Dante.
"Nyantai gimana? Aku takut tau! Kalo tiba-tiba aku dibom gimana? Mobil aku ditembakin gimana? Dilempar batu lagi kaya tadi gimana?" Teriakku dengan emosi. Air mata pun mulai mengalir membasahi pipiku. Sial, aku tidak pernah tidak terkendali seperti ini. Aku terkenal sebagai orang yang terkendali, tapi kini, aku sudah tidak bisa menahan diri lagi.
Tak terasa, dengan the power of ngebut, aku sudah sampai di gerbang kompleks perumahanku. Hatiku pun rasnya lega, sekarang aku tak perlu berngebut-ngebut ria lagi. Kompleks perumahanku memang terkenal sangat ketat keamanannya, tak bingung kalau di kompleks perumahannku jarang terjadi perampokan, belum lagi keamanan tiap rumah yang dijaga baik oleh satpam galak sampai anjing pitbull. Sebentar.... kalau kompleks perumahanku memanglah sangat aman, kenapa bisa ada surat teror sampai kerumahku? Sial, apa mungkin pelakunya terlihat sangat meyakinkan. Akhirnya aku sampai dirumahku. Aku langsun memasukkan mobilku kedalam garasi rumahku. Aku baru sadar bahwa disebelahku ada Dante. Sepertinya, semenjak aku membentak-bentak di mobil tadi, dia menjadi diam seribu kata.
"Ei Dante, nyante aja, udah jinak kok aku" celetukku sambil nyengir-nyengir walaupun dalam hatiku masih ada kekhawatiran.
"Udah jinak nih? Ntar meliar lagi. Aku kan takut. Ntar disedot pake batu lagi" jawabnya konyol.
"Buset dah, nggak bakalan lah" jawabku.
"Tara, kamu coba tanya Pak Dadang kaya apa yang kirim surat tadi. Mana tahu dia bisa ngasih kejelasan kan?" Ujar Dante.
"Hmmm.... iya juga sih" jawabku. Akupun langsung turun dari mobil dan langsung menemui Pak Dadang.
"Eh Pak, tadi yang kirim surat kaya gimana Pak orangnya?" Tanyaku menyelidik.
"Oh itu tadi yang kirim orangnya semi-semi membanci gitu Miss. Orangnya pendek terus ngondek gitu lah" jawab Pak Dadang. Engh... kok nggak mungkin banget ya kalo suruhannya Galang itu ngondek.
"Pak, itu beneran yang ngirim surat buat saya tadi pagi?" Tanyaku agak curiga.
"Oh enggak Miss, itu tadi yang nganterin surat buat Mr. Daniel" jawabnya sambil nyengir.
"Telminya nggak pernah berubah ya" celetuk Dante yang tentu saja tidak bisa didengar oleh Pak Dadang.
"Ehhhh... pak, maksud saya yang kirim surat buat saya tadi pagi, yang itu lho, amplopnya warna cokelat" ujarku tak sabar menghadapi Pak Dadang yang terkadang telmi.
"Oh itu Miss. Itu sih, orangnya itu tinggi berotot. Terus, pake baju item-item gitu. Mulutnya ditutup pake masker, jadi saya nggak tahu wajahnya deh" jawabnya pendek.
Sial, ga ada gunanya tanya sama Pak Dadang. Akupun langsung melenggang masuk kerumah dan lansung pergi kekamar. Aku langsung pergi mandi. Seusai mandi, aku menemukan Dante sedang bernyanyi sok melankolis dengan suaranya yang jujur saja pas-pasan.
"Nggak usah nyanyi oi, gengges tau" ujarku pura-pura nyinyir.
"Hush.. jangan ngerusak kesenangan orang donk" jawabnya.
"Please deh, udah bukan orang lagi lho, udah jadi hantu lho" jawabku.
"Sial, jangan ngingetin donk" jawabnya dengan muka cemberut.
Aku melihat ke jam dinding, sudah waktunya makan malam. Akupun langsung turun untuk makan malam diikui Dante. Seperti biasa Dante langsung memojok bersama Chen. Di meja makan ayahku langsung menyapaku.
"Hallo sayang, anak papa yang paling cantik, gimana kerjaan kamu?" Tanyanya dengan wajah riang.
"Ya gitu deh, selayaknya dokter pada umumnya" jawabku dengan menyembunyikan semua teror menakutkan yang terjadi padaku hari ini.
"Tengkuk mama sakit nih, kamu bisa kasih tau mama ada apa nggak?" Tanya ibuku.
"Palingan juga pegel, kebanyakan ngurusin partitur" jawabku simpul.
"Ya lumayanlah jawabannya" ujarnya setelah mendengar jawabanku.
"Emangnya kenapa?" Tanyaku melihat ekspresinya yang jengah.
"Tadi mama tanya di aplikasi yang buat tanya kedokter kalo ada keluhan. Mama terus kan tanya. Sudah mama rangkai kata-kata paling indah yang bisa mama keluarkan. Eh si dokternya jawab 'leher ibu jangan digunakan dulu ya'. Sia-sia mama tanya aplikasi itu. Dokternya somplak kali ya" ceritanya berapi-api.
Tak lama, makanan pun datang. Sewaktu makan, aku pun ingat jika aku ingin bertanya pada ayahku perihal Galang Adiperdana.
"Pa, papa kenal Galang Adiperdana nggak?" Tanyaku pada ayahku.
"Ya kenal banget lah" jawab ayahku, "memangnya kenapa?"
"Gak papa sih, dia itu siapa sih?" Tanyaku penasaran.
"Ah, dia itu orang paling licik, culas, dan jahat sedunia. Didepan lembut, tapi dibelakang dia suka nusuk, udah kaya sindiran buat temen yang suka nusuk dari belakang yang sering ada di instagram itu" jawabnya dengan penuh kebencian dan sedikit kenarsisan. "Kamu tahu?"
"Ya enggak sih" jawabku simpul.
"Jadi begini ceritanya" katanya sambil mengunyah makanannya, "Waktu itu, seperti biasa, papa memulai bisnis dengan orang lain, sudah lama sekali, sekitar 10 tahun yang lalu. Seperti biasa papa kirim mata-mata buat menyelidiki dia. Pada waktu itu, mata-mata papa bilang kalau dia orang yang baik. Tapi, suatu hari, papa memasang ketentuan bisnis dengannya. Dia menyetujui papa dengan ketentuannya. Tapi, suatu saat, dia mencurangi papa, dia merampok perusahaan papa besar-besaran. Papa pun lansung memutus kontrak dengannya. Bodo amat dia masih menyimpan dendam bahkan seumur hidup menyimpan dendam. Kurang ajar tau gak? Papa belum pernah dibohongi kaya begitu tau? Sakit tau gak?" Ujarnya sambil memegang dadanya. Aku nggak tau kenapa dia begitu narsis. Satu pesan deh, kalau kalian memiliki ayah yang belum mengerti tentang instagram, jangan kenalkan dia pada instagram. Karena pernah sekali dia melihat foto dengan gaya duck face dan dab, ketika kita akan foto bersama waktu bepergian, dia kontan memasang gaya tersebut.
"Dan sekadar tau Tara. Galang itu mantan pacar mama waktu SMA yang paling kurang ajar. Di depannya aja romantis banget. Taunya di belakangnya, ceweknya bejibun, kesel donk mama. Sebagai cewek bermartabat tinggi, besoknya mama putusin donk ditengah keramaian sekolah, yang tentu aja bikin dia malu!" Ucap ibuku dengan penuh kejijikan seolah-olah Galang adalah orang ternista sedunia
"Tara kamu tau gak?" Tanya ayahku lagi.
"Ya enggak lah, papa belom ngomong juga, gimana Tara mau tau?" Jawabku.
"Ya ini papa juga mau ngomong. Yang paling bikin papa ilfil adalah Galang itu tinggalnya diperumahan kita, ya walaupun nggak deket-deket sini juga sih" ujar papa dengan nada jengkel. Owh, sialllllll, aku tahu kini. Dante yang mendengar percakapan kami, langsung mengalihkan mukanya kepadaku dan melotot terkejut. Dalam hatiku aku langsung mengeluarkan sumpah serapah. Pantas saja si pengirim surat dengan mudah mengirim surat kepadaku. Rumahnya saja disekitar sini. Aku pun langsung mengingat kalau aku ingin meminta satu bodyguard pada ayahku.
"Oh iya Pa, nggg... aku boleh minta satu bodyguard gak?" Tanyaku malu-malu.
"Ya boleh lah, apa yang nggak buat anak papa?" Jawabnya bahagia.
"Eh tumben kamu minta bodyguard. Dulu dikasih bodyguard satu aja nolaknya sampe ngancem mau kabur dari rumah, sekarang minta" cerocos ibuku tak henti.
"Mama, Tara sudah mengerti sekarang, dunia tak lagi aman, tak lagi tentram, kemaren Tara liat di TV ada penculikan terus dijual organ tubuhnya, Tara gak mau diculik juga ma" jawabku sok dramatis.
"Ya udah, mulai kapan nih?" Tanya ayahku.
"Mulai besok pagi bisa pa?" Tanyaku.
"Bisa diatur lah" jawab ayahku.
Kamipun selesai makan malam, aku langsung naik ke kamarku. Di dalam kamar aku langsung berjalan panik bolak-balik dari ujung ke ujung.
"Sial, hidupku udah nggak aman. Dia ada disini. Dia ada disekitar sini. Hidupku terancam. Gimana nih?" Ceracauku stress.
"Sayang....sayang...SAYANG!!!" teriak Dante karena panggilannya tak ku gagas, "Kamu tenang dulu, jangan panik dulu kayak gitu, kepanikan nggak akan menyelesaikan masalah."
"Aku nggak panik juga nggak akan menyelesaikan masalah semudah itu" jawabku tajam, "gimana kalo besok rumah aku dibakar? Bisa aja kan? Hah? Aku nggak mau mati sia-sia Dante! AKU NGGAK MAU!" Teriakku. Setelah teriak aku baru sadar, bisa saja ayahku atau ibuku mendengar teriakkanku. Aku pun langsung bungkam lagi.
"Sebelum dia yang bunuh kamu, kita harus bunuh dia" ujar Dante.
"Bisa gak pake bunuh-bunuhan gak? Aku gak bisa bunuh orang, dosa tau" jawabku.
"Gak tau deh, yang terpenting, sekarang kamu sudah punya penjaga. Bodyguardmu dan aku" ucap Dante.

Hobaahhh, tak terasa sudah eps 10. Gilag, eksaitid saya. Thx yang yang sudah baca. Baca, vote, dan promosiin cerita ini terus ya. Goet Chrisist 😉.

Walau Kau Tak Bernafas Lagi: Rahasia Dan PerlindunganWhere stories live. Discover now