Nurmala

3.9K 219 4
                                    

"Chukkae!" Para sahabat memberi selamat kepada calon mempelai.

"Gumawo," Nurmala tersenyum menyambut ucapan selamat dari sabahat-sahabat tercintanya.

"Dimana pengantin prianya?" tanya Sekar celingukan mencari Ranto, calon suami Nurmala.

Nurmala menjawab pertanyaan Sekar dengan menggelengkan kepalanya yang kini terasa makin berat.

"Apa Tania dan Yakhsa sudah di sini?" Nurmala mengalihkan perhatian Sekar dan Nayra.

"Belum. Pengantin baru itu kan rempong," tanggap Sekar.

Nurmala resah, seresah-resahnya menantikan kehidupan baru yang akan ia jalani beberapa saat lagi. Sebentar lagi ia akan jadi seorang isteri seperti Tania. Bagaimana ia akan beradaptasi sesantai Tania setelah ini?

Pak penghulu telah tiba dan siap untuk melaksanakan tugasnya, tapi Ranto beserta rombongan besan belum juga tiba.

"Berapa lama lagi, Pak?" Kasak-kusuk tamu undangan yang juga telah lama menunggu.

"Iya nih, udah lewat satu jam. Jangan-jangan manten lakinya kabur lagi." Celetukan seorang tamu lainnya membuat Nurmala pingsan di tempat.

-0-0-0-

"Viana!" seru seseorang memanggil namaku.

Aku menoleh, kudapati Nurmala berlari kecil menghampiriku.

"Hey. Akhirnya kita bertemu lagi, setelah sekian lama," seruku girang.

Nurmala memeluk erat tubuhku seperti biasanya saat kami bertemu.

"Nur, kamu baik-baik aja kan?" tanyaku hati-hati.

"Ah, ya. Aku.. aku nggak baik-baik saja," lirihnya, disusul tangisnya yang pecah begitu saja.

Jelas saja aku bingung dibuatnya. Nurmala, gadis tangguh dan polos yang sudah kukenal sejak lama ini tak pernah meneteskan air mata walau kakinya terjepit jebakan tikus. Namun kali ini ia menangis, aku jadi penasaran, ada apa dengannya?

"Kamu tahu Ranto kan?" tanyanya buru-buru.

"Ya. Pacarmu sejak tiga tahun lalu, kan?"

Nurmala mengangguk cepat, "dia..." Nurmala tak melanjutkan kalimatnya.

"Dia kenapa? Dia ngapain kamu? Apa ka..ka..kamu? Ranto?" Aku mulai emosi. Apa mungkin Nurmala ha..

"Tidak. Bukan. Ranto ninggalin aku di hari pernikahan kami."

"Bagaimana bisa?" cecarku tak sabaran.

Nurmala hanya bisa pasrah saat mendapat kabar bahwa Ranto melarikan diri karena ia telah dijodohkan oleh orang tuanya di kampung.

"Pantas saja ia tak membawa satupun keluarganya saat melamarku, dia sudah menikah di kampungnya sejak dua tahun lalu. Bodohnya aku," sesal Nurmala.

"Sudahlah, Nur. Mungkin ini yang terbaik buatmu. Tandanya Allah sayang sama kamu. Coba bayangkan kalau ia meninggalkanmu setelah kalian menikah nanti, apa nggak jadi lebih menyakitkan?" kataku mencoba menenangkannya.

Nurmala si wanita tangguh terdiam.  "Apa kabar suami dan anakmu, Vi?" tanyanya seraya menyeka air mata.

"Alhamdulillah sehat. Aku terpaksa ngekos di dekat sini demi menyelesaikan tesisku. Insyaallah bulan depan semua urusanku selesai, jadi aku bisa segera pulang ke Bandung," ujarku.

"Hmm, sungguh beruntung dirimu punya suami yang sabar mengurus anak-anak sendiri, menanti istrinya kembali demi mengejar mimpimu, Vi," lirih Nurmala.

-0-0-0-

"Brengsek!" umpat Sekar.

"Apa sih yang dipikirkan lelaki sok puitis itu? Berani-beraninya dia mengkhianati Nurmala," sambung Tania.

"Stop it! Nggak akan ada gunanya kita mengumpat lelaki nggak tau malu itu. Yang harus kita pikirkan sekarang adalah keadaan Nurmala. Ia pasti depresi atas kejadian ini," Nayra menengahi.

Ada benarnya kata Nayra. Mengutuk nasi yang sudah jadi bubur tak ada gunanya, lebih baik menikmati buburnya.

Namun apa yang bisa dinikmati dari gagalnya sebuah pernikahan?

"Ini cara Tuhan menghindarkanku dari buaya macam dia. Naneun..., gwenchana," lirih Nurmala frustasi.

Lalu keempatnya terdiam untuk waktu yang lumayan panjang.

-0-0-0-

*naneun gwenchana : aku baik-baik saja.

It takes long time to update. Hihi

Miyanhe... kegiatan lagi berentetan (apa itu berentetan?) Akhir-akhir ini. Semoga cepet bisa update lagi dan terbit sebagai buku cetak yaaa 😍😉

ARISAN NIKAH (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang