Cerpen Buat Rara

11.6K 87 7
                                    


Di sebuah kafe, terdapat dua remaja, Rara dan Farhan namanya. Mereka adalah sepasang teman, bukan sahabat, apalagi kekasih. Hanya teman biasa. Mereka duduk berhadapan, agak canggung, tapi belum. Rara bukan tipe orang yang terganggu dengan suasana canggung, jadi itu bukan masalah. Masalahnya, Farhan yang merasa seperti itu.

Di sela-sela kecanggungan itu, bagai petir di langit yang cerah, Rara berkata seperti ini:

"Buatkan aku sebuah cerpen."

Farhan melongo keheranan, tentu saja ia terkejut. "Lho? Ngapain?"

"Buatkan cerpen, kubilang."

"I-iya, iya. Tapi buat apa?"

"Buat aku," jawab Rara santai. "Kamu keberatan?"

"Bu-bukan gitu ...." Farhan baru tersadar bahwa saat ini sebenarnya Rara sedang membantu dirinya, tidak mungkin Farhan langsung menolak begitu saja permintaannya sekarang, sangat tidak etis. Tapi Farhan tetap berusaha mencari-cari alasan sekarang. "Gue nulis cerpen liburan semester pas SD aja cuma satu paragraf."

"Sekarang kamu sudah SMA, bukan?"

"Iya, ya sih. Cuma ya walaupun gue suka baca buku, tapi gue ga punya bakat nulis, sumpah deh!"

"Makanya itu cobalah, kamu belum pernah mencobanya kan?" tanya Rara lalu memberi jeda sebentar. "Padahal aku sudah membantumu mencari buku untuk resensi bulanan ekskul literasi ...." Wajah Rara memelas.

Farhan menghela napas panjang tanda ia sudah menyerah. Rara menangkapnya sebagai jawaban setuju. Wajahnya berubah menjadi cerah lagi seketika.

"Gue penasaran aja ... kenapa lo sampe maksa-maksa gue gitu buat bikinin lo cerpen?"

"Bukan hanya kamu, aku pun penasaran akan sesuatu. Kenapa kamu mengajakku ke sini dahulu? Kenapa selesai dari toko buku tidak langsung pulang saja? Kafe ini dan arah pulang pun berlawanan."

"Eh? Emm ... wajar kan? Sekalian lah, gak rame amat cuma mampir ke toko buku doang abis itu udah. Sama ya itung-itung ucapan terima kasih juga lah." Farhan berusaha keras memilah alasan yang paling masuk akal yang terlintas di benaknya, karena sebenarnya Farhan sendiri tidak tahu pasti kenapa ia mengajak Rara ke kafe.

"Oh," respon Rara singkat. "Oh iya, soal kenapa aku memaksa kamu menulis cerpen itu karena aku suka membaca cerita buatan temanku sendiri, apalagi jika aku orang pertama yang diberi kesempatan untuk membacanya. Ditambah jika mereka meminta saranku, aku akan sangat senang. Ya mungkin suatu saat aku ingin menjadi seorang editor. Selama ini, aku tidak pernah menemukan seorang pun yang gemar menulis, dan ehm ... entah kenapa, sekarang aku yakin kamu punya bakat menulis. Mungkin."

"Diliat dari mananya coba ...," gumam Farhan namun sengaja agak keras agar Rara dapat mendengarnya.

"Pokoknya ... coba saja. Buat saja outline-nya dulu, lalu kamu buat satu paragraf pembuka dan berikan padaku. Aku akan menilai dari paragraf pertamanya saja dulu."

"Iya, iya ngerti."

***

Hari Senin, sepulang sekolah, Farhan bergegas keluar dari kelasnya, kelas 11 Sosial 2, menuju ke depan kelas Rara, kelas 11 Bahasa 1. Rara adalah orang yang sangat berjiwa sastra, itulah kenapa ia lebih memilih terus menggunakan kalimat baku dalam setiap percakapannya dan memilih jurusan bahasa sebagai persinggahan ia menimba ilmu. Ia hampir sama sekali tidak pernah memakai bahasa gaul. Setahu Farhan, kedua orangtua Rara adalah sastrawan hebat. Sejak kecil, Rara sudah dibiasakan dengan bahasa baku dan ketika ia terjun ke lingkungan teman sebaya, Rara lebih memilih untuk melestarikan kebiasaannya itu. Awalnya sulit bercakap-cakap dengan dua gaya bahasa, namun lama-lama teman-teman Rara sudah terbiasa akan hal itu.

Kumpulan Cerita PendekWhere stories live. Discover now