Empat Puluh Empat

2.5K 144 24
                                    

"Lo nggak balik ke kelas?" tanya gue pada Sesil yang masih terduduk. Keringatnya masih bercucuran di sekitar pelipisnya. "Lo sakit? Kenapa tadi nggak bilang, tau gitu lo nggak perlu repot-repot ikut penilaian."

"Nggak, gue nggak sakit. Lo mau balik ke kelas?" Gue mengangguk sebagai jawaban. "Gue langsung ke kantin deh, beli makan, laper banget gue. Kalau lo mau ke kantin, bawain botol gue sekalian ya, biar hemat gitu."

"Iya kalau gue inget. Gue sama Sheryn duluan ya," pamit gue lalu berlalu dengan Sheryn.

"Itu Rani bukan sih?" tanya Sheryn menunjuk salah satu adek kelas yang sedang berlari. Kami memang sudah kenal dekat sejak acara dance cover dalam acara HUT sekolah tahun kemarin. Bukan hanya Rani, masih banyak adek kelas yang juga anggota dari tim dance cover Sheyrn.

"Ran! Rani!" Rani yang sedang berlari reflek menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah gue dan juga Sheryn. "Ngapain lo lari-lari gitu? Lagi shooting drama India?"

"Iya, gue shooting drama India. Kalau udah kelar, di tonton ya, di bioskop kesayangan anda." Fix, semua anggota di sekolah ini pada sengklek semua otaknya.

"Promosi lo, anjir. kenapa lo lari-lari gitu?" ulag Sheryn.

"Mau diet kali, lo kan gendut kayak bola," celetuk gue. Sebenernya sih gue salah, Rani bukan cewek yang gendut, posturnya ideal banget.

"Gendutnya kayak gue, kurusnya gimana? Ada-ada aja nih kakak-kakak." Rani berlari dan mendekati kami. "Kenapa pada keringetan gitu? Habis ngapain semalam? Berapa ronde?"

"Anjir,lo kecil-kecil pikirannya udah yadong gitu. Makan apa lo? Jangan jangan lo sering baca ff yadong ya? Ngaku lo, dasar." Gue menjitak kepalanya dan membuatnya meringis kesakitan.

"Lo itu anggota organisasi keagamaan tapi pikiran lo kayak gitu. Jangan-jangan lo muridnya si Andi ya? Otaknya nggak bener, persis Andi dah."

"Andi? Kak Andi yang kecil itu? Yang item kan? Temenya Kak David?" tebak Rani. Ini mah sekalian menistakan Andi. Dasar adek kelas jaman sekarang.

"Jaga mulut lo, kedengeran gengnya David, mampus lo. Kecuali kalau lo emang udah nggak sayang nyawa, ngomong aja langsung di depan gerombolannya David," kata Sheryn.

"Gue haus, wan-kawan. Lo kalau mau curcol dulu sama Rani, gue duluan," kata gue.

"Ih, bentar doang, jangan ditinggal guenya. Mumpung ketemu nih, sekalian temu kangen." Sheryn menepuk-nepuk puncak kepala Rani.

"Bodo ah, mau lama, mau bentar, bodo amat. Gue pengen ke kelas, udah kering tenggorokan gue."

"Alay banget anjir, makanya lo jomblo," celetuk Sheryn tak sadar diri bahwa sesungguhnya dia juga alay bin jomblo.

"Ngaca, kak, lo juga jomblo," celetuk Rani dan terjadilah adu mulut.

Gue memilih untuk melangkahkan kaki, meninggalkan Sheyrn dan Rani yang masih berdebat tanpa akhir. Sheryn mengakhiri debatnya saat gue sudah menuju tangga lalu menyusul gue. Gue melihat ke arah Sheryn yang sudah ada di sebelah gue, gadis itu memasang wajah datarnya.

Pandangan gue beralih pada Arkan dan juga Abi yang ada tepat di depan gue, menaiki tangga lebih dulu. Gue mengikuti matanya yang melihat ke suatu tempat. Anggota OSIS sedang berkumpul di ruangannya. Tunggu? Siapa yang sedang ia lihat? Gue menghentikan langkah gue untuk memastikan siapa yang sedang Arkan lihat.

"Kenapa, Fin?" tanya Sheryn yang juga berhenti. Sheryn melihat ke arah gue lalu beralih melihat Arkan yang masih terdiam di tempat dan kembali melihat gue. Sedetik kemudian, mata gadis itu juga menuju ke ruang OSIS.

He(A)rt - [SELESAI]Where stories live. Discover now