2-Restoran Jawa

10.8K 701 10
                                    

Pukul sepuluh pagi Caca selesai membereskan rumah. Bukan, lebih tepatnya rumah megah milik suaminya. Caca mengusap peluh yang menetes di pelipis. Aroma tubuh yang mulai berkeringat mulai membuatnya tidak nyaman. Ia bergegas meletakkan sapu yang ia pegang ke tempat semula kemudian masuk rumah.

Sejam kemudian Caca sudah segar dan wangi. Ia mengambil ponsel yang ada di nakas dan melihat beberapa panggilan tak terjawab. Setiap melihat ponsel sebenarnya ia berharap ada panggilan dari suaminya, menghubunginya. Layaknya pasangan yang baru menikah yang tidak ingin jauh-jauh dari pasangannya. Tapi kenyataannya? Entahlah.

Caca mendapati nomor Amelia—kakaknya—yang memenuhi panggilan. Sekarang Amelia berada di Spanyol ikut suaminya—Ery—yang sedang tugas di sana. Caca lalu melakukan video call.

"Tadi dari mana aja, Dek?" tanya Amelia.

Caca tersenyum melihat Amelia yang tengah menggendong bayi berumur sebulan yang tengah terlelap itu. Ia menatap bayi mungil itu tanpa melihat kakaknya yang mulai sebal menunggu jawabannya.

"Dek!!" panggil Amelia kembali. Dari layar ponsel dia melihat wajah adiknya terlihat pucat dan terdapat kantung mata yang terlihat jelas.

"Eh iyaa, Kak." Caca tergagap. Ia mengalihkan pandang ke wajah kakaknya  lalu tersenyum ceria, tidak ingin kehidupan rumah tangganya yang tidak beres diketahui.

"Kamu dari mana? Kok dari tadi dihubungi gak bisa-bisa? Bukannya kamu lagi libur ngajar?" selidik Amelia.

"Tadi aku di bawah, lagi masak," bohong Caca.

"Oh lagi masak? Nggak pakai pembantu aja Dek? Kakak nggak mau kamu... ."

"Kak please, jangan ungkit-ungkit masalah itu. Aku usaha buat ngilangin trauma itu, Kak. Jadi jangan bahas masalah itu," pinta Caca, sengaja langsung memotong pembicaraan.

"Maaf.. Kakak cuma khawatir sama kamu," jawab Amelia sedih. Matanya mulai berkaca-kaca, tergingat apa yang pernah dialami adiknya sepuluh tahun yang lalu.

"Iya, Caca ngerti," jawab Caca lesu.

Kemudian ia ingat akan belanja kebutuhan dapur yang mulai habis. Ia melihat jam di dinding yang sudah menunjukkan pukul 10.30 itu. "Kakak Caca harus belanja dulu. Nanti kita sambung lagi."

Amelia mengangguk, kemudian memutuskan sambungan.

"Huh..." Caca mengembuskan napas lega. Ia tidak ingin melihat kakak bersedih. Cukup masa remaja kakaknya ia sita akibat kejadian itu. Ia tidak mau mengganggu kakaknya yang sudah bahagia bersama suami dan anak mereka.

***

Caca melihat troli yang sebagian besar berisi sayur-sayuran. Setelah dirasa barang belanjaannya sudah terbeli, ia mendorong troli menuju kasir.

Brak...

Caca menatap depan dan terkejut melihat seorang lelaki yang sedang memegangi lututnya itu. Ia segera mendekat dan memperhatikan lelaki itu. "Maaf. Aku nggak sengaja."

"Nggak apa-apa. Aku juga salah, jalan nggak lihat-lihat," jawab lelaki itu sambil meringis merasakan lutut kirinya yang berdenyut nyeri.

Lelaki itu lalu mendongak dan mendapati wajah wanita cantik yang menatapnya dengan khawatir itu. Sudut bibirnya lalu tertarik ke atas. Cantik.

"Hei!! Kamu nggak apa-apa?" tanya Caca sambil menggerakkan tangan. Ia lalu memperhatikan penampilan lelaki di depannya yang mengenakan pakaian formal itu. Sepatu fantofel, celana kain hitam, kemeja putih, jas hitam dan tidak lupa dasi hitam.

"Sekarang kamu yang melamun," ucap lelaki itu sambil terkekeh. Ia hendak mengulurkan tangan, berniat berkenalan dengan wanita cantik itu. Namun, getar ponsel di saku celana membuatnya mengurungkan niatan itu.

AngelissaWo Geschichten leben. Entdecke jetzt