New School

10 2 0
                                    

"Ayah...Ayahh....Ayahhh!!" teriak remaja berkulit sawo matang dengan alis tebal namun rapi tanpa pensil alis itu berjalan turun dari lantai dua mencari ayahnya. Iris matanya yang berwarna sedikit kecoklatan terus mencari keberadaan ayahnya hingga ke dapur.

"Ayah udah di depan Mia! Kamunya aja yang lama!" jawab suara berat itu dari arah teras rumahnya. 

Mia mengkulum senyumnya, pasalnya ternyata hari terakhir ayahnya disini akan mengantarkan Mia pergi kesekolah barunya.

Mereka baru pindah ke kota Jakarta ini 2 hari yang lalu. Dan hari ini adalah hari pertama Mia bersekolah di SMA Bakti.

"Nonn... Ga sarapan dulu?" tanya pembantu rumah tangganya.

"Ga deh bi, masih kenyang. Pergi dulu bi" pamit Mia meninggalkan bibi menuju teras depan.

"Udah? Ayo! Nanti kamu telat hari pertama kamu masuk sekolah" sambut ayahnya.

Mia lalu masuk ke dalam mobil ayahnya. Mobil pun melaju dengan kecepatan normal menuju sekolah Mia.

Mia memperhatikan ayahnya yang sudah berpakaian tentara. Ayah yang menyadarinya bertanya kenapa dirinya melihat ayahnya. "Iyaa, ayah tau kok, ayah ganteng gausah diliatin mulu" sahut ayahnya. Mia hanya tersenyum kecut lalu memalingkan wajahnya ke arah jalanan.

"Lah? Ngambek nih ye ceritanya..." goda ayahnya sambil mencolek dagu anaknya itu lalu tertawa. Mia yang digoda seperti itu membantahnya sambil tertawa. 

"Ayah nganterin Mia langsung pergi nugas lagi?" tanya Mia dengan wajah yang sedikit menyiratkan kekecewaan.

Ayahnya tersenyum simpul, "Iyaa, ayah ditugasin lagi. Tapi, kali ini lebih lama sekitar 1 bulanan mungkin. Kamu gapapa kalau ayah tinggal selama itu?"

Mendengar perkataan ayahnya itu, Mia sedih karena akan ditinggal berdua hanya dengan pembantunya selama sebulan. Tapi Mia mengerti, itu semua demi Mia, dirinya tau itu. Dirinya menjadi teringat lima bulan yang lalu, tepatnya dua hari setelah kepergian ibu-nya.

Dirinya terbangun diruangan putih berbau obat - obatan. Mia menghelakan nafas, lagi - lagi dirinya berada di rumah sakit. Dia tau apa penyebabnya, karena sudah dua hari semenjak kepergian ibunya dirinya tidak memakan apapun, membuat maag-nya kambuh. Dia melirik laki - laki disebelah kirinya, mengelus puncak kepalanya, mencium kening putri kesayangannya. Mia memejamkan matanya sebentar, merasakan kecupan sang ayah. 

"Mia..." suara barinton ayahnya memenuhi gendang telinganya. Mia meliriknya, melihat kerutan yang ada diwajah ayahnya. Ada sedikit air mata dipelupuk matanya, sang ayah mengkhawatirkan anaknya. Melihat itu Mia menjadi menangis, mengingat sekarang hanya ada ayahnya disisinya. Tak ada lagi ibunya.

"Mia, dengerin ayah..." ayah menghapus air mata Mia, lalu mengelus tangannya pelan seperti ingin menghilangkan rasa sakit karena infus. 

"Mia harus tegar, kita harus tegar nak. Ibu ga kemana - mana, ibu masih dihati kita. Sekarang Mia gausah nangis lagi ya?" ucap ayahnya sambil menahan air matanya, menghapus air mata Mia. 

"Mia ga... mau kehilangan ibu, yah. Mia ga terima ibu pergi! Mia juga... ga tau ibu pergi karena apa" ucap Mia dengan suara parau, disela - sela tangisan Mia membuat hati ayahnya perih. Ayahnya tidak memberi tahu apa yang membuat ibunya pergi.

"Miaa... Selagi ayah nanti ga ada disamping Mia, kamu harus bisa jaga diri baik - baik ya? Mia kan pandai bela diri, ya kan? Ayah ga mau kehilangan Mia. Ingat kata ayah ya?" ayahnya mengalihkan pembicaraan mereka. Ayahnya memeluk Mia dengan hati - hati. Mengecup kening anaknya dengan penuh kasih sayang. Mia memejamkan matanya, menangis dalam diam.

Kini hanya ada dirinya dan ayahnya...

"Mia? Miy!?" Mia tersentak dari lamunannya tadi, lalu menoleh tersenyum untuk ayahnya. "Kamu kenapa? Kita udah sampe loh..." sambung ayahnya.

"Ga kok yah, yaudah Miy pergi dulu yah" pamit Mia mencium pipi ayahnya, lalu memeluk ayahnya. "Ayah hati - hati ya dijalan" 

Mia turun, berjalan menuju gerbang sekolahnya. Sedikit canggung karena dirinya masih memakai baju kotak kotak punya sekolah lamanya. Banyak siswa-siswi melirik dirinya, namun dirinya tetap berjalan mencari kantor kepala sekolah. Rambutnya yang sepunggung namun diikat ekor kuda tiba tiba berhenti. 

"Kalau ayah langsung pergi, terus guenya pulang naik apa?" batin Mia lalu menepuk jidatnya, membuat poninya sedikit berantakan.

Tring!

~~~

Hallo! Maaf nih ceritanya kurang bagus:( author masih amatiran. Dan juga maaf ceritanya bakal slow respon karena author lagi punya masalah>.<

Author masih belum punya HP, komputer author rusak uhh... terus laptop author chargernya rusak mesti minjem mulu. Tapi bakal diusahin secepatnya buat update yaa!

Oh ya jangan lupa tinggalin jejaknya>.< Vote and Comment kalian bakal sangat membantu author. Saran dan kritiknya juga! Biar author tau dimana letak kesalahan author:3

Makasih yang udah bacaa! Tengkii guys!

Salam hangat,

Rexy

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 06, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Sang RembulanWhere stories live. Discover now