Character: Adelaida Devara

2.2K 437 97
                                        

Meskipun masih duduk di bangku SMA kelas 3, Adelaida Devara sudah cukup berpengalaman soal yang namanya percintaan. Terutama soal kasus cinta di mana senpai doesn't notice you.

Ade tahu betul bagaimana rasanya, mulai dari terbang karena terserang virus baper senyum senpai yang killing, sampai kecewa karena sang senpai sudah lulus terlebih dahulu sedangkan status mereka masih sama. Hanya sebatas adik dan kakak kelas.

It hurts damn much, sampai Ade hampir menghabiskan satu pack tisu berisi 250 lembar, padahal Squidward hanya butuh 4 lembar.

Waktu digoda Ibu, Ade selalu protes dengan matanya yang bengkak. "Bu, ini anak ceweknya lagi galau kok makin dibuat nangis?"

Mungkin kesannya over, tapi percayalah Ade terus menggalau selama 3 bulan. Dan tiap kali Juna datang ke rumah, Ade akan selalu menanyakan pertanyaan yang sama.

"Mas nggak dateng, A?"

Nampaknya Juna cukup peka untuk hal itu. Jadi di semester ketiga setelah TPB* usai, Juna selalu datang bersama dengan Dimas.

(*TPB: Tahun Persiapan Bersama.)

Rezeki nggak kemana memang buat Ade. Terutama di situ saat di mana Ade harus mulai menimang soal kuliah dan tetek bengeknya.

Dengan munculnya lagi sosok senpai kesayangannya, Dimas, Ade mulai menuliskan satu institut sebagai targetnya untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya.

Dengan perjuangan mempertahankan nilai rapor, Ade akhirnya sampai pada tingkat di mana dia benar-benar harus membulatkan pilihannya.

"Pokoknya aku mau nembak kampus yang sama kayak Aa Juna."

"Lo masuk juga gara-gara Dimas di sana, kan?"

Dimas hanya tertawa mendengar adu mulut kecil antara Juna dan Ade hari itu. Ade jelas saja malu karena itu. Tapi kemudian dia merasa perlu bersujud begitu Dimas tiba-tiba menawarkan untuk mengajarinya.

"Bisa bantu dikitlah. Tapi nggak janji bakal lulus."

"Masalah lulus belakangan aja, Mas. Yang penting usaha dulu." Itu balasan yang Ade berikan pada Dimas.

Iya, usaha. Usaha untuk kembali memperjuangkan cintanya yang masih terkurang dalam status senior junior itu.

Karena tawaran dari Dimas itu, notifikasi ponsel Ade yang biasanya diisi grup kelas atau chat dari official account LINE—yang dia sendiri bingung kenapa bisa sebegitu banyaknya—sekarang berganti menjadi chat dari Dimas.

De, gimana di sekolah? Belajar apa aja tadi?

Soal yang Mas suruh kerjain udah belum?

Btw Ade sibuk nggak? Mas telepon boleh?

Jangan salahkan Ade kenapa dia sering berteriak di dalam kamar. Sebagian besar alasannya ya karena cowok yang satu itu. Karena Mas Dimas yang terlalu pawai bikin anak perawan bahagia.

Tanpa disangka, perasaan yang membuat Ade sesak dada siang malam di tahun pertama SMA-nya kini tumbuh, bigger and bigger every second just because of simple chat with Dimas. Kalau bisa mengobrol langsung tiap hari pasti akan menyenangkan.

Dan karena itu, Ade memutuskan untuk benar-benar masuk ke kampus yang sama dengan Dimas dengan jurusan oseanografi dan teknik kimia sebagai pilihannya.

"Pokoknya kamu harus bisa masuk, De. Semangat, ya! Nanti Mas kasih hadiah."

Tentu saja, Ade pasti semangat. Karena tujuannya bukan hanya sekadar lulus saja, tapi tujuannya juga...

"Kalau hadiahnya Mas, boleh?"

***

Unknown (✓)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora