|8| Ares mirip Gista katanya

29 9 9
                                    

"Ares!" Begitu pintu gerbang rumahnya terbuka, Gista langsung melihat bocah yang mirip kakaknya versi laki-laki sedang berlari ke arahnya. Tanpa repot-repot menunggu Ganin di belakangnya, Gista langsung menghampiri bocah itu dan memeluknya. "Makin gemuk, wooo."

"Ayes emugh!" seru bocah itu sambil memegangi perutnya. "Itu siapa, Ante?"

"Coba tebak siapa?" kata Gista yang sedang menunggu Ganin memarkirkan motornya. "Ganteng nggak?"

"Pacal Ante, ya?" Ares menunjuk Gista dengan serius. "Ganteng!"

"Emang Ares tahu, pacar itu apa?" Gista melirik ponakannya itu dengan sinis, sebelum akhirnya menatap Ganin yang sedang menghampiri mereka. "Ganin buruan! Ares mau kenalan."

Menyadari kalau Ganin sekarang berada tepat di depan rumah calon mertuanya, membuat kepala Ganin pening seketika, apalagi cara Gista memeluk Ares yang entah kenapa membuat Ganin menjadi bingung. Ada apa?

Sebal karena emosinya yang tidak menentu, Ganin akhirnya bergerak mendekati Ares dan Gista yang disambut senyum hangat khas anak kecil berusia empat tahun. "Halo, Abang Ganin!"

"Halo Ares! Udah makan belum?" Ganin tahu nama anak itu, karena sebelum sampai rumah, Gista sempat memberi tahu soal saudara dan ponakannya. Ganin serta merta mengulurkan tangannya agar Ares berpindah ke pelukannya.

"Ayes mam puding Eyang Uti!"

Mereka berjalan ke dalam sambil sesekali mendengar Ares berceloteh. Sepengetahuan Ganin, rumah Gista memang sepi. Beberapa kali ia kemari dan hanya bertemu Ayah dan Ibu Gista. Baru sekali ini ia bertemu Ares dan mungkin akan bertemu orang tua Ares yang mana adalah kakaknya Gista.

"Eyang Uti mana, Ares?" Yang dimaksud Gista adalah ibunya yang juga nenek Ares. "Mama Gian juga mana?"

Ares diam saja ditanya soal mama dan neneknya, bocah itu justru sibuk memainkan kancing di baju Ganin yang membuat Gista justru jadi cemburu. Huh! Cemburu.

"Ares ih, Bang Ganin kan punya Ante!" ucap Gista sebal dan langsung merebut Ares dari kekasihnya yang disambut pelototan dari Ganin. "Jawab Tante, nggak?"

"Ayes gak tau!" Kemudian anak itu kembali merengek agar bisa ke pelukan Ganin kembali dan Ganin menerimanya dengan senang hati.

"You have me all the time, please," ucap Ganin sarkas. "Ares lucu banget, matanya bulet kayak kamu."

Tetapi Gista merespons lain perkataan Ganin, "Ares sayang banget sama tiap laki-laki dewasa. Manja."

"Like you?"

"Ares bukan anakku! Kenapa dari tadi kamu samain aku sama Ares sih!" gerutu Gista sebal -mungkin masih patah hati karena Ganin menempel terus dengan ponakannya. "Ares emang nggak punya Ayah. Satu-satunya orang yang dia anggap ayah itu, ya Mas Fatih -anak sulung ayah, orang yang dari kecil rawat aku."

Ucapan Gista menimbulkan benang kusut di kepala Ganin -hal yang jarang terjadi karena biasanya mereka hanya bicara hal remeh.

"Ares born from... engg... dia gak punya bapak," ungkap Gista dengan nada ragu. "Dari dulu aku nggak pernah tinggal sama ayah ibu, karena duli Mbak Gee sakit-sakitan dan fokus urus Mbak Gee. Aku tinggal di Jogja, bareng Nenek dan Mas Fatih. Tapi, sejak Mbak Gee dinyatakan hamil tanpa suami, aku pindah ke sini karena... ayah dan ibu nggak mau gagal lagi mendidik anak perempuannya."

Ah! Ganin got it! Dengan cepat, Gista mengambil Ares dan langsung menuju ibunya tanpa memberi kesempatan lebih untuk Ganin bertanya.

Setelah mengucapkan salam kepada orang tua Gista, Ganin mengobrol sebentar dengan kedua orang tua paruh baya itu tanpa ada Gista. Ganin tidak tahu Gista dimana, dan tidak berniat untuk mencari, karena toh, dia masih bisa mengobrol dengan Gista nanti.

"Pak, kalau Gista saya seriusin, apa Bapak mengizinkan?" tembak Ganin saat itu juga. "Saya belum bisa membawa orang tua saya saat ini juga, tetapi, jika Bapak melonggarkan hati Bapak karena anak gadis Bapak akan saya ambil, saya berjanji akan membawa orang tua saya."

Dari arah belakang Ganin, seseorang menarik bahunya, membuat Ganin terkejut dan kepala keluarga Sanjaya itu melongok karena kelakuan anak gadisnya.

"Ganin bercanda, Yah. Nanti... aku pinjam dulu, Ganinnya. Dadah Ayah."

Selalu seperti ini. Gista yang memohon, lalu Gista juga yang menolak.

29/06/'17

Pain by Your ReasonOnde histórias criam vida. Descubra agora