6

133 6 0
                                    

Sudah seminggu lebih Feroll tak bertemu Nadia.
Setiap kali ia kerumah atau kekampus selalu saja tak dapat bertemu dengan Nadia.
Ada-ada saja hal yang membuat mereka tak dapat bertemu.
Ditambah lagi setiap Feroll menelfon selalu sibuk atau tidak aktif.

" Nad..sebenarnya lo ngejauh dari gue atau gimana sih..? Seenggaknya lo ngomong jangan diemin gue kayak gini."
Ucap Feroll dengan nada frustasi.
Untung saja dia sedang berada didalam ruang kerjanya kalau tidak pasti karyawan dan karyawati sudah mengira Feroll gila yang ngomong sendiri.

" ada apa bro ?"

"..."

" Ok. 15 menit lagi gue sampai disitu."

"..."

" Iya. Bacot lo kayak emak-emak kompleks aja. "

"..."

Feroll pergi kesebuah cafe untuk menemui Marsel.
Disana Marsel sudah duduk manis sambil bercerita mesra dengan seorang wanita.

" Lo emang nggak pernah berubah ya sel."

" Duduk bro. Kenalin ini Mona calon istri gue."

" Mona."
Ucapnya dengan wajah bersemu merah.

" Model kayak lo punya calon istri ? Kagak percaya gue."

" Beneran serius gue. Ni undangan buat lo."
Ucap Marsel sambil memberikan undangan yang tampak elegan berwarna merah bercorak bunga dengan aksen pita ditengahnya.

" Akhirnya lo pensiun dari gelar playboy dong."
Ucap Feroll tanpa basa basi.

" Harus dong. Demi masa depan gemilang. Toh Mona juga yang uda buat gue insaf."

" Rio kemana ? "

" Gue juga nggak tau tu anak dimana. Katanya OTW kesini tapi belom nongol juga."

" Paling lagi asik sama gebetan baru."

" Kali aja gitu."

Tiba-tiba Rio datang menghampiri kedua sahabatnya itu.

" Ada apaan sih ?"

" Ini si Marsel mau nikah sabtu depan."

" What ? Nggak salah ni ?"

" Udah lo diem aja ini undangannya jangan lupa datang."

" Sukur deh lo uda insaf."

" Elonya kapan nyusul ? "

" Mei."

" Yang bener lo ?"
Tanya Marsel kepo.

" May be yes may be no."
Jawab Rio sambil tertawa.

" Lo becanda aja terus. Ntar jadi perjaka tua baru tau rasa deh nggak laku."
Ucap Marsel dengan gaya khas emak-emak.

" Gue bukannya nggak laku. Kalau gue mau banyak kok yang antri. Tapi guenya aja belom nemu yang pas dihati."

" Curhat ni ye."

" Hei Fer kok muka lo kisut amat ? "

" kayaknya belom dapat service tuh. "

" Apaan sih. Pikiran lo fulgar melulu sih Sell. Nggak malu apa sama calon istri yang disebelah lo ? "

" Dia mah uda kebal dengerin omongan gue kayak gitu."
Ucap Marsel sambil menaik turunkan alisnya dengan menatap genit kearah Mona.
Mona yang melihat sikap Marsel segera memutar bola matanya sambil memandang dengan wajah datar.

" Becanda honey..jangan marah ya.."
Bujuk Marsel.
Mona hanya diam dan menarik nafas panjang sambil tersenyum kaku.

" Cerita dong Fer lo punya masalah apa. Jangan dipendam dong. Siapa tau aja kita bisa bantu cari solusinya."

" Uda seminggu lebih gue nggak bisa ketemu Nadia sob."

" Kok bisa ?"

" Bukannya kalian tinggal serumah ? Atau kalian sedang bertengkar ? "

Feroll hanya menggeleng lemah.
Dia benar-benar tak mengerti mengapa Nadia menghindar dan terkesan menjauh darinya.

Nadia Pov

" Sayang..kamu marahan ya sama Feroll ? "

" Kata siapa ma ? "

" Nggak mama cuma pengen nanya aja kok sayang."

" Bukannya aku marah atau menghindari Feroll ma."
Sesaat Nadia menghentikan obrolannya sambil menarik nafas dalam-dalam lalu melanjutkannya lagi.

" Aku nggak bisa fokus ngerjain skripsi kalau dirumah Feroll ma. Lagian Feroll selalu mandangin muka aku terus jadinya grogi. Lagi pula akhir-akhir ini banyak kerjaan dikampus ma."

" Iya mama ngerti. Tapi setidaknya kamu telfon atau sms Feroll bisa kan ? "

" Aku sering nelfon dia tapi selalu hpnya sibuk. Ya uda aku matiin aja hpku biar nggak keganggu."
Lalu Nadia pamit pergi ke kampus setelah menyelesaikan sarapannya.

Saat pulang kerumah Feroll lebih banyak berdiam diri dikamarnya.
Akhir-akhir ini ia terliat sangat murung.

Tok..tok

" masuk. Pintunya nggak dikunci."

Dari balik pintu itu muncul wanita paruh baya yang sedang mencemaskan anaknya.

"Boleh mama bicara ? "

Feroll hanya mengangguk tanda mengiyakan keinginan mamanya.

" Sebenarnya kamu kenapa ?
Makan nggak berselera. Banyak ngelamun dan mengurung diri dikamar. Ayo ceritain ke mama."
Ucap Fera sambil mengelus kepala Feroll yang bersandar manja dibahunya.

Saat ini yang ia butuhkan hanya belaian penuh kasih sayang dari mamanya.
Ia merasa frustasi akan hal yang sedang menimpanya saat ini.

" Kamu sewaktu Renata pergi ninggalin kamu ke Amerika nggak sesedih dan sefrustasi ini. Kamu punya masalah ya dengan Nadia ? "

" Feroll nggak tau ma. Sepertinya Nadia sengaja menghindar dan menjauhi Feroll ma. "

" Kamu kok berfikiran kayak gitu ? "

" setiap kali Feroll hubungi hp Nadia selalu sibuk dan terkadang mati."

" Mungkin dia sedang sibuk."

" Feroll tau ini karna omongan Feroll tempo hari ke Nadia. Yang membuat Nadia menyerah dengan pernikahan kami."

" Kamu harus jujur sama dirimu sendiri. Dan jangan egois. Kalau kamu lebih mempertahankan egomu, maka masalah kalian tidak akan pernah terselesaikan."

" Terus Feroll harus gimana ?
Kekampus nggak ketemu. Dirumahnya juga."

" Ya..kalau mama boleh nyaranin kamu nungguin Nadia dirumahnya aja. Ya kamu ke kamarnya liat-liat koleksinya apa aja dan yang lainnya."

" Thanks ma. Mama emang the best."
Ucap Feroll sambil mencium pipi kanan Fera dan bergegas mengambil kunci mobil yang terletak diatas nakasnya.

" Mau kemana ? "

" Aku mau kerumah Nadia ma."

Fera hanya tersenyum melihat tingkah anaknya.

***


Antara Kau Aku dan Dia  Where stories live. Discover now