19: Biru, Kanya, Siapa Yang Salah?

8.5K 701 39
                                    

"Hanya sebuah pengertian yang saya mau. Saya pikir itu mudah, Saya pikir itu tidak mahal. Awalnya saya berpikir seperti itu. Tetapi, saat saya tahu bahwa saya tidak bisa mengerti, saya tidak tahu apa masih pantas saya memintanya." -Blackheartsy

-

Biru menghentikan laju motornya di depan sebuah restoran cepat saji berlambang huruf M, Biru telah memerintahkan Vano untuk memesankan makanan dan minuman untuk mereka berdua lewat pesan obrolan beberapa menit yang lalu. Tetapi, matanya menyipit saat melihat Vano datang menghampirinya tanpa membawa apapun. Apa lelaki itu baru datang?

"Pindah restoran aja yuk!" Biru yang baru sampai tentu benar-benar bingung dengan ajakkan Vano.

"Loh? Bukannya elo yang mau makan di sini?"

"Tapi, gue di usir sama mbak-mbaknya!" Vano berkata merajuk membuat Biru meringis geli.

"Lo pasti berulah lagi ya?" Biru bertanya memastikan.

"Enggak! Gue cuman pesen ayam. Tapi, mbak-mbaknya melototin gue,"mendengar jawaban Vano tentu saja Biru merasa tidak yakin.

"Emang lo pesen ayam apa?"Biru bertanya kembali karena dia tahu bahwa sahabatnya ini terkenal karena dengan ketidak warasannya.

"Pesen ayam kaepsi. Mbaknya kan nanya, pesen apa mas? Ya, gue jawab, mbak saya mau pesan ayam kaepsi soalnya kulit ayam disini kurang renyah kayak lawakkan mbak! Masa cuman gara-gara itu gue di usir!" Vano protes dengan nada tidak terima. Membuat, Biru hampir memukul kepala lelaki di hadapannya dengan helm miliknya.

"Iya jelaslah lo di usir! Pintar banget sih lo jadi orang! Udah biar gue aja yang pesenin." Kemudian, Biru memasukki restoran tersebut dan Vano mencari tempat duduk untuk mereka berdua. Dalam hati kecilnya, Biru selalu berdoa agar otak Vano bisa sama normalnya dengan anak-anak remaja di luar sana.

-

Biru membawa nampan berisi makanan dan minuman untuk mereka. Vano yang melihat kedatangan Biru langsung memasang wajah sumringah-nya, Biru bahkan belum mendudukkan dirinya di kursi ketika Vano langsung memakan ayam goreng yang di balut tepung itu dengan lahap. Sementara, Biru hanya meminum segelas soda dan menatap cheeseburger pesanannya tanpa minat.

Butuh waktu sepuluh menit untuk Vano menyelesaikan makannya, lelaki itu kemudian meminum lemon-tea yang memang minuman kesukaannya, dalam hati Vano berterima kasih kepada Biru yang sungguh pengertian kepada dia. Karena, kalau dia berterima kasih secara langsung kepada lelaki itu, Biru pasti tidak sungkan menyiramkan minuman yang ada di hadapan mereka ke wajah tampan milik Vano.

"Jadi, Biru ada masalah apa sehingga lo memutuskan untuk menemui gue?" Vano bertanya seolah dirinya adalah pakar kejiwaan yang handal. Padahal dia sendiri sakit jiwa.

"Kok lo tahu sih gue lagi ada masalah?" Biru tidak menjawab melainkan kembali bertanya kepada laki-laki di depannya.

"Biru, ini tuh memang zaman-zaman sulit..." Biru mengangkat telapak tangannya menghentikan ucapan Vano yang pasti akan melantur kemana-mana jika di biarkan.

"Nggak, gue bercanda doang kok. Gue nggak kenapa-kenapa!"

"Sekarepmu wae mas, bilang aja habis debat panas kan lo sama, Kanya?" pertanyaan Vano membuat Biru hampir tersedak minumannya.

"Kok lo bisa tahu?"

"Tahulah, muka lo kucel banget udah gitu asem parah. Gue kasih tahu ya, Biru! Nggak mungkin kan ada orang mukanya di tekuk, cemberut, merengut sepanjang hari. Terus bilang, duh, gue abis dapat duit nih lima puluh juta kesel banget gue! Nggak ada!" Biru hanya mengangguk membenarkan perkataan Vano walaupun dia tidak tahu apa hubungan uang lima puluh juta dengan orang yang habis bertengkar.

Rasa BiruWhere stories live. Discover now