Part 3

197 166 83
                                    

"Felly, bintangmu!"

  Awalnya aku tak mengerti dengan ucapan Nia saat ia berteriak histeris seperti itu, tapi saat aku mengikuti arah pandangnya, aku tahu dan mengerti apa maksudnya.

  Semua manusia yang berada di sini sedang memegang sesuatu di tangannya, dan itu sedikit bercahaya. Tapi saat aku melihat apa yang berada di genggamanku, aku benar-benar tak percaya melihatnya. Karena yang aku pegang sedikit berbeda dengan apa yang mereka pegang.

  Di tanganku kini ada sebuah bintang berbentuk bintang berukuran sedang yang bercahaya, sungguh ini sangat menyilaukan di penglihatanku. Mataku sampai terpejam rapat sama seperti saat bintang berkelap-kelip di atas langit beberapa menit yang lalu. Cahayanya sama, yang berbeda hanya cahaya yang kita lihat sekarang lebih dekat dan nyata.

  Cahaya yang keluar dari bintang di tanganku semakin kuat, dan aku juga semakin kuat merapatkan mataku. Aku terus saja menggeleng karena bintang di tanganku tak bisa terlepas, seperti ada sebuah perekat.

  Saat aku rasa cahaya dari semua bintang yang ada mulai meredup, aku mulai membuka mata perlahan. Gelap. Satu kata yang terlintas saat aku membuka mata, aku tak dapat melihat cahaya sekuat tadi.

  Akan tetapi saat aku mengedarkan pandangan mataku, betapa kagetnya aku tak bisa melihat manusia sebanyak tadi. Hanya ada beberapa, tidak sebanyak sebelumnya.

  Aku tersadar dengan bintang yang berada di tanganku, bintang itu masih ada. Ukurannya yang pas di genggaman tanganku membuat aku terkagum dengan bentuk dan warnyanya.

"Kamu baik-baik aja Fel?" tanya seseorang dari belakang punggungku, membuatku segera berbalik untuk melihat siapa yang berada di balik punggungku.

"Nia," pekikku ketika melihat Nia berdiri di depanku, aku segera memeluknya erat.

  Saat aku melepas pelukanku terhadap Nia, aku tersadar dengan perubahan pada diri Nia, Nia yang tadinya hanya memakai pakaian santai saja kini berganti memakai jas besar berwarna merah muda yang panjangnya menjuntai sampai bawah lutut.

"Dari mana kau mendapatkan jas ini?" tanyaku sembari memegangi jas bagian depan milik Nia.

"Lihat saja dirimu," ujar Nia sembari menunjukku.

  Aku langsung menunduk melihat pakaian ku, dan betapa kagetnya aku melihat apa yang kini aku kenakan. Jas yang aku kenakan sama persis seperti yang Nia kenakan, hanya saja warna jas milikku berwarna putih bersih.

"Bagaimana bisa kita mendapatkan jas ini Nia?" tanyaku kebingungan, karena setahuku, tadi aku mengenakan sweater dan jeans, tapi sekarang aku bisa mengenakan jas putih dengan over all berwarna senada di dalamnya.

"Lihat saja." Nia mengangkat tangannya, dan saat aku mengikuti arah tangan Nia, aku dapat mengerti apa maksudnya.

  Bukan hanya aku dan Nia, tapi semua manusia yang berada di tempat ini mengenakan pakaian yang sama, tapi dengan warna yang berbeda. Lantas dari mana semua pakaian ini? Seingatku, tadi aku menerima cahaya yang sangat menyilaukan dari bintang yang berada di tanganku.. astaga, ke mana bintangnya?

  Aku gelagapan, bintang yang aku pegang tadi tak ada lagi di genggamanku, padahal tadi masih ada. Ke mana perginya bintang indah itu?

"Nia?"

"Apa?"

"Apa tadi kamu juga sempat memegang bintang?" aku akhirnya menanyakan hal yang ganjal pada Nia.

"Bintang?" tanya Nia seperti kebingungan oleh pertanyaanku.

  Aku bisa melihat Nia mengerutkan keningnya, mungkin dia berpikir atau mengingat-ingat bintang yang aku maksud.

"Ah iya, bintang itu."

~~~

  Karena manusia yang berada di sini tidak sebanyak sebelumnya, kita semua berkumpul membentuk sebuah lingkaran besar. Aku tak tahu ini inisiatif siapa, tapi yang jelas, aku ingin segera keluar dari tempat yang sangat membosankan ini.

"Perkenalkan nama aku Abban, aku sama seperti kalian yang terjebak di tempat ini," pria dengan postur tubuh yang tinggi itu berdiri di tengah-tengah kumpulan manusia yang membentuk lingkaran. "aku ingin meluruskan semuanya, memecahkan misteri yang terjadi di antara kita semua saat ini."

  Mataku terus saja memandangi gerak pria tinggi dan tampan itu, aku yakini umurnya hanya beberapa tahun di atasku, tapi perkataan dan keberaniannya berdiri di depan kami semua membuatku terkagum seketika.

  Pria itu terus saja menjelaskan hal ganjal apa saja yang sudah terjadi selama kita berada di sini, tapi aku terus saja mengagumi ketampanan dan juga kegigihannya. Dengan postur tubuh yang tinggi, alis tebal berwarna hitam, rambut kecoklatan yang sedikit berantakan dan juga jas gagah berwarna hijau muda. Dia sangat tampan.

"Apa kalian ingin membantuku?" tanya Abban mengakhiri ceritanya tentang keganjalan-keganjalan yang terjadi beberapa hari yang lalu.

"Aku bersedia," gumamku tanpa sengaja, semoga saja suaraku tak cukup terdengar sampai sana.

"Jas putih? apa kau ingin membantuku?" tanya Abban sembari berjalan mendekatiku yang duduk di atas pasir bersebelahan dengan Nia.

  Mataku melotot, ternyata gumamanku terdengar jelas olehnya. Aku harus bagaimana. Aku melirik Nia, dan Nia langsung tertawa kecil melihatku gelagapan di dekati pria bernama Abban.

"Bagaimana?" tanya Abban yang kini sudah berjongkok tepat di depanku.

  Mengapa aku merasa sedang di goda oleh pria ini? Padahal saat ini dia sedang mengajakku untuk suatu misi yang aku tak tahu apa. Dan sialnya, dari jarak dekat ini semakin membuatku terkagum dengan ketampanan pria bernama Abban.

"Jika kau bersedia, esok kita bicarakan hal ini bersama teman-temanku yang lain." Abban berbicara itu dengan suara rendahnya, dan itu membuatku mengangguk kecil. Sial.

"Baiklah." Abban berdiri dari jongkoknya. "besok kita bicarakan lagi, selamat istirahat," dan Abban melangkah pergi meninggalkan sekumpulan manusia yang mulai bubar satu persatu.

"Bagaimana bisa Fel?" tanya Nia saat aku hanya berdiam diri, tidak berniat untuk beranjak sedikit pun.

"Aku kan punya kamu Nia," ujarku disertai senyuman menyebalkan yang sering aku tunjukkan di depan Nia. Dan sering membuat Nia jijik melihatnya.

"Aku gak mau terlibat Fel, entar kalau ada masalah kan kita juga yang kena." Nia berdecak kesal.

"Enggak akan ada apa-apa kok, santai aja," ujarku dengan santainya.

  Karena aku tahu, sekesal apa pun Nia terhadap keputusanku tadi, dia tetap akan menemaniku untuk bertemu Abban sang pria tampan.

"Astaga," pekikku dengan kesal.

"Ada apa?" tanya Nia yang langsung terlihat gelagapan karena pekikanku.

"Jas putihku kotor," ujarku sembari memperlihatkan jas putihku yang berada di atas pasir dengan debu yang mulai mengotorinya.

"Aku kira apa," dengus Nia sembari mengalihkan pandangannya pada manusia-manusia yang masih berlalu lalang tanpa tujuan.

"Oh iya Nia, keponakan kamu mana?" tanyaku pada Nia sambil membersihkan debu-debu yang mengotori jas putihku.

"Astaga aku lupa." Nia kembali memasang wajah paniknya. "ayo kita cari, aku juga tak melihatnya sedari tadi."

  Nia menarik tanganku, dan aku terpaksa berdiri dengan tangan kanan di tarik Nia, tangan kiriku masih membersihkan pasir di bagian belakang jasku. Ini sungguh sangat merepotkan.

~~~

Astaga...,
Ada apa?
Aku ngaret gak ketulungan.., wkwkwk

Salam rindu,
     Bintang ★

Star of LuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang