Meet (Again) [BAB9]>>>Revisi

24.1K 1.7K 38
                                    

Sorry kalau typo bertebaran.

®©

"Aku dengar kau ditugaskan untuk pergi ke daerah konflik?"

"Hmm..."

"Kapan kau akan berangkat?"

Wanita berkulit putih dengan balutan jas putih di tubuh mungilnya ini meletakan berkas yang berada di tangannya. Manik coklatnya menatap serius pemuda yang lebih setahun lebih tua darinya, "Malam ini.— Apa kau juga?"

Pria itu meneguk hot chocolatenya dan menjawab, "Tidak."

Matanya terarah pada selembar foto yang terselip diantara tumpukan file.

"Masih menyimpan foto ini hm...?"

®©

"Kalau tidak ada halangan, dua hari lagi Tim medis akan sampai disini."

Key terpanah melihat wajah tampan Alan melalui HandyCamnya. Hingga ia terdiam beberapa saat. "Hey, apa lagi yang ingin kau tanyakan?" Key terkesiap,"Hah..? O-oh... O-oke, selesai. Tidak ada lagi." Key menutup HandyCam miliknya. Senyuman puas, menghiasi wajahnya. Baru saja ia 'mengusik' Kapten Alan yang sedang memeriksa barak medis.

"Ya sudah, kalau begitu aku akan kembali ke gereja. Aku harus segera menyelesaikan tulisanku." Key.

"Baiklah... Aku juga harus pergi ke masjid. Sudah masuk waktu dhuhur."

"Key...!" panggilan Alan membuat Key menghentikan langkahnya. Ia menaikan sebelah alisnya, seolah mengatakan "ada apa?"

Alan maju selangkah, menipiskan jarak diantara mereka, tangannya terulur mengacak puncak kepala Key, "Cepatlah selesaikan urusanmu agar tak selalu menjadi beban bagiku!" Key bersemu, pasalnya, inilah jarak terdekat mereka.

Key segera memasang sikap sempurna, "Siap, Kapten!" sekaligus memberi hormat layaknya prajurit yang menerima perintah dari Sang Kapten. Alan terkekeh melihat tingkah Key. Seolah ingin bermain, Alan menjawab hormat Key, "Laksanakan tugasmu! Jangan mati di tengah 'perang' !"

Mereka saling menatap dengan tatapan geli. Kemudian tertawa.

"Huhft... Kalau bukuku selesai, kau adalah orang pertama yang akan membacanya. Promises...!" ujar Key sebelum ia pergi berlari.

Tanpa sadar, Alan tersenyum melihat tingkah Key. Tidak buruk. Itulah kata pertama yang terlintas dalam benaknya saat pertama kali mencoba membuka diri untuk berteman dengan gadis itu. Key memiliki sifat yang menggemaskan.

Andai, Aku tidak tahu bahwa cinta sesakit ini, mungkin—

...........................................

Sesampainya di gereja, Key mengambil laptop putih miliknya, lalu menyandarkan diri pada kursi panjang yang terbuat dari kayu. Kursi ini terletak di dekat jendela yang cukup besar yang menghadap ke arah utara. Dari sini, bisa terlihat beberapa jemaah Masjid yang memang letaknya berdampingan.

Sejenak Key memikirkan kata pertama apa yang harus ia tulis. Jemarinya mulai menari di atas keyboard.

Penuh bahaya. Berkawin dengan maut. Dan berteman dengan senjata. Setidaknya itulah kata yang selama ini bersarang di kepalanya saat melihat kehidupan para abdi negara.

For You, Kapten. [END]Where stories live. Discover now