Prolog

2K 146 9
                                    

Bocah lelaki berpakaian dominan hitam-merah itu memandang sekelilingnya dengan tatapan mata tajam. Dingin. Tanpa belas kasihan. Ying, Yaya serta Gopal takluk dengan mudah di tangannya. Ketiganya terkapar tak berdaya di tanah. Dan ia tidak merasakan apa pun.

Dengan sorot mata yang sama sekali tidak berubah, anak itu menghampiri satu-satunya manusia—tepatnya pria tua—yang masih berdiri di tempat itu. Dengan menggenggam Pedang Halilintar yang menyala merah berkilat-kilat di tangan kanannya. Di belakangnya, Adu Du—si alien hijau berkepala kotak—tertawa puas bersama bawahannya, robot ungu bernama Probe. Sampai detik itu pun dia masih tidak merasakan apa-apa.

"Jangan, Nak ... Halilintar ... ini Atok," orang tua berkacamata dan berpeci putih itu mencoba bicara.

"Atok?" anak yang barusan dipanggil Halilintar itu mengulang, setengah acuh.

"Kamu cucu Atok—"

"Jangan hiraukan!" Adu Du berseru di belakang. "Mereka semua musuhmu! Hancurkan!"

"Hancurkan!" Halilintar berkata, sembari mengangkat pedang di tangannya.

"Tanah Tinggi!"

Seruan yang tiba-tiba itu membuat Halilintar melompat menjauh. Tanah seolah bertumbuh ke atas, menjadi penghalang di antara Halilintar dan sang kakek.

"Jangan berani-berani melukai Atok!"

Halilintar berdiri tegak tepat di atas dinding tanah yang barusan terbentuk. Tersentak, ia melihat sosok yang baru saja menyerangnya. Sang pengendali elemen tanah berjaket merah, yang bagai pinang dibelah dua dengan dirinya. Datang bersamanya, masih ada satu orang lagi yang juga berparas sama.

"Siapa kalian? Kenapa wajah kalian sama denganku?!" sentak Halilintar.

"Jelas saja sama! Kita bertiga ini 'kan—"

"Jangan dengarkan!" Apa pun yang hendak diucapkan kembaran Halilintar yang satu lagi, diputus begitu saja oleh Adu Du. "Mereka penipu!"

"Mereka ingin mengambil alih tempatmu!" tambah Probe.

"Hoo ...," Halilintar menanggapi dengan nada yang sama sekali tidak enak didengar. "Dasar tidak berguna!"

"Cepat, hancurkan mereka!"

Perintah Adu Du ini segera dilaksanakan oleh Halilintar. Dia menembakkan beberapa Bola Kilat ke arah dua kembarannya.

"Ribut Taufan!"

Salah satu kembaran yang memakai jaket kuning, bergerak mengendalikan angin. Cukup bertenaga untuk menghalau bola-bola energi merah berelemen petir milik Halilintar.

"Tetakan Halilintar!"

Tak tinggal diam, Halilintar menyambung dengan serangan berikutnya menggunakan pedang. Namun, dapat ditahan oleh sang pengendali tanah dengan kedua tangan yang diperkuat oleh sarung tangan tanah. Sementara, kembarannya pun sudah bersiaga.

"Cepat! Serang dia!"

"Tumbukan Taufan!"

Serangan angin tajam membuat Halilintar terpaksa melompat mundur. Belum lagi ia siap, serangan berikutnya datang lagi.

"Tanah Pencengkeram!"

Tak sempat menghindar, nyaris seluruh tubuh Halilintar terkungkung di antara pilar-pilar tanah tak beraturan. Tak bisa bergerak.

"Taufan Melintang!"

"Beserta Batu!"

Kali ini kedua kembaran Halilintar melakukan serangan kombinasi. Batu-batu dihempaskan, angin kencang menyerang, sementara targetnya masih terbelenggu. Halilintar mengerahkan tenaga lebih, sekali lagi menciptakan Pedang Halilintar. Dengan itu, ia berhasil melepaskan diri.

Layaknya Cahaya KecilWhere stories live. Discover now