His Temptress | 24

122K 13.1K 1.1K
                                    

Ini bukan Marshall yang dikenalnya, karena Marshall-nya bukan pria yang mampu merendahkan wanita seperti itu. Marshall-nya tidak akan pernah melukainya dengan cara seperti ini. Tapi Lidya tidak bisa menangis, entah kenapa kali ini ia tidak bisa menangis walaupun hatinya terasa ditusuk oleh sebilah pedang.

Ewan memberi jarak antara dirinya dan Lidya, mata hijaunya menatap dingin kearah wanita itu dan bibirnya masih tersenyum miring. "Aku bisa mendapatkan kembali Harletta. Make your choice."

Lidya menggeleng.

"Kau tidak akan melakukan hal ini kepadaku. Iya 'kan?" bisik Lidya pelan. Ia ingin percaya kalau pria dihadapannya masih Marshall yang dulu. Lidya ingin percaya kalau pria itu sedang marah dan segalanya akan kembali seperti semula.

Kemudian Ewan menjumput rambut pirang Lidya, membuat kepala wanita itu mendongak kearahnya. Tanpa tersenyum Ewan berbisik tepat diatas bibir wanita itu, "Dulu, saat aku memintamu untuk tidak melakukan hal itu kepadaku. Kau bahkan tidak mau repot-repot menoleh kearahku."

Ewan mencium bibir Lidya yang dingin dan lembab itu. Satu ciuman dingin seolah-olah ciuman itu sama sekali tidak berarti baginya. Lalu ia berkata, "Dan kenapa aku harus melakukan hal yang berbeda kepadamu?"

Sebelum Ewan sempat melanjutkan ucapan kasarnya, mendadak ponsel disakunya berdering. Dengan cepat ia melepaskan genggamannya pada rambut pirang Lidya dan mengangkat ponsel tersebut. Ia tahu kalau Thomas telah menyelesaikan tugas yang diberikannya. "Harletta sudah diamankan. Tapi Eugene menyuruh orang kita untuk mengantar Harletta di salah satu hotel Max."

"Lakukan saja apa yang diinginkan Gene. Aku akan menghubungi Max."

"Baiklah," jawab Thomas cepat. Sebelum atasannya itu memutuskan sambungan telepon, Thomas kembali bertanya, "Ada yang kau inginkan lagi?"

"Bagaimana dengan penculiknya?"

"Aku tidak ingin menjawabnya, tapi mereka siap untuk disiksa dan nampaknya telah dilatih untuk tidak memberikan satu informasi pun kepada musuh. Fenton baru saja menyekapnya diruang bawah tanah yang ada di klub."

Ewan menunduk dan menggantungkan ponselnya diatas kepalanya, ia tersenyum miring kepada Lidya yang masih mematung. "Orangku sudah menemukan Harletta."

Pernyataan itu membuat kepala Lidya tersentak, dengan cepat menatap Ewan sementara kedua tangannya mengepal. Ia meremas tangannya sendiri dan mendadak merasa takut. Tidak... ia tahu kalau Marshall tidak akan melakukan hal yang jahat terhadap Harletta. Ia seharusnya yakin akan hal itu, tapi ketika melihat mata hijau Marshall, Lidya merasa keyakinannya runtuh. Entah kenapa kali ini... ia tidak bisa yakin akan hal itu.

Tanpa sadar air mata Lidya menggenang dipelupuk matanya, ia berusaha untuk tidak bersuara. Seolah mengetahui ketakutan Lidya, Ewan sengaja menekankan ponsel itu diantara mereka berdua dan berkata, "Make your choice, now."

"Please, Marshall—"

"Don't call me with that name!" teriak Ewan keras, membuat tubuh Lidya bergetar karena terkejut. Setelah menarik nafas untuk yang kedua kalinya, Ewan berkata sekali lagi kepada Lidya. "Make your choice, Miss Prescott." Ketika Lidya tidak menjawab, Ewan sengaja menempelkan ponsel itu kembali ketelinganya dan berkata, "Thomas, enyahkan—"

"Yes!" teriak Lidya.

Ewan mengalihkan pandangannya kearah Lidya dan mengangkat alisnya,"Aku tidak mendengarnya dengan jelas, Miss Prescott."

Sambil menahan tangis dan seraya menggigit bibir dalamnya hingga ia merasakan asin di lidahnya, Lidya berulang kali mengatakan kepada dirinya sendiri untuk tidak menangis. Ia tidak boleh menangis, kalau Marshall marah kepadanya. Ini adalah hal yang seharusnya sudah dirasakannya sejak dulu. Kemarahan Marshall. Tapi Marshall yang dikenalnya tidak pernah memperlakukannya seperti ini. Marshall yang dikenalnya...

His TemptressWhere stories live. Discover now