RT 7 (Giselle)

5.3K 350 12
                                    

HARI ini salah satu hari paling berat dalam hidupku.

Rasanya capek banget saat akhirnya tiba di rumah. Setelah menyaksikan kesedihan orangtua Merly dan membantu mereka berhubungan dengan polisi, aku dan Daryl merasa emosi kami terkuras habis. Jadi, alih-alih makan bareng seperti yang direncanakan sebelumnya, kami memutuskan pulang ke rumah masing-masing dan berjanji untuk makan bareng di kesempatan lain.

Tiba di rumah, aku merasa tidak kepingin melakukan apa pun. Tetapi, tugas dan tanggung jawab sudah menunggu. Tanpa perlu disuruh aku pun membuka gudang penyimpanan peralatan bersih-bersih dan meraih sapu, lalu mulai menyapu seluruh rumah.

Aku baru membuka pintu ruang kerja ketika mendengar ibuku berteriak-teriak dengan suara cempreng. "Rumahnya bagus banget, Pak! Lima kamar dan empat kamar mandi, ada pekarangan depan dan belakang, kolam renangnya besar! Harganya juga masih negotiable kok, Pak! Kapan kita janji temu untuk melihat lokasi?"

Ibuku melambai saat melihatku masuk. Seperti biasa, beliau tampak cantik luar biasa dan elegan, seperti wanita dewasa keren yang sering nongol di majalah Cosmopolitan—yang diam-diam kucuri baca dari laci ibuku—dengan kemeja yang dua kancing atasnya terbuka, rok pensil di atas lutut, dan riasan rapi yang selamanya tak bakalan bisa kutiru namun terlihat begitu alami di wajahnya. Tidak peduli secantik apa pun mahasiswi paling populer di kampusku, satu-satunya wanita yang kecantikannya sanggup membuatku iri hanyalah ibuku.

Bukan hanya itu kelebihan ibuku. Meski hanya bekerja sebagai BT—broker tradisional alias agen properti yang tidak terikat pada lembaga properti mana pun—ibuku menunjukkan bahwa tanpa didukung perusahaan besar, beliau sanggup menjadi agen properti terbaik di daerah kami.

Sayangnya, itu berarti tugasku bertambah makin banyak.

"Giselle, bagus, kamu udah pulang!" ucapnya begitu mematikan ponselnya. "Bisa tolong update website Mama dengan listing baru ini?" Ibuku melemparkan setumpuk kertas. "Fotonya ada di flash disk ya, seperti biasa! Pasang iklan baris di koran juga! Dan oh, jangan lupa, vacuum dulu ruang kerja Mama sebelum semua itu!"

"Vacuum?" Aku berkedip beberapa kali saat menatap ibuku. "Tapi kemarin ruangan ini baru di-vacuum."

"Tapi ruangan ini udah kotor banget!" balas ibuku tidak senang. "Coba lihat, udah ada debu nih. Nanti kalo Mama kedatangan klien, malu dong!"

Aku menatap beberapa titik debu yang ditunjukkan ibuku—debu-debu yang nyaris tampak tak kasat mata tapi rupa-rupanya bisa mempertaruhkan reputasi ibuku—lalu menghela napas. Percuma mendebat ibuku. Pada akhirnya, beliau akan tetap berkeras supaya keinginannya terpenuhi. "Oke deh, Ma. Aku vacuum sekarang..."

Mendadak bunyi bel rumah berbunyi.

"Oh, tolong bukain pintu juga," perintah ibuku tanpa menoleh padaku. "Sepertinya itu pengantar kontrak dari klien terbesar Mama."

"Klien terbesar Mama?"

"Itu lho, Si Makelar yang beken itu! Dia berhasil menemukan buyer untuk beberapa rumah hasil listing-an Mama, tapi kontraknya dia yang bikin."

Aku menyeret vacuum-ku menuju pintu depan dan membuka pintu. Tidak kusangka yang berdiri di sana teman sekampusku dari kelas sebelah, cewek yang selalu mengenakan topi dan jaket abu-abu. Rasanya malu banget, muncul dengan tampang dekil penuh keringat dan vacuum di tangan. Kurasa dia bisa menebak apa yang sedang kukerjakan.

"Hai," cewek itu menyeringai, "gue nganterin kontrak buat Ibu Gillian."

"Oh ya, itu nyokap gue," sahutku sambil menerima amplop besar dan tebal darinya.

RAHASIA TERGELAP - Lexie XuWhere stories live. Discover now