Bab 2

782 69 3
                                    

Sehun terbangun dari tidurnya karena bermimpi buruk. Keringat dingin keluar dari sekujur tubuh dan napasnya juga terengah-engah seperti orang kehabisan udara saking tidak bisanya ia mengendalikan mimpi buruk itu. Sudah hampir setahun berlalu, tetapi mengapa ia masih saja bisa memimpikan kenangan buruk itu, bahkan ketika ia ingin membuka hidup barunya kembali di Seoul? Apa karena lima hari lagi adalah tepat satu tahun kematian Jo, sepupunya?

Sehun mengimpikan kembali detik-detik kecelakaan yang menewaskan Jo. Seolah mimpinya merekam ulang kejadian itu seperti sebuah video. Ia dalam perjalanan pulang setelah menjemput Jo di bandara John F. Kennedy, New York. Pada saat itu Jo memang sengaja datang untuk menjenguknya dan karena tahu ia baru saja keluar dari rumah sakit, akhirnya Jo mengambil alih untuk menyetir.

Selama setengah perjalanan padahal mereka masih asyik mengobrol dan tertawa bersama. Tidak pernah membayangkan akan ada sebuah truk besar dengan kecepatan tinggi mendekat ke arah mereka dan segalanya terjadi begitu cepat dalam sekejap mata. Jo membanting stirnya secara tiba-tiba untuk menghindar, tetapi ia malah kehilangan kendali. Saat itu juga Sehun bisa merasakan hantaman keras menimpanya dan ia sadar bahwa mobil itu telah menabrak sesuatu di depan sebelum tubuhnya terasa diguling-guling. Berbagai bunyi nyaring terdengar dari segala arah. Bunyi sesuatu yang patah, pecah dan memekakkan telinga. Sehun tidak ingat bagaimana tubuhnya jatuh, tetapi yang ia tahu tubuhnya saat itu dalam posisi telentang. Pandangannya mulai buram. Dadanya benar-benar sulit bernapas. Seluruh tubuhnya terasa sakit yang teramat sakit, sampai ia merasa akan mati. Sekuat tenaga ia berusaha berdiri. Perintah yang ia sampaikan ke otak cukup jelas, tetapi sepertinya hal itu melampaui batas kemampuannya. Tubuhnya seakan tidak berdaya. Ia berusaha menoleh dan mendapati sepupunya yang jauh di sudut sana sudah tidak sadarkan diri dengan darah yang mengucur dari belakang kepalanya.

Dalam hati Sehun terus berdoa agar ia masih bisa melihat dunia untuk keesokkan harinya, walau ia tidak tahu apakah akan sanggup bertahan atau tidak. Ia mulai merasakan sesuatu cairan yang pekat dan kental perlahan-lahan jatuh dari kening dan membanjiri wajahnya. Pandangannya semakin buram bersamaan dengan rasa sakit di dadanya yang menjadi-jadi. Di tengah kesadarannya, samar-samar ia mendengar bunyi bising ambulans mulai mendekat. Namun sebelum ia mengetahui apa yang sudah terjadi, tubuhnya lunglai di tempat. Mulutnya terkatup rapat. Begitu juga mata dan—

Sehun tersentak dari lamunan dan menangkupkan kedua tangannya ke wajah. Tidak disangka mimpi buruk itu membawa efek yang besar sampai-sampai dadanya terasa sesak dan napasnya juga tersengal-sengal. Obat, pikir Sehun sambil menarik laci di samping tempat tidur dan meraih tabung kecil dari dalamnya. Ia membuka tutup tabung itu, menjatuhkan sebutir pil ke telapak tangan dan memasukkannya ke mulut. Ia mengambil segelas air putih di atas meja dan memejamkan mata sejenak, meresapi pil itu tertelan ke tenggorokannya.

Tidak mau terlarut dalam ingatan menyakitkan itu, Sehun bangkit berdiri dan menyeret paksa kakinya keluar mendekat ke arah jendela balkon di lantai dua yang masih menyatu dengan kamarnya. Suasana terasa sangat hening. Saking heningnya, ia hanya bisa mendengar desahan napasnya yang masih tersengal dan juga bunyi air mancur dekat taman di sudut pojok sana. Ia memejamkan matanya lagi, menghirup udara musim dingin sebanyak-banyaknya, sebelum mengembuskannya sambil membuka matanya kembali. Ia terdiam menatap ke luar kaca yang langsung menebarkan pemandangan halaman belakang rumahnya yang cukup luas dengan berbagai pepohonan yang tertutupi salju.

Waktu itu, Sehun sempat tidak mengerti mengapa ia akhirnya mau menuruti permintaan Jo yang menginginkannya kembali ke Seoul, sementara ia sendiri sudah terlanjur betah tinggal dan menetap di New York, walau sebenarnya negara itu lebih banyak menyimpan kenangan buruk daripada kenangan bahagianya.

Namun semakin berjalannya hari, bulan demi bulan, ia sendirilah yang entah mengapa ingin kembali ke Seoul. Ia seperti merasakan kerinduan yang sangat kuat yang terus mendesaknya untuk segera pergi dari New York. Ia juga tidak tahu desakan apa itu. Namun satu yang pasti ia rasakan ketika menginjakkan kakinya kembali di negara yang sudah lama ia tinggalkan ini adalah ya...ia tidak bisa mengelak dengan perasaan nyaman dan lega yang mengalir secara bersamaan di dalam dadanya.

Someday For You (Oh Couple_Sehun_Hayoung)Where stories live. Discover now