11 bulan

529 119 78
                                    

tiba saatnya hari h event. tugas gue sebagai koor ticketing sebenernya udah selesai, tapi gue tetep disuruh ngawasin anggota gue buat berjaga di depan pintu masuk. gue juga terus mengawasi buku tamu, dan tak lupa, memberi tanda masuk bagi para pengunjung. acara yang kami adakan ini memang tiket masuknya gratis, jadi kami (para panitia) harus memeriksa bener-bener orang yang mau masuk ke dalam.

gue udah jaga di pintu masuk sama si jason—koor publikasi juga udah nggak ada kerjaan kalau hari h. kita jaga dari sore—pembukaan acara—sampai sekarang, sampai malam ini. karena merasa capek, gue memutuskan untuk duduk sebentar. jason masih berdiri, posisi gue digantikan oleh kintan.

shawn. sebenernya dia dateng, dia sempet gue periksa juga waktu mau masuk. tapi, parahnya, dia nggak nyapa gue. bener-bener kaya orang nggak kenal deh kita. gue tau dia pasti masih marah soal yang kemarin, tapi mbok ya, jangan gini-gini amat.

"ikut gue."

gue yang lagi asik-asik ngaso sambil minum es teh, kaget karena ada yang manggil gue. relfleks gue menoleh ke sumber suara dan mendapati shawn dengan wajah dinginnya.

"lo ngajak gue apa cari ribut?" tanya gue berusaha tidak mempedulikan kehadirannya.

"buruan ikut aja, ribet amat." ocehnya.

"ogah. lo ngajak gue kaya mau ngajak gue tawuran," balas gue masih nggak mau kalah. "gue mah ayo ayo aja, one man one—"

"bacot." dia menarik tangan gue secara paksa.

dia menarik pergelangan tangan gue dengan sedikit kasar sampe gue nggak sempet pamit sama yang lain. shawn beneran narik pergelangan tangan gue, gue sampe kesakitan ini anjeng. gue yakin, abis ini pasti merah banget.

"bangsat," maki gue saat shawn sudah melepaskan tangan gue. "lo gila apa gimana, sih, anjing? tangan gue sakit banget lo tarik, kasar banget mainnya." gue masih terus memaki sampai shawn membukakan pintu mobilnya untuk gue.

gue mendelik ke arahnya, "ngapain?" tanya gue jutek.

"masuk." katanya masih—sangat—dingin. ini manusia abis keselek es apa gimana? gue nggak paham.

dengan setengah hati, gue masuk ke dalam mobil shawn. ia menyusul duduk di bangku pengemudi. mobil shawn mulai keluar dari gedung tempat acara berlangsung. ini, sumpah ya, gue masih nggak tau sama shawn. curiga nih gue kalau dia punya dua sisi; sisi keduanya adalah seorang psikopat.

gue takut kalau dibunuh pake sendok, tolong!!!

imajinasi gue tentang dibunuh pake sendok pun hilang ketika mobil mulai memasuki kawasan hotel berbintang lima. sejuta pertanyaan mulai muncul di otak gue. namun, pertanyaan yang muncul di otak gue secara langsung adalah: apakah shawn akan memperkosa gue di hotel mewah ini?

"wah, nggak bener nih. lo pasti mau ena enain gue kan?" gue melayangkan beberapa jotosan ke pundak shawn, membuatnya mengaduh beberapa kali.

shawn menepis tangan gue dan menggenggam tangan gue erat, kali ini dia nggak kasar. "iya, gue mau ena ena sama lo. makanya diem aja deh." ujarnya setelah selesai memarkir mobil.

"eh, anjing! gue telfon nain wan wan juga lama lama. sumpah, shawn, maafin gue," gue menelan ludah. "tapi gue belum mau jadi mahmud, mamah muda, sumpah gue belum siap ka—"

cup!

ya, shawn memotong ucapan gue dengan mendaratkan bibir lembutnya ke bibir gue. lo mau tau rasa bibirnya shawn kaya apa? hambar. cuma rasanya tuh, kenyel empuk halus gimana gitu. jangan-jangan selama ini bibirnya shawn dikasih downy atau molto—itu loh pembersih dan pewangi baju.

tejo | shawn ✓Where stories live. Discover now