22. Berakting

1K 42 2
                                    

"Aku mau kita cerai," kata Meyla tiba-tiba, dan rangkaian kata tersebut berhasil membuat Putra terdiam.

"Ini adalah permintaan terakhirku," lanjut Meyla. "Aku harap kamu mau mengabulkannya."

Putra terkejut, bibirnya kelu, apa yang bisa dia lakukan atau jawab sekarang. Putra bingung di satu sisi dia ingin Meyla bahagia tapi di sisi lain dia tidak ingin kehilangan moment-moment tumbuh kembang bayinya. Andai saja saat ini ada koin di tangannya, mungkin Putra akan melempar koin itu untuk mengambil keputusan.

Setelah beberapa menit terdiam. Putra menghela napasnya, sambil memandang ke arah laut dia akhirnya angkat bicara. "Apakah bisa kita pulang sekarang?" tanya Putra.

Putra pun beranjak dari pasir yang dia duduki. Dia berjalan pelan sambil menatap butiran pasir di pantai. Ini keputusan yang sangat sulit. Apakah Meyla sudah menyerah dengan dirinya. Kenapa dada ini sakit saat tahu bahwa orang yang tidak terlihat olehmu menyerah.

Putra tak tahu jawabannya ...

Yang dia tahu adalah dadanya sesak. Putra berjalan menuju mobil yang di parkir. Dia membuka pintu mobil, duduk lalu kemudian mencengkeram kemudi mobil sambil menjatuhkan kepalanya berkali-kali di sana.

~~~
Di pantai ...

Meyla masih saja duduk di pasir yang lembut. Dia memandang tanpa arti ke lautan lepas. Sambil mengelus perutnya.

"Maafkan ... bunda nak," gumam Meyla. "Ini bunda lakukan untuk kebahagian ayah," lanjutnya.

Meyla menitikkan air matanya, dia juga sakit dan ini adalah keputusan paling pahit yang harus di terimanya. Mau bagaimana lagi, menjadi orang yang tak terlihat itu nyesek ... tapi bukankah rasa pahit itu dapat menyembuhkan. Meyla sekarang berharap dia sembuh dari luka-luka rumah tangganya.

Di pantai yang sepi ini ... Meyla berteriak dengan suara serak.

"Aku menyerah ...." Meyla kemudian menelungkupkan kepalanya sambil bergumam berkali-kali aku menyerah.

Entah sudah berapa lama mereka menghabiskan waktu dalam diamnya masing-masing. Meyla yang sedang menangis di bibir pantai dan Putra yang sedang kacau di dalam mobil.

'Oke ... saatnya aku bangkit,' pikir Meyla.

Meyla kemudian bangkit dari duduknya. Berjalan menuju ke mobil Putra yang terparkir. Dia melihat Putra sedang merokok di luar mobil. Dia terkejut, jadi selama ini Putra seorang perokok. Ingin sekali Meyla menanyakan sejak kapan Putra merokok. Tapi di sisi lain dia juga takut kalau putra marah-marah. Oke sepertinya saat ini Meyla harus menganut pribahasa 'Diam itu emas'.

Selama perjalanan di dalam mobil, mereka hanya diam. Saat Putra ingin berbicara, smartphone milik Meyla berbunyi. Meyla pun segera mengangkatnya.

"Iya ... ini sudah mau pulang." Bisik Meyla tapi tetap saja terdengar oleh Putra. Mendengar hal itu membuat Putra mencengkeram kemudi kuat-kuat sampai-sampai jari-jari tangan Putra memutih.

Putra hanya melirik ke arah Meyla yang terlihat santai seperti tidak ada beban. "Oke nanti aku hubungi lagi ... bye."

Putra sangat gatal ingin memaki-maki Meyla. Tapi dia harus sabar karena ini di tengah jalan raya. Dia tidak mau terjadi apa-apa dengan dirinya terlebih lagi bayi yang di kandung Meyla.

Ketika sampai di apartemen miliknya. Putra membuka pintu dengan keras. Meyla sangat tahu bahwa saat ini Putra sangat marah. Meyla hanya berlalu menuju kamar untuk beristirahat, dia sangat lelah dan ini untuk kebaikan kondisi bayinya. Ibu dan bayi tidak boleh capek dan stress.

Ketika Meyla ingin merebahkan badannya. "Katakan alasan kamu ingin bercerai dari aku," ucap Putra yang sedang berdiri di depan pintu kamar. Meyla hanya menjawab, "Tidak ada alasan." Meyla kemudian menepuk-nepuk bantal agar dia nyaman berbaring.

"Pasti karena lelaki di cafe dan taman itu kan," kata Putra.

"Sudahlah ... aku mau istirahat." Meyla pun mencoba memejamkan matanya dan mengerakkan tubuhnya mencari posisi tidur yang nyaman.

Putra marah karena dia merasa Meyla seperti menutupi sesuatu. Tapi tak ada gunanya berdebat dengan Meyla di tengah malam seperti ini. Tubuhnya juga kelelahan, dia harus istirahat agar besok memiliki tenaga untuk memecahkan permasalahannya dengan Meyla.

Ketika Putra ingin keluar kamar. Meyla berkata, "Angela besok tiba di Indonesia." Meyla kembali memejamkan matanya setelah mengucapkan kalimat singkat itu.

"Dari mana kamu tahu?" tanya Putra tapi tidak di tanggapi oleh Meyla. Karena tidak ada respon dari Meyla akhirnya Putra keluar kamar.

Putra hanya ingin tidur tapi dia tidak ingin satu kamar dengan Meyla. Karena hal itu akan membuat Putra penasaran dengan alasan Meyla mengajukan cerai kepadanya.

«~~~~~~~~~~»

Di sore hari Meyla di kejutkan oleh kiriman perlengkapan bayi yang sangat banyak. Dari baju, selimut, bahkan sampai kereta dorong yang dapat Meyla taksir sangat mahal.

Meyla bingung, semua perlengkapan bayi ini dari siapa. Ketika membaca kartu ucapan yang tergantung di sebuah karangan boneka.

Meyla terkejut kemudian dia meremas kartu ucapan itu. Meyla kemudian menyingkirkan semua perlengkapan bayi yang ada di apartemen. Meyla bingung kalau di buang sayang tapi kalau di simpan dia takut mitos tentang bahwa bayinya akan celaka terjadi.

Setelah perlengkapan bayi itu sudah berada di sudut ruangan apartemen. Terdengar suara pintu apartemen di buka. Putra yang baru saja pulang terlihat bingung dan terkejut. Dia akhirnya bertanya, "Mengapa semua barang ini ada di sini?"

Meyla yang berada tak jauh dari Putra pun tertawa mengejek. Dia berkata, "Aku tahu kamu tidak menginginkan anak ini," ucap Meyla sambil menunjuk perutnya. "Itu sebabnya kamu membeli dan mengirimkan perlengkapan bayi ini."

Putra bingung dari mana pemikiran aneh itu berasal. Bukannya pemberian perlengkapan bayi itu menandakan bahwa dia sangat perhatian dan bersemangat dengan kehadiran bayi itu.

"Aku menginginkan anak itu," kata Putra. "Dari mana pemikiran jahat itu," lanjutnya.

"Jangan berakting, sungguh aku tidak akan percaya," ucap Meyla sambil tertawa jangal.

"Kamu ingin kami celaka kan makanya kamu menghadiahkan barang itu." Meyla menghela napasnya, kemudian dia melanjutkan bicaranya. "Agar kamu bisa nikah dengan model itu," ucap Meyla lemah dengan raut wajah pucat pasi.

"Sungguh aku menginginkan anak itu," kata Putra berusaha meyakinkan Meyla. Tapi seperti Meyla tidak mendengar perkataan Putra. Kening Meyla sudah di penuhi oleh keringat, perutnya sakit. Dia sungguh tak tahan lagi.

"Ahhrgg ... aku benci kamu." Itulah kata terakhir yang di ucapkan Meyla sebelum kegelapan menjemputnya.

TBC

Jangan lupa vote koment. Love u all

Pasanganku AnehWhere stories live. Discover now