LIMA

24.1K 1.1K 42
                                    

"Ini... handphone buat aku?" Maria mengerjapkan matanya seraya menatap kotak kardus di pangkuannya.

"Iya. Kita kan jarang bisa bertemu semenjak kamu bekerja pada Pak Akash. Jadi, itu supaya aku mudah menghubungimu."

Maria menatap Angin bingung. "Tapi, Kak, ini tidak perlu. Kenapa?"

Angin tersenyum. "Tidak apa-apa. Kau tidak usah berpikir macam-macam. Aku hanya ingin kita tetap berteman dan berhubungan, di mana pun kita berada."

Maria menggigit bibirnya. "Tapi... ini kan mahal, aku tidak enak."

"Sudahlah, Maria. Kau sudah kuanggap sebagai adikku, tidak perlu sungkan. Sini, kuajari cara pakainya." Angin membuka kotak handphone di pangkuan Maria lalu mengajarkan cara memakainya. Maria mendengarkan dan memerhatikan dengan saksama apa yang pria itu ucapkan dan tunjukkan.

"Jadi... aku bisa meghubungi Kak Cherry juga, ya?" tanya Maria dengan wajah cerah. Ia memeluk Angin. "Terima kasih, Kak!"

Angin terkejut saat Maria tiba-tiba mendekapnya. Dengan ragu ia melingkarkan kedua lengannya ke tubuh ramping gadis itu, bibirnya mengulas senyum. "Iya, sama-sama."

🍂🍃🍁


Maria terkejut kala pintu kamarnya tiba-tiba terhempas dan muncul sang majikan dengan kening berkerut. Maria berkata pelan pada Angin di telepon, "Kak Angin, sampai besok, ya, daahh." Maria menatap layar ponselnya lalu menekan simbol gagang telepon berwarna merah.

"Kau punya ponsel?"

"Eh... iya, Tuan Akash."

"Beli dari gajimu?"

Maria menggeleng. "Kak Angin memberikannya padaku." Saat ia akan bangkit dari tempat tidur, tiba-tiba Akash sudah mendekat dan duduk di depannya, lalu merebut ponsel gadis itu. "Tuan, tolong kembalikan...."

Akash menahan tubuh Maria dan mengangkat ponsel gadis itu tinggi-tinggi, menjauhkannya dari si pemilik. "Pemberian Angin? Jadi dia sudah resmi jadi pacarmu?"

"Tidak, bukan begitu. Kami hanya berteman, dan dia memberikannya padaku karena sudah menganggapku sebagai adiknya. Tolong kembalikan, Tuan."

Akash menyeringai. Matanya menatap mata Maria. "Kau polos atau bodoh? Tidak mungkin pria itu hanya menganggapmu adik. Dengar, ponsel ini kusita. Kau hanya boleh memakainya pada hari liburmu."

"Jangan, Tuan...." Maria sedih karena itu artinya ia tidak bisa berhubungan dengan Angin dan Cherry sesering yang ia inginkan."

"Kau ini harus bekerja dan belajar. Lagi pula aku bisa membelikanmu ponsel yang jauh lebih mahal dan bagus daripada ponsel murah pemberian pria itu——"

Tanpa sadar Maria menampar pipi majikannya. Cukup kencang.

Akash memegangi pipinya, terkesiap. "Kau...!"

Maria buru-buru merebut ponsel dari tangan pria itu. Ia berkata tajam, "Jangan pernah menghina seperti itu lagi, Tuan Akash! Angin telah membelikannya dengan tulus untukku tanpa menyombongkan diri seperti Tuan!"

Akash mengusap pipinya seraya menatap Maria.

Maria buru-buru menunduk, takut melihat tatapan pria itu yang seolah ingin memakannya. "Aku... aku minta maaf telah menampar Tuan... apa, Tuan, ahh?!" Mata Maria membelalak saat Akash mendorongnya hingga tubuh gadis itu terlentang dan pria itu membungkuk di atasnya. "Lepaskan!"

"Apa pria itu lebih penting  daripada majikanmu sendiri sehingga demi ponsel itu kau berani menamparku?" Suaranya terdengar serak.

Jantung Maria berdegup kencang karena posisi mereka saat ini. Hanya berdua, di atas tempat tidur. "Aku hanya... tidak senang jika Tuan Akash merendahkan temanku."

Maria's Love StoryWhere stories live. Discover now