🕔17🕔

147 49 15
                                    

Kalau sejatinya tak ada niat serius, setidaknya bantu aku melupakanmu, bukannya dibuat semakin merindukanmu.

🕛Cɪʀᴄʟᴇ OғTɪᴍᴇ🕛

Pesawat kertas melesat pelan di hadapan Riska, membuat perempuan itu refleks menutup matanya. Ia menghentikan langkahnya, kemudian berbalik dengan ekspresi kesal ke arah asal pesawat itu diterbangkan.

"Ternyata pesawat saya emang tau di mana jalan terbaiknya." Si penerbang pesawat kertas itu menghampiri Riska perlahan. Sudah Riska duga, pasti orang menyebalkan ini.

Kevin menahan tawanya melihat ekspresi kesal Riska. "Pagi-pagi udah cemberut. Gimana siangnya ntar?"

Riska berdecak sebal. Ia masih teringat akan ucapan-ucapan absurd Kevin di telepon semalam, yang entah kenapa membuatnya merasa kesal karena jantungnya yang terus-terusan berdegup kencang.

Baru saja Riska ingin melanjutkan jalannya dan mengabaikan lelaki itu, langkahnya tiba-tiba berhenti, mengingat ia punya pertanyaan pada lelaki itu.

"Lo ... d-datang gak?" Riska refleks berdecak sebal menyadari kegugupannya sendiri.

Kevin memperhatikan Riska lamat-lamat, membuat perempuan itu harus menunduk efek malu. "Saya dari dulu heran."

Riska perlahan menengadahkan wajahnya, memberanikan diri menatap lawan bicaranya.

"Saya kira kamu gugup ke semua cowok, tapi pas saya pakai sampel Afdah, pengujian simultan dengan tabel F bikin saya tarik kesimpulan kalau kamu gak gugup sama Afdah. Tapi ke saya doang. Awalnya saya kira saya salah rumus, ternyata nggak."

Nyatanya ocehan Kevin tidak membuat Riska semakin berani menatapnya, melainkan justru semakin menunduk. Kali ini ia benar-benar merasa semua tempat persembunyiannya dapat ditemukan oleh Kevin. Dan menyebalkannya, ia masih tidak tahu apapun tentang Kevin.

Riska mungkin tidak begitu mengerti maksud ucapan Kevin, mengingat itu sepertinya materi statistik yang lebih mendetail dari yang biasa ia pelajari.

Tapi maksud dari ucapannya, dapat ditangkap dengan baik oleh perasaannya sendiri. Namun gengsinya yang tinggi jelas membuat Riska memilih untuk berpura-pura tidak mengerti. "Gue gak ngerti ah, ngomong apa sih?"

Riska ingin berjalan cepat menjauh dari lelaki itu, tapi lagi-lagi terhenti.

"Oh iya, tadi kamu tanya, apa saya bakal datang atau gak?" Kevin berjalan mendekat ke arah Riska. Ia berlari kecil mengambil sebuah mahkota dari bunga-bunga yang sempat ia buat tadi, sebelum Riska sampai di sini.

"Saya mau sombong sedikit," bisiknya, tepat di belakang Riska. Lelaki itu terkekeh pelan. "Kata pak Asri, saya bintang spesial yang terpilih untuk bawain musik piano klasik dari sekolah kita nantinya. Dan ...."

Riska berbalik perlahan ketika menyadari ada sesuatu yang diletakkan di atas kepalanya, mahkota bunga. Ia sontak berbalik ke arah Kevin yang sedang tersenyum lembut di sana.

"Kamu saya undang sebagai tamu spesial yang harus datang."

Sudah bisa ditebak, Riska pasti mematung, bingung apa yang harus ia lakukan. Tak bisa dipungkiri, perasaannya memang sangat senang. Saking senangnya, ia lagi-lagi gugup.

Kevin tiba-tiba tertawa. "Becanda saya gak lucu ya?"

Riska yang sangat hobi berpikir negatif itu sontak merasa Kevin sedang mempermainkan dirinya. Pandangan Riska seketika mengabur, ia sontak melempar kesal mahkota bunga itu, kemudian berlari cepat menjauh dari sana.

Membiarkan Kevin menatapnya dengan heran.

🔢🎨🔢

"Dih, gue apaan coba?" Riska menggerutu sendiri setelah sampai di kelasnya, duduk di kursinya sendiri. Entah kenapa ia merasa sangat kesal untuk alasan yang tidak ia ketahui.

Circle Of Time [Completed]Where stories live. Discover now