14. Impresi yang Buyar

4.4K 409 26
                                    

Rajin-rajin berdoa ya supaya jari-jariku ini tak malas ngetik wkwk

Seriusan deh yang bikin malesnya itu nulis, bukan stuck ide atau writer block apalah itu, hehe.

Happy reading bibeh! 😘

*****

"Orang tertawa untuk menutupi rasa takut.
Orang tersenyum menyembunyikan kesedihan.
Aku memilih diam saja, karena kuyakin tak ada yang dapat mengerti diriku."

- Gauri Adoria Zoya -

*****

DBDE COMPANY GROUP

Aku melirik jam tanganku, waktu makan siang sebenarnya sudah lewat setengah jam tapi aku masih cukup nyaman duduk di kursi yang sengaja kali ini kuhadapkan langsung ke kaca.

Di bawah sana, seperti biasa kemacetan kendaraan yang menumpuk mengingat saat ini banyak dari mereka berburu tempat eksotis untuk menghabiskan waktu istirahat mereka. Sesaat rasanya pusing melihat ramainya jalanan, terkutuklah penyakit aneh yang semakin menjadi akhir-akhir ini.

Demi kesadaranku, kualihkan perhatian kembali ke deretan gedung yang berdiri tegak, dari yang sama tingginya dengan kantor ini maupun yang lebih tinggi. Di saat itu lah bayangan kabur itu kembali hingga membuatku meringis.

Sungguh, ingin rasanya kuceritakan tentang ini, tapi mungkin aku akan dianggap gila. Karena aku tak tahu harus mulai dari mana, bahkan aku sendiri tak tahu pasti sebenarnya itu apa.

Aku hanya melihat beberapa orang dengan latar belakang tempat yang berbeda, tapi aku merasa tak pernah mengenal mereka. Hingga saat kepalaku terasa sakit, ada bagian lain dariku juga yang terasa sakit bahkan sampai membuatku seperti berhenti bernapas. Bukankah itu aneh sekali?

"Kak ...."

"Hm?" Aku memberikan respon tanpa berniat menoleh, karena kutahu itu adikku.

"Tepanyaki nya gak elo makan? Tumben. Buat gue aja deh kalo gitu."

"Makan aja."

Suara langkah kaki mendekatiku hingga kulihat dari sudut mataku jika Alan sudah berdiri di sampingku.

"Apapun yang lagi elo pikirin, lo cukup dengerin kata-kata gue nih. Ada beberapa hal yang seharusnya elo bersyukur itu hilang dari otak elo. Karena ada beberapa orang yang menginginkan itu terjadi tapi gak bisa," ujar Alan dengan pandangan mata lurus ke depan, mungkin ke arah yang sama denganku saat ini.

"Lo pasti tahu sesuatu kan, Lan?"

"Iya dan enggak," jawabannya kali ini membuatku tertarik untuk memandangnya. "iya mungkin gue tau tentang apa, tapi gue akan selalu bilang enggak kalau itu salah satu cara buat melindungi elo. Walau gimanapun bego nya elo, tetep aja keluar dari lubang surga Mama. Tetep aja elo lebih tua dari- Awww!" Alan tertawa setelah sempat meringis kesakitan berkat hak sepatuku yang mengenai tulang keringnya. Dasar gila!

Aku mendengkus, "Elo kalo ngomong gak bisa gitu di filter dulu? Gue ini perempuan bukan anak laki!"

"Ya emang, tapi elo juga anak Papa. Jadi gue rasa wajar aja kalo elo mesum kayak gue." Rasanya ingin sekali menggunting kemaluan Alan saat mendengar nada mengejeknya barusan.

"Tapi gue bukan elo! Lagi elo ngapain sih ke sini? Gue juga gak butuh elo kayaknya, lagi gak sibuk-sibuk amat."

Alan terkekeh, "Siapa juga yang ke sini buat elo, harusnya elo itu banyak-banyak terimakasih sama gue. Udah dibeliin makanan kesukaan elo tapi malah gak dimakan. Padahal perlu usaha gue buat ngobrol sebentar sama sekretaris elo di depan tuh yang galaknya kayak singa lagi bunting. Susah banget dimodusin."

All Eyez (#MOG 2) [END]Where stories live. Discover now