Junhoe menekan tombol lockscreen pada ponselnya untuk yang kesekian kali, masih tidak menemukan adanya notif ia kembali menekan tombol tersebut sehingga layarnya berubah menjadi gelap. Pemuda itu terus mengulang hal yang sama, sampai ia tidak tahan lagi.
Ponsel tersebut ia genggam di satu tangan, ditekannya lockscreen sehingga layar menyala, setelah berhasil memasukkan password, pemuda itu langsung membuka aplikasi Line dan mencari kontak dengan nama Roseanne.
Berulang kali ia mengetik lalu menghapus sampai satu pesan telah terkirim.
Junhoe membalik ponselnya di meja ketika seorang wanita yang masih terlihat cantik di penghujung umur 40-an meletakkan piring di hadapannya. Ia tersenyum pada wanita itu, sekaligus ingin bertanya mengenai ketidakhadiran salah satu anggota keluarganya di meja makan yang biasanya selalu lengkap.
"Yejin mana, Bun? Tumben gak ikut sarapan," tanya Junhoe sambil memperhatikan bagaimana wanita yang paling berharga di hidupnya itu menyiapkan sarapan dengan mengambil nasi goreng pada bakul yang sudah di sediakan dan meletakannya di piring.
"Masih tidur. Sengaja gak bunda bangunin, soalnya kemaren pulang malem. Kakakmu lagi sibuk banget."
"Sok sibuk kali bun, paling kemarin dia nongkrong sama temen-temennya sampai malem." Ujar Junhoe tanpa dosa sambil melahap roti isi di piringnya.
"Hush, kamu kalau ngomong. Kakakmu itu lagi ngelakuin kegiatan positif, makanya Bunda dukung aja." jawab satu-satunya wanita yang berada di meja makan tersebut.
Segera setelah ia selesai menyiapkan sarapan, wanita itu memberikan piring tersebut pada pria disebelahnya yang berstatus sebagai suami sekaligus pemimpin di keluarga ini.
"Emang dia ngapain?" saut Junhoe lagi. Pemuda itu segera meneguk susu putih yang juga sudah disediakan, menunggu jawaban sang bunda.
"Ikut bakti sosial gitu, mana di Bogor lagi tempatnya."
"Loh jauh banget. Padahal di Jakarta juga banyak tempat-tempat kayak gitu."
"Katanya sih yang ini beda. Kakakmu kan ngambil psikologi dek, jadi sekalian praktek gitu nganalisis mental anak-anak yang tinggal di sana. Tempatnya tuh unik, anak-anak kecil yang awalnya putus asa karena kehilangan semua yang mereka punya setelah tinggal disana mereka jadi punya cita-cita. Dan kata kakak kamu tempat itu kayak bukan panti asuhan tapi kayak rumah keluarga besar gitu soalnya semuanya terurus dengan baik." Cerita Bunda, intonasinya terdengar menggebu-gebu seperti mempromosikan suatu produk barang.
"Anak-anaknya gak ada yang terlantar, mereka semua sekolah dengan baik, dan dari kecil udah punya keahlian sama harapan untuk kedepannya gimana. Kakak kamu antusias banget waktu pulang kemarin, padahal bunda baru bukain pintu tapi dia langsung narik tangan bunda terus cerita. Katanya setelah sekian lama, dia akhirnya bisa ketemu sama salah satu owner tempat itu. Sejak pertama kali kesana Yejin emang pengen banget ketemu orang itu, soalnya kakakmu itu mau wawancarain dia banyak hal." lanjut Bunda, Junhoe baru akan manyauti ketika ia mendengar suara lain dari pria paruh baya yang duduk disebrangnya sudah terlebih dulu melakukannya, sehingga ia kembali mengatupkan mulutnya.
"Papa ikut seneng dengernya. Tapi emang owner yang bunda bilang tadi gak tinggal di daerah sana? Kok Yejin baru bisa ketemu kemarin?" Tanya si pemimpin keluarga kecil itu. Ada kebanggaan tersendiri di hatinya saat mengetahui putri semata wayangnya aktif melakukan kegiatan positif.
"Kata Yejin ternyata orangnya itu tinggal di Jakarta Pah, makanya dia selama ini gak bisa ketemu dan baru kemarin berkesempatan ketemu. Karena keasyikan ngobrol sambil main sama anak-anak disana, mereka jadi gak sadar waktu. Terus rumah si owner ini ternyata gak terlalu jauh dari rumah kita jadinya Yejin nawarin sekalian buat bareng. Makanya si kakak kemarin nyampenya malem banget."
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Goodbye
FanfictionSudah menjadi hal umum dimana perpisahan selalu diiringi dengan ketidakrelaan. Kita saling mengenal, dekat, dan kamu terlihat dapat aku jangkau. Walau kenyataanya, itu hanya sebuah anganku saja. Aku tidak mau disebut sebagai pungguk merindukan bul...